Reyga berdecak.Sialan, karena dering ponsel mengganggu, Reyga melonggarkan dasi di leher yang terasa mencekik sebelum mengangkat panggilan telepon.
Strategi berhenti, niat yang semula segera balik ke kelas otomatis tertahan. Berdiri membelakangi, Reyga meletakkan satu Styrofoam berisi nasi goreng spesial, dan dua susu kotak di salah satu meja kantin.
"Iyaaa deh maksaaa, susu kotak sama nasi goreng aja."
"Sure tuan putri, tungguin bentar ya."
Papa?
Reyga mengusap wajah menatap layar ponsel, seolah sudah mencium feeling negatif. Karena apapun tentang papa, selalu negatif, kasar, memaksa, dan suka mengatur. Kelewat tegas, tentu saja.
"Lo ga lupa kalo gue calon tunangan lo kan Rey?" Tamara memaksa tawanya mengalun, menatap nanar wajah dingin Reyga.
"Papi gue sama papa lo itu bersahabat baik―"
Bersahabat baik.
Reyga tertawa miris, diantara semilir angin yang menerbangkan poni berantakan di sela-sela matanya itu, dan diantara suara samar-samar murid berlalu lalang di kantin ini.
Kenapa harus Tamara?
Perempuan dari masa lalu, yang beberapa tahun lalu menyebabkan Reyga merasakan luka terhebat.
"Kenapa?" Reyga menggelar suara sedingin es, bahkan lebih, wajah tampannya tak kalah berbeda alias datar.
"Kamu masih di sekolah?"
"Kayaknya masih, Pa, ini jam-jam istirahat soalnya."
"Papa bisa paksa dia pulang Ra―"
"No, gausah Pa, tungguin sampe bel aja karena Tamara yakin Rey ga bakalan mau bolos, cukup jangan biarin Reyga pulang malem.. ya?" kalemnya.
Dugaan Reyga tidak meleset, negatif, semua tentang papa akan berkaitan dengan Tamara.
Reyga begitu menyayangkan kenapa papa tidak mau mengerti kalau Tamara adalah lukanya di beberapa tahun kemarin.
Interval.
Atau mungkin selama ini papa memang tidak pernah tahu apapun mengenai putranya.
"Papa ada mau ngomong ke Reyga atau ngga? kenapa malah sibuk sendiri kayak gini? kalo ga penting, Rey izin matiin, Rey sibuk."
Reyga bertambah malas, bibirnya pucat, demi apapun rasanya Reyga ingin tuli saja waktu suara Tamara ikut nimbrung di seberang sana.
"Nanti kalau sudah bel, langsung pulang, jangan berani pulang larut malam kamu!" tegas Bram.
YOU ARE READING
REYGA [REVISI]
Teen Fiction... enjoy, don't rush. thank u for those who want to support this work, hopefully it will last until the end. *** "Pergi dari gue Nay, lo harus sadar, lo harusnya benci ke gue, kesalahan gue sama keluarga lo emang ga pantes buat dimaafin." Kanaya Au...