Bab 8 :: Pengantin Pengganti

2K 277 20
                                    


YEAYY UPDATE LAGI! MINGGU INI UPDATE DUA KALI YA HAHAHAHA. SO HAPPY JUGA ADA WAKTU LUANG BUAT NULIS CERITA INI. SEBENERNYA AKU LAGI SUKA BANGET SAMA ALUR CERITA UNEXPECTED MARRIED INI. But, RASANYA SIBUK BGTT UDAH SMESTER TUA.

MAKAASIH GUYS YG UDAH MAU MAMPIR. SELAMAT MEMBACA YA! KHUSUS CERITA INI DAN WIFII AKU GA ADA TARGET KOMEN DAN VOTE KOK HEHE BEBAS AJA KARENA BUAT SERU SERUAN.

Cuman, ya jangan lupa buat vote komen dan share yaa!!

~~~***~~~

Ruangan yang tersekat dengan ruang periksa berukuran lima kali enam meter itu tampak lebih luas, designnya pun dibuat mewah meskipun terlihat sederhana. Rachel yakin, ruangan ini di buat khusus sesuai dengan selera calon suaminya.

Gadis itu berjalan sambil membaca satu persatu hiasan dinding yang menggantung. Membiarkan Alkan duduk di atas kursi kebangsaan milik Nicho. Hingga suara cowok itu memecah keheningan di antara mereka.

"Biar aku tebak, kursi ini pasti harganya puluhan juta.." ucapnya ngawur sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang empuk.

Rachel menoleh ke arah Alkan, cowok itu tersenyum lebar sambil memejamkan mata.

"Kak, lihat deh! Bayangin kalo aku yang duduk di sini, keren kan?" Lanjut cowok itu yang membuat Rachel ingin menoyor kepala sang adik. Namun sepertinya takdir berkata lain, tiba-tiba saja perutnya terasa begitu sakit.

"Aakh.." desah Rachel sambil memegang perutnya sendiri.

"Kenapa, Kak?" Kaget Alkan yang bangkit berdiri.

"Kakak.. mau ke kamar mandi dulu," ucapnya seraya meraba gagang pintu ruangan itu.

Rachel pun berjalan menuju Kamar mandi, awalnya ia tersesat karena tidak tau letak ruangan itu. Tapi, akhirnya seorang perawat membantunya untuk menunjukan letak Kamar Mandi.

Selang sepuluh menit, Rachel kembali untuk menuju ruangan Dokter Nicho. Langkahnya pun memelan karena tidak sengaja mendengar suara beberapa perawat yang berdiri di depan meja pendaftaran sedang menyebut nama calon suaminya.

Rachel menggeser tubuhnya untuk berdiri di balik tembok pemisah antara mereka.

"Kalian lihat nggak tadi? Dia ngaku jadi calon istrinya Dokter Nicho.." ucap seorang perawat dengan rambut yang di kucir rapih.

"Apa bener Dokter Nicho dan Dokter Rinjadi udah putus?"

"Denger denger, mereka kan memang batal menikah. Karena Dokter Rinjani harus pergi pendidikan ke luar negri. Katanya dapet rekomendasi beasiswa dari PT Candra. Siapa lagi? Kan memang orang tua Dokter Nicho tidak setuju dengan hubungan mereka.." jelas salah satunya, yang samar samar masih bisa di dengar oleh Rachel.

"Ya, pasti itu rencana orang tua Dokter Nicho untuk memisahkan keduanya. Tidak salah, sih. Tapi kalau dilihat, Dokter Rinjani memang sangat cocok bersama Dokter Nicho. Mereka sama-sama Dokter kan.."

Rachel menghela nafasnya. Tanpa sadar bibirnya mengerucut dengan hati yang sedikit kesal. Bukan masalah kalau Dokter Nicho adalah pria populer di Rumah Sakit ini. Terlebih risiko menjadi buah bibir memang sudah sangat lazim. Namun, bagaimana mereka bisa membandingkan dirinya dengan Dokter Rinjani atau siapa lah itu. Rachel adalah Rachel, Rinjani adalah Rinjani. Meskipun Rinjani bergelar Dokter sekalipun, Rachel juga tidak kalah baik dalam hal pendidikan. Apa dirinya juga tidak pantas untuk bersanding dengan Dokter idaman mereka?

"Kalau dilihat, calon istri Dokter Nicho yang sekarang memang terlihat berkelas. Tidak kalah cantik dengan Dokter Rinjani."

"Jangan bercanda, soal selera mereka jelas berbeda. Terlihat kan bagaimana penampilan calon istri Dokter Nicho yang baru?"

Penampilannya? Beraninya mereka mengomentari gaya penampilannya?

Rachel meneliti penampilannya sendiri dadi atas sampai bawah. Semua terlihat elegan dengan barang barang yang mahal. Toh, semua barang yang ia pakai saat ini hasil keringatnya sendiri setelah bekerja di perusahaan Papa. Tetap saja, Rachel juga harus bekerja untuk mendapatkan apa yang ia mau.

Muak mendengarkan percakapan para perawat itu, Rachel memutuskan untuk keluar dari persembunyiannya. Gadis itu berjalan melewati sekelompok perawat yang masih berdiri di depan meja pendaftaran dengan acuh.

Suara mereka pun berhenti menyebutkan nama Dokter Nicho saat melihat kehadirannya. Salah satu dari mereka juga mewakili untuk menyapa Rachel.

"Nyonya, apa anda butuh sesuatu?" Rachel menghentikan tubuhnya, memasang kaca mata hitam yang tadi sengaja ia lepas, hingga akhirnya kaca mata itu bertengger manis di wajahnya, Rachel menoleh ke arah kumpulan perawat wanita itu dengan arogan.

"Ya? Kamu ngomong sama saya?" Pertanyaan itu sontak membuat perawat yang dari tadi paling keras membicarakan dirinya menutup mulut rapat rapat.

"Ah, sepertinya Operasi Dokter Nicho sudah selesai. Saya akan segera.."

"Nggak usah, saya mau pergi aja. Di sini panas.." potong Rachel kemudian mengibaskan rambutnya yang tergerai bebas ke belakang. Rachel kembali berjalan menuju ruangan Dokter Nicho untuk menemui sang adik. Tidak lupa, ia juga melepaskan kaca mata hitam yang tadi ia pakai. Memakai kaca mata dengan lensa gelap di dalam ruangan membuatnya kesusahan untuk melihat sekitar.

"Alkan.." panggil Rachel begitu ia mendorong daun pintu.

"Iya?" Tanya Alkan yang ternyata sibuk bermain Game di ponselnya. Cowok itu masih duduk di atas kursi kebesaran milik Dokter Nicho.

Melihat hal itu membuar Rachel buru buru masuk ke dalam untuk menarik adiknya dari sana.

"Isssh, ngapain sih kamu? Jangan duduk di situ. Nanti kalo kursinya rusak gimana? Ketahuan dong kalo kita kesini.." Alkan sudah berdiri dengan posisi mematung mendengar celotehan Kakaknya.

"Lah, bukannya kita kesini mau ketemu Kakak Ipar ya, Kak?"

Rachel menggelengkan kepalanya beberapa kali dengan tegas. Tidak, mereka di sini tidak untuk bertemu Nicho. Mau di taruh mana muka Rachel kalau ia ketahuan diam diam menyelidiki Nicho.

"Jadi? Kita pulang tanpa ketemu Kakak Ipar?"

"Iya, udah ayo! Buruan kita pulang, sebelum Papa sadar kita nggak ada di kamar!"

"Tapi, tadi Mama udah chat aku, nanya aku sama Kakak kemana. Terus aku jawab, kita lagi mau ketemu Kakak Ipar. Terus kata Mama hati-hati. Berarti nggak ada amarah atau pertumpahan darah kak habis ini. Jadi, Kakak nggak perlu khawatir."

"Isshh!! Udaahh ayo pulang!" Rachel menarik paksa tangan Alkan, kemudian mereka keluar dari ruangan Dokter Nicho.

"Dokter," panggil seorang perawat yang menghentikan langkah Nicho. Pria itu merasa lelah karena baru saja keluar dari ruang Operasi. Hampir empat jam ia berusaha menyelamatkan nyawa seseorang, dan bonusnya adalah pasien utu berhasil melewati masa kritisnya, Nicho berhasil menyelamatkan nyawa pasiennya.

"Ya?" Ucapnya lesu, karena sejujurnya kakinya terasa agak gemetar. Nicho belum makan sama sekali sejak pagi, dia juga belum sempat minum kopi. Dan sekarang sudah hampir pukul tiga sore yang artinya sebentar lagi waktu untuk membuka praktek di rumah.

"Dokter, tadi ada tamu yang menunggu di ruangan Dokter."

"Siapa?" Nicho melanjutkan jalannya, di ikuti seorang perawat wanita yang berambut kucir kuda.

"Seorang perempuan, dia bilang calon istri Dokter.."

Nicho reflek berhenti. Ia berbalik untuk menoleh ke arah si perawat dengan kening berkerut.

"Calon istri saya? Rachel?" Tanyanya ragu.

"Iya. Nyonya Rachel datang, tapi sekitar lima belas menit yang lalu dia keluar dari ruangan Dokter Nicho. Saya sudah menyuruhnya untuk menunggu dan menemui Dokter."

"Oh, oke terimakasih ya." Ucapnya kemudian berbalik untuk melanjutkan jalan.

Nicho masuk ke dalam ruangannya. Ia kembali menutup pintu, ruangan tampak sepi, bahkan tidak ada tanda tanda seseorang ada di sini. Jaket dan snelli yang menggantung di sudut ruangan tidak berubah sejak terakhir kali ia melihatnya.

~~~***~~~
JANGAN LUPA VOTE KOMEN DAN SHARE YA!!!

YUK KOMEN DI BAWAH, GIMANA SAMA KELANJUTANNYA NANTI? KIRA KIRA RACHEL MAKIN BENCI ATAU BIASA AJA YA?

Unexpected MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang