ꦆꦧꦸ

31.5K 1.8K 85
                                    

"Aku tidak perduli sejahat apapun dunia menghajarku, asal Ibuku baik-baik saja, maka duniaku pun akan selalu baik."
-Aldian-

"Tajamnya pisau masih tak sebanding dengan kepedihan yang disebabkan oleh ujung lidah yang bengis dan beracun dari manusia."

________

📖

  Rumah berukuran minimalis di sebuah gang kecil itu tampak begitu gelap, membuat Aldian yang melihatnya jadi terheran

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Rumah berukuran minimalis di sebuah gang kecil itu tampak begitu gelap, membuat Aldian yang melihatnya jadi terheran. Dia rasa, mungkin Ibunya ingin tidur di kegelapan, sama seperti kehidupan yang saat ini mereka rasakan, gelap dan sedikit sesak.

"Mboten nopo-nopo Bu. Insyaallah, kita nanti bahagia," ucapnya dengan suara parau. (Tidak apa-apa Bu. Insyaallah, kita nanti bahagia,)

Tersenyum tipis, cowok berhoodie hitam itu, kemudian membuka pintu rumahnya dengan kunci cadangan yang memang dirinya bawa saat ke sekolah.

Aldian sama sekali tidak perduli dengan aturan sekolah. Demi menemui sang Ibu yang saat ini tengah sakit, cowok itu rela kabur setiap malam dari asrama agar bisa menemui Ibunya. Persetanan dengan kepala sekolah yang akan menghukumnya nanti, Aldian sudah menganggap itu semua hanya badai kecil yang menerjangnya. Tidak sakit, hanya membuatnya kotor dan berantakan saja.

Handle pintu diputar perlahan oleh Aldian. Seketika itu pula, aroma tidak sedap langsung menyeruak menusuk indra pencium cowok itu, membuatnya mengusap hidung berkali-kali. Aldian rasa, mungkin Ibunya terlalu lelah, sehingga tidak sempat beres-beres.

Menggelengkan kepalanya pelan, kemudian tersenyum tipis. Aldian pun mulai memunguti satu-persatu barang yang berceceran, mengembalikan ketempatnya. Setelahnya, cowok berhoodie hitam itu langsung melangkahkan kaki jenjangnya menuju kamar berpintu warna putih. Kamar tempat bidadari cantik dan surganya berada.

"Ibuk, Aldian mantok, Buk..." riangnya. (Ibuk, Aldian pulang, Buk...)

Pintu kamar berwarna putih itu langsung dibuka oleh Aldian. Namun bukannya melihat sang bidadari, Aldian malah hanya melihat kegelapan dari kamar ini.

"Ibuk?"

Tak ada jawaban. Ruangan ini begitu gelap, membuat matanya tak bisa melihat apapun.

Melangkah perlahan, Aldian kemudian meraba tembok, mencari tombol lampu berada. Setelahnya, netra cowok itu langsung menelusuri luas ruangan kecil kamar, mencari keberadaan Ibunya.

"Ibuk?" panggil cowok itu.

Ujung rambut berwarna hitam legam yang berada dari balik sisi kiri ranjang tempat tidur, membuat dahi cowok itu berkerut.

ZFC (Kita Semua Berhak Sembuh)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora