Chapter 9: Result

625 84 7
                                    

Aku sudah berdiri di depan pintu bernomor 205, pintu dari ruang milik Akane Tachibana, tetanggaku yang juga merupakan ‘calon’ pembunuh Yuuko. Keberadaannya di tempat itu lah yang memulai segalanya. Karena itu, jika dia tidak berada di sana, maka paradox waktu ini dapat berhenti, dan nyawa Yuuko besar kemungkinan terselamatkan.

Kutekan bel rumahnya, menghasilkan suara berupa ‘biip’ yang terdengar samar di dalam rumahnya. Lama menanti, dan akhirnya suara seorang gadis pun terdengar dari speaker intercom di depan ruangannya.

[Ya?]

“Akane, ini aku.”

Kutampakkan wajahku di hadapan intercom. Sempat terdengar suara ‘eh’ pelan dari saluran di seberang sana.

[A-ada apa, Hyuuga-san?]

“Ada yang ingin kubicarakan, boleh aku masuk?”

Tak ada balasan. Hanya sepi dan senyap yang menjawab pertanyaanku. Tapi tak lama suara kunci pintu dilepaskan terdengar, dan terbukalah pintu itu menampakkan sosok gadis putih berperawakan tinggi dengan rambut hitam sebahunya.

“Silahkan masuk.”

Ucapnya sambil tertunduk tak ingin menatap wajahku.

Dipersilahkannya aku duduk menunggu di ruang tamu, sedangkan dia masuk ke dalam dapur dan menyiapkan minuman. Sebuah bantal telah disiapkan di sekitar meja kecil untuk diduduki. Aku ambil posisi duduk yang memungkinkanku untuk memperhatikannya di dapur, menunggu hingga minuman hangat yang dibuatnya selesai.

Tak lama setelah bunyi bising dari ceret terdengar, dia pun keluar dari dapur membawakan dua gelas teh yang masih mengepul-ngepul.

Dia masih tidak mau menatapku, pandangannya dari tadi hanya menatap lantai. Kuambil gelas yang disuguhkannya dan menyeruput sedikit isinya.

“Aku menyukai Yuuko.”

Kukatakan dengan lantang di hadapannya perasaanku pada Yuuko. Responnya kaget dan terpukul, namun mata hitam legamnya masih diarahkannya pada lantai dingin itu.

“Aku sangat menyukainya bahkan aku rela melakukan apapun untuknya.”

“A-ada apa tiba-tiba kau berkata begitu?”

“Aku baru menyadarinya siang tadi ketika kita berpapasan di depan pintuku. Tentang perasaanmu padaku yang sudah kau simpan bertahun-tahun.”

Wajahnya nampak tidak nyaman. Pilu, kurasa kata itulah yang dapat kukatakan untuk menggambarkan perasaannya saat ini.

“Sebenarnya aku tidak langsung menyadarinya, aku perlu waktu yang sangat lama untuk bisa mengingat tentangmu, dan perlu waktu yang sangat lama untuk memahami ekspresimu di siang itu. Tapi aku sudah mempunyai Yuuko, aku sangat menyukainya, karena itulah...”

Aku pun bergeser pelan ke belakang, kemudian menundukkan kepalaku hingga menyentuh lantai.

“Maaf, aku tidak bisa menjawab perasaanmu.”

Lama dia terdiam, sampai akhirnya suara yang bergetar terdengar dari mulutnya.

“Kau curang... butuh waktu hingga tiga tahun kukumpulkan keberanianku untuk menyapamu siang tadi. Kupikir akhirnya aku bisa mengajakmu pergi malam ini, tapi ternyata kau sudah punya seorang kekasih...”

Kali ini dia terdiam lama. Samar-samar kudengar suara isak tangis. Kuangkat kepalaku dan kutatap wujudnya. Air mata deras mengalir dari pojok matanya. Setiap tetes yang keluar diusapnya dengan kedua lengan bajunya. Hingga tadi dia mencoba untuk tetap tegar dan tidak meneteskan air mata itu. Tapi sekarang emosi itu sudah tidak terbendung lagi.

Reset ButtonWhere stories live. Discover now