Bab XIV

783 35 1
                                    

Aku melirik ke arah Raise yang kini tertidur pulas di kasurku. Setelah meyakinkan bahwa Raise sudah terlelap. Aku pun bangkit dan memilih untuk mengambil cardigan yang aku gantung. Sepertinya cuaca di luar sedikit dingin, dan beberapa kali aku mendengar suara gemuruh petir.

Tok.. tok.. tok..

Suara ketukan pintu membuatku terkesiap. Berjalan menuju pintu, dan ketika membuka aku menemukan ka Ori.

"De, lo jadi ikut?" Tanyanya dan melirik ke dalam kamar.

Aku pun keluar dari kamar, dan menutup pintu perlahan takut Raise akan terbangun.

"Kenap lo?" Sahutku.

"Apanya yang kenapa?" Tanya balik ka Ori.

Terpaksa, aku letakkan telapak tanganku. Sepertinya ka Ori sedang tersambet sesuatu. Seumur hidupku kapan pernah dia panggil "de"?

"Apaan si lo ra?" Ka Ori menepis tanganku.

"HAHAHAHHA, lo kesambet apaan sih. Atau salah makan? Tumben aja manggil gue de." Kataku, sambil menahan suara tawaku.

"Sial lo! Gue lagi bener malah diketawain." Gerutu ka Ori, dan berjalan duluan di depanku.

Aku pun mengikuti ka Ori, dan berjalan di belakangnya. Saat di tengah tangga, ka Ori berhenti.

"Kenapa lo?" Tanyaku-lagi.

"Lo yakin? Mau ketemu Kay?" Tanyanya, dengan pandangan mata yang benar-benar meragu.

Aku pun tersenyum, dan menghampiri ka Ori. Merangkulnya sembari meneruskan jalan kami.

"Lo kata gue cengeng? Gue udah ikhlasin Kay. Jangan khawatir, karena perasaan gue juga udah mati rasa."

"Ra!"ka Ori menyentakku, tapi sekuat tenaga aku tetap memilih merangkulnya. Karena aku yakin, ketika aku lepaskan maka ka Ori akan memarahiku.

"Aku percaya, kebahagiaanku suatu saat ada. Meski bukan bersama Kay, dan tentunya setelah melewati proses sakit ini. Jadi, jangan khawatir ka. Gue bakal baik-baik aja." Yakinku.

"WOEEE LAMA BANGET KALIAN KAYA SIPUT. Udah lapar gue."

Aku tertawa, dan berlari kecil menuju ka Raiq yang berteriak dari depan rumah.

*

"ARA!!" teriakkan dari penghuni rumah langsung mengagetkanku yang baru saja tiba di depan. Aku pun mengusap dadaku, melihat kelakuan Kay. Ya ampun! Kalau bukan karena aku ga mikiri kesehatan dia, udah pasti aku bejek-bejek.

"Udah malam teriak aja lo!" Balasku, dan menjambak rambutnya meskipun hanya sebentar.

"DUH ARA!" Keluhnya, "Anjir, hobi lo jambak gue terus. Nanti gue bisa ga ganteng nih," Ucapnya dan mengusap rambutnya.

"Tadi rumah lo rame banget ada apaan? Sorry gue ga jenguk lo. Gue--" aku langsung memotong ucapannya dengan meletakkan telunjukku pada bibirnya.

"Berisik. Biasa tante sama om gue baru dateng." Jawabku, dan melenggang masuk ke halaman belakang. Di sana ada dua ayunan yang menjadi tempt favoritku sejak aku kenal dengan Kay.

"Tumben datang. Salam ya." Pinta Kay, dan aku mengangguk. Aku coba melirik di belakang Kay, kemana dua kakakku itu? Perasaan tadi mereka ada. Kenapa sekarang menghilang?

(Not) FriendzoneWhere stories live. Discover now