Bab VI

666 35 0
                                    

"Ara bego sih, udah tahu dia gampang lemah masih aja banyak pikiran! Seharusnya dia peka sama kondisi tubuhnya, dan lo juga! Harusnya bisa perhatiin dia. "

"Lah lo yang bego ri, udah tahu dia mau main ke apartemen lo malah lo bawa ke Anyer. Nah yang ga peka sama kondisi adik lo siapa?"

Suara ribut membuatku terpaksa membuka mataku yang terasa erat seperti di lem.

"ARAAAAA!!!"

Teriakkan kompak yang cukup--menyakitkan bila didengar itu terdengar sangat dengan dua orang yang berada di sisi kana kiriku.

"L...o ka..al..aau ma.." aku merasa serak suaraku. Dengan tangan lemah aku menunjuk ke gelas yang berada di atas meja.

"Oh mau minum! Bilang dong!" Tukas ka Ori yang ada di kananku. Aku berniat menarik kupingnya kalau aku sehat nanti, ingatkan itu.

Dengan bantu Renan dan ka Ori sekarang aku sudah bersandar di tempat tidur dengan bantal.

"Lo apanya yang sakit?" Pertanyaan ka Ori membuatku menoleh kearahnya.

"Pusing. Dingin. Mual. Lemes." Kataku singkat.

"Mual? Jangan-jangan lo hamil ra!" Sahutan dari kiriku membuatku melotot.

Aku menjambak rambutnya, "Lo kalau ngomong dijaga! Hamil-hamil! Lo noh bunting!"

"ADAAWW DAWW RA SAKIT LEPASS!"

Aku tetap menarik rambut Renan. Dia ga tahu aja sekarang aku lagi suasana hati buruk dan malah dia berkata begitu, syukurin! Aku jadiin pelampiasan.

"Ara, ngapain kamu jambak Renan?"

Ah! Aku langsung melepas tanganku dari rambut Renan ketika mendengar suara Bunda. Dan kini tepat di kanan, sudah ada Bunda dan Ayahku.

"Jangan begitu sama Renan. Kamu kan, kemarin Bunda sama Ayah bilang apa. Jangan sekolah, ini nih akibatnya!" Omel Ayahku.

Aku hanya tersenyum--tanpa salah, "Ya kan aku anak rajin yah," ucapku.

"Wooooo!" Sorakan dari ka Ori dan Renan terdengar.

"Sayang? Bunda sama Ayah sebenarnya mau nemenin kamu, tapi ada urusan perusahaan yang mendadak buat Ayah sama Bunda pergi ke sana 1 minggu. Kamu gapapa ditinggal?" Tanya Bundaku sembari mengusap rambutku.

Aku menggangguk, lagian aku udah gede jadi ga mungkin harus manja terus. Betul?

"Kalau begitu, Ayah sama Bunda tinggal ya," Bunda bangkit dari duduknya dan mencium keningku, bergantian dengan Ayah, "Pesawat kita take off jam 10."

"Hati-hati Bun, Yah." Kataku.

"Ri, Nan titip Ara ya!" Ayahku berbicara dengan dua laki-laki.

"Siap yah!"

"Siap om!"

Setalah berpamitan ayah dan bunda pun keluar dari ruanganku. Aku langsung menatap ke arah Renan. Aku buat seolah-olah mataku ingin keluar.

"Lo kenapa melototin gue?"

Songong!

"Gue mau tanya, lo sama kakak!" Tunjukku ke arah ka Ori, "Kenapa punya sifat abnormal banget sih? Orang sakit bukannya disayang, diperhatiin kek, atau dimanja ini malah diketawain. Udah gitu pake teriak segala sampai gue aja kedengeran yang masih mimpi!"

"Mimpi? Lo mimpi apa? Jangan bilang lo mimpiin gue ra," celetuk ka Ori.

Aku menggeram, susah banget ngomong serius sama mereka berdua kalau normal (red: ga normal) keluar!

(Not) FriendzoneWhere stories live. Discover now