Chapter 5: Recollect

782 88 4
                                    

Siang yang dingin. Langit biru kini dipenuhi oleh awan-awan kelabu yang tinggi keberadaannya. Bukan berarti sekarang akan turun hujan, tapi memang begitulah pemandangan langit di musim salju-penuh dengan warna kelabu.

Di akhir tahun ini, tidak aneh jika salju sering bermunculan di siang hari. Walau kali ini salju belum turun, namun suhu udara di luar sudah cukup dingin hingga memerlukan jaket tebal jika ingin keluar rumah.

Hari ini-atau lebih tepatnya malam ini-aku berencana untuk pergi ke kuil yang dekat dengan rumahku bersama dengan pacaraku-Yuuko Chiaki. Dan karena besok, di tanggal 1 Januari adalah ulang tahunnya, aku berencana akan mengajaknya makan malam di restoran Amour de Fleurs, setelah selesai berdoa di kuil. Selepasnya aku tidak ada rencana yang pasti, tapi aku ingin sekali melihat matahari pertama di awal tahun ini bersama dengannya.

Dan karena itulah, banyak persiapan yang harus kulakukan saat ini, dan salah satunya adalah pergi ke restoran tersebut untuk memastikan meja pesananku sudah disiapkan.

Pintu apartemen kubuka perlahan. Dengan berdesakan angin dingin segera memasuki kamarku. Seketika tubuhku menggigil saat angin itu menyentuh lembut permukaan kulitku

"Brr... sepertinya malam ini akan tambah dingin."

Ujarku sambil menggosok-gosokkan telapak tanganku.

"Ara Hyuuga-san, ingin pergi ke mana?"

Suara gadis di sampingku mengejutkanku. Wajah yang cukup familiar kulihat, gadis perawakan tinggi, dengan kulit putih, dan rambut panjang sebahu berwarna hitam. Hanya saja entah kenapa aku tidak bisa mengingat siapa dia sampai kulihat sebuah kunci di tangannya. Kunci apartemen biasa dengan gantungan berbentuk kotak dengan nomor 205. Saat itulah aku sadar bahwa gadis ini adalah tetangga di sebelah apartemenku. Tapi tetap saja aku tidak mengingat namanya.

"Ah, iya begitulah... sekarang aku mau pergi ke restoran Amour de Fleurs untuk memastikan pesanan mejaku."

"Eh? Amour de Fleurs? Restoran Perancis yang baru buka itu?"

"Ya, yang itu."

"Ada perayaan apa sehingga pergi ke restoran mewah seperti itu?"

"Sebenarnya besok adalah ulang tahun pacarku, bertepatan dengan tahun baru. Karena itu aku berniat merayakan ulang tahunnya setelah kami berdoa dari kuil malam ini."

"Oh, pacar Hyuuga-san yah... emmmh, kalau begitu aku minta maaf jika memperlambatmu. Aku akan kembali ke ruanganku, selamat siang."

Percakapan kami berakhir dengan dia berjalan melewatiku, dan masuk ke dalam apartemennya . Bahkan sampai akhir percakapan aku masih penasaran, siapa namanya?

Siang itu, kutelusuri jalan setapak yang akan kulalui malam nanti bersama Yuuko. Memastikan jalan mana yang paling cepat dan jalur mana yang lebih aman untuk dilalui. Begitulah diriku ketika menyangkut masalah seperti ini, berusaha untuk seperfeksionis mungkin.

Kutapakki jalan mulai dari apartemenku menuju stasiun tempatku nanti menjemput Yuuko. Kemudian dari stasiun menuju kuil, dan terakhir kuil menuju restoran Amour de Fleurs.

Setiba di sana, tentu saja kembali pada tujuan awalku, yaitu memastikan pesanan mejaku. Meja untuk dua orang di dekat jendela dengan pemandangan menara merah kebanggan warga Tokyo-Tokyo tower-sebagai latarnya. Tempat duduk terbaik di restoran ini.

Aku pun pulang ke apartemen, kemudian beristirahat agar malam nanti tidak kelelahan. Walau niatku hanya bersantai biasa, tapi entah sejak kapan aku justru tertidur lelap di sofaku.

Pukul 20.10, aku baru terbangun dari tidur lelapku. Masih ada 3 jam untukku bersiap sebelum bertemu dengan Yuuko. Aku pun pergi mandi untuk menghilangkan bau apek setelah seharian berkeliaran di jalan. Berganti pakaian dengan baju berlengan panjang berwarna hitam dan celana panjang berwarna abu-abu. Menata rambutku sehabis mandi agar kembali ke wujudnya yang biasanya. Dan akhirnya aku siap berangkat.

Pukul 22.38, kuambil mantel coklat berkerah tinggi yang kugantungkan di dekat pintu keluar. Kuputuskan untuk berangkat lebih awal dan menanti Yuuko di taman depan stasiun. Walau sudah sering melihatnya, tapi tetap saja aku kagum, melihat banyak sekali orang begerombol di depan stasiun seperti ini. Beberapa gadis muda berkimono yang bercanda tawa dengan teman-temannya. Sepasang kekasih yang berjalan saling bersebelahan. Beberapa orang yang berdiri menunggu koleganya. Depan stasiun kini dipenuhi oleh orang-orang seperti mereka.

Apa aku bisa menemukan Yuuko di tempat seperti ini?

Aku pun mengirim e-mail pada Yuuko, memberitahukan pakaian yang kukenakan dan mengatakan padanya aku menunggu di dekat jam yang ada di taman. Akan seperti apakah penampilan Yuuko masih misteri dalam benakku. Apakah dia akan muncul dengan kimono cantik berwarna putih? Ah, siapa yang tau. Tapi aku sangat berharap jika dia memakainya.

Saat pikiranku berada dalam fantasi yang lebih liar, seseorang datang dan menubruk tubuhku dari belakang. Ketika aku berpaling aku hanya bisa mengetahui bahwa dia seorang gadis dengan perawakan yang tidak lebih tinggi dariku, dan menguncir rambut coklatnya ke belakang.

"Tatsumi, maaf lama menunggu."

Wajahnya pun terangkat, menunjukkan kulit putihnya dengan pipi sewarna sakura. Senyum mengembang di bibir merah delimanya. Mata coklatnya berkilauan di bawah lampu taman pada jam yang di dekatku. Hanya ada satu makhluk indah berwujud seperti ini dalam ingatanku.

"Tak apa kok, aku rela menunggu hingga mati kedinginan jika itu untukmu, Yuuko."

"E-eh? Selama itukah kau menunggu? Maafkan aku!"

Dia pun langsung ambil langkah mundur dan menundukkan kepalanya sembilan puluh derajat.

"Tidak seperti itu juga, aku tidak menunggu terlalu lama kok."

Kuusap kepalanya untuk menenangkannya. Menunggunya hingga berdiri tegak kembali dan berkata 'Syukurlah,' seraya menghembuskan nafas lega.

Saat dia berdiri tegak itulah, kusadari pakaian yang dikenakannya adalah kaos berleher tinggi berwarna pink dan blazer putih melapisinya. Dan bawahannya tertutupi oleh stocking hitam dan rok sepaha berwarna merah. Sepatunya boots coklat berbahan kulit menutupi tiga perempat betisnya. Memang tidak seperti kimono yang kuharapkan, tapi dia tetap cantik dengan pakaian yang dipilihnya saat ini.

"Ke-kenapa kau menatapku seperti itu? Apa pakaianku aneh?"

Ucapnya dengan minder sambil mencoba menutup-nutupi pakaiannya.

"Tidak, hanya saja kupikir kau akan memakai kimono."

"EH?! Kimono? Jadi kau ingin aku memakai kimono? Uuuh... harusnya aku memang memilih kimono saja...."

Dia pun berjongkok dengan tampang menyesal, dan seakan melindungi kepalanya, dia menaruh kedua tangannya di ubun-ubun kepalanya.

"Tapi kau sekarang pun juga cantik kok."

Ucapku sambil mensejajarkan pandangan kami, kusentuh pipi hangatnya dan menarik pelan tanganku menuruni wajahnya dan mengangkat dagunya perlahan.

"Aku tetap akan menyukai apapun yang kau kenakan, karena paras cantikmu lebih penting daripada pakaian yang kau kenakan."

Pipinya berubah semerah tomat, diikuti dengan senyuman kembali mengembang di wajahnya.

"Kalau begitu, kita pergi sekarang?"

Kuulurkan tanganku padanya, dan mengajaknya berdiri. Kemudian melangkah bersama, bersebelahan dengan senyum menghiasi wajah kami.

Reset ButtonWhere stories live. Discover now