8. RASA DAN WAKTU

5.6K 214 2
                                    

1 minggu sudah berlalu, semenjak Ara pergi ke kantor Daren. Dan pertama kali juga ia bertemu dengan laki-laki yang ia panggil dengan nama Om Angga. Pagi ini Ara terlihat bersemangat, jumat kemarin ia sudah menerima email dari Angga.

Dan dirinya sudah diterima meskipun sebagai sekretaris. Ara tersenyum, setidaknya dia tidak menghabiskan waktunya dengan sendiri di dalam rumah.

"Ra, udah belum?" teriakkan Ori dari luar kamar membuat Ara kembali ke dunia nyata.

Sekali lagi, tersenyum di depan kaca. Tidak ada make up tebal, Ara hanya memoles dengan cushion dan lip tint kesayangannya.

"Yaa kak, ini gue mau keluar." Balas Ara.

Ara pun keluar kamar sambil menenteng heels hitam. Turun ke bawah dan berkumpul dengan keluarganya yang sudah siap di meja makan.

"Loh, Ara kok sepatunya ga dipakai?" Tanya sang Bunda.

Ara hanya tersenyum lebar, "Nanti aja dikantor bun. Ini Ara pakai sepatu biasa aja dulu."

"Loh, kamu kan baru masuk pertama kali. Kenapa ga langsung dipakai?"

Ara cemberut karena Bundanya sudah pasti akan mengocehinya dengan sikap yang belum bisa ia hilangkan.

"Udah Bunda, biarin aja. Lagian bos Ara itu temen Ori kok." Sela Ori.

Ara melongo dengan ucapan Ori. Angga temannya Ori? Di mana? Kenapa Ara tidak pernah kenal? Pertanyaan itu muncul bertubrukan di dalam kepalanya.

Tuk.

"Aw, apaan sih lo kak?" bentak Ara, sambil mengusap kepalanya yang begitu manisnya diketuk dengan sendok.

"Lo ngapain bengong? Lagi mikirin kenapa gue bisa kenal Angga gitu?"

Ara hanya menyengir, tapi tetap saja dalam hatinya ia penasaran.

"Lo harus cerita sama gue di mobil nanti." Ujar Ara. Dan langsung bangkit, tidak lupa mencium kedua pipi ayah dan Bundanya.

"Gue ga bisa antar lo nih. Ada jadwal pagi ini, buru-buru," balas Ori.

Ara hanya bengong, kakaknya itu dengan seenaknya lari meninggalkan Ara yang masih tidak mengerti. Semalam saja janji mau mengantarkan dirinya. Sekarang? Berarti memang sudah nasib Ara untuk bawa mobil sini.

"Ara mau Ayah anterin?" tanya Ayahnya, berdiri dari kursi makannya lalu menghampiri anak perempuan semata wayangnya.

"Ga usah Yah, aku bawa mobil aja." Balas Ara.

Ara pun tersenyum, mengambil kunci mobilmya. Saat ia di luar rumah, sesaat melihat sekeliling rumah ini. Benar-benar terasa asing. Di mana tembok yang dulu bisa ia loncati? Kenapa tembok disamping garasi nya terlalu tinggi? Di mana tanaman dulu Bunda dan Ia suka rawat? Di mana Gazebo dulu yang ada di teras? Dan kenapa ayunan itu terasa bukan kesayangannya?

Dan seketika itu pula Ara semakin yakin ini bukan tempat tinggal dirinya dulu. Bagaimana bisa? Dan di mana kotak itu? Kotak impiannya, kotak di mana ia tanam mimpi dulu. Dulu sebelum perempuan itu datang dan buat Kay memilihnya.

"Kenapa Ra?" Tanya Bunda yang masih melihat Ara ada di depan pintu.

"Bunda.." Ara msih tidak bisa berucap. Bagaimana ia baru bisa mengingat ini? Ini bukan rumahnya.

"Ara kenapa?" Sang Bunda pun langsung merangkul putrinya yang terlihat akan roboh.

"Pohon cemara yang dulu ada di depan rumah kemana bun?"

Bunda nya hanya tersenyum.

"Ara kerja dulu. Ini hari pertama kamu, jadi jangan terlambat." Ara sedikit melirik ke arah Budanya yang mengalihkan pertanyaannya.

Unless YouWhere stories live. Discover now