5#RUBY

229 201 196
                                    

Setelah malam panjang penuh kekhawatiran yang dialami Dean dan Arisha, pagi ini akhirnya mereka bertemu. Seperti janji semalam, Dean menjemput Arisha untuk pergi ke kampus bersama.

"Om, tante, Dean izin bawa Arisha nya ya?", ucap Dean lembut sembari mencium punggung tangan kedua orang tua Arisha. Yang kemudian diikuti oleh Arisha dibelakangnya yang juga melakukan hal yang sama.

"Iya nak Dean, hati-hati dijalan ya?", sahut Shania, bunda Arisha.

"Siap tante.", ujar Dean dengan senyum lebar yang mengembang.

"Assalamualaikum", pamit Dean dan Arisha hampir bersamaan.

Ayah dan Bunda Arisha tersenyum hangat pada keduanya.
"Waalaikumussalam."

Setelah motor Dean melaju beberapa meter, Bunda Arisha kembali bersuara.

"Nak Dean kelihatannya baik ya yah? Sholeh lagi. Ngga kayak anak sebelah", julid sang Bunda. Sungguh, Arisha mewarisi sifatnya yang satu itu.

"Huss, bundaa. Ngga boleh ngomong gitu. Mamanya anak sebelah bos nya ayah kalo bunda lupa", tegur pak Abdul, ayah Arisha.

"Iya-iya, yahhh. Gimana bunda bisa lupa kalau setiap hari ayah ingetin itu ke bunda", kesal Bunda sembari masuk kedalam rumah. Meninggalkan suaminya yang menatap dirinya dengan gelengan kepala. Bunda selalu saja merasa kesal setiap Ayah membicarakan tentang status sosial tersebut. Bunda selalu bilang bahwa harta dan strata tidak terlalu penting didunia ini. Asal mereka bertiga hidup bahagia dan selalu bersama, itu akan lebih dari cukup. Tapi bagaimanapun, ayah akan selalu membanting tulang dan berusaha mencukupi kebutuhan keluarga mereka, karena seperti yang orang bilang 'Uang memang bukan segalanya. Tapi segalanya butuh uang.'

"Ngga anak ngga bunda sama-sama suka ngambek, hihi. Eh, kok ngga bisa dibuka. BUNDAAAA, KOK PINTUNYA DIKUNCI?", teriak ayah dari luar.

"BIARIN, AYAH PIKIR BUNDA NGGA DENGER AYAH NGATAIN BUNDA NGAMBEKAN?", balas Bunda dengan berteriak dari balik pintu rumah.

"Kedengeran ternyata hehe", Ayah sedikit terkikik mendapati Bunda marah karena perkataannya.

"YAIYALAH KEDENGERAN, AYAH NGOMONGNYA KAYAK PAKE TOA. NANTI MALEM AYAH TIDUR LUAR", teriak Bunda lagi.

"Ya Allah Bunnn, ini kan masih pagi, kok udah disuruh tidur luar sih", rengek Ayah.

"BODOAMAT", jawab Bunda yang ditanggapi helaan nafas panjang dari Ayah.

Sesampainya di kampus, Dean melepaskan helm di kepala Arisha dengan hati-hati.

"Zy, kita ngomong disana aja ya?", tanpa basa-basi, Dean menunjuk sebuah bangku dibawah pohon rindang di samping kampus.

"He'em", jawab Arisha sembari menetralkan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Ia kira Dean sudah lupa tentang itu, atau setidaknya mereka akan bicara setelah kelas selesai. Tapi tidak. Sepertinya pria itu sangat ingin membicarakannya sekarang. Perasaan Arisha menjadi sangat tidak enak, pasalnya Dean tidak berbicara sepatah katapun dengannya selama di perjalanan. Ditambah wajah tampannya yang kini terlihat serius dan itu cukup membuat Arisha merasa takut.

"Duduk disini", titah yang laki-laki.

Arisha hanya menurut tanpa menjawab sepatah katapun. Lidahnya terlalu kelu untuk sekedar bicara dengan Dean. Bukan tanpa alasan, Dean selalu terlihat mengerikan ketika seperti ini. Wajah berseri dengan tatapan teduh miliknya akan hilang dan berganti menjadi tatapan yang mematikan ketika sedang marah.

COIN || Dean Abimana PutraWhere stories live. Discover now