16#CYAN

72 38 121
                                    

Dulu sekali, Dean pernah mendengar sebuah kalimat bijak. Katanya 'mencintai tidak harus memiliki' , tapi Dean sadar itu hanyalah omong kosong belaka. Manusia terlalu serakah hanya untuk sebatas mencintai tanpa memiliki. Sama seperti dirinya.

"Arisha mau nikah? Apa jangan-jangan sama Rafa?", tanya Dean pada dirinya sendiri.

Lalu bukannya berlalu dari pintu kamar seperti yang Arumi ingin, Dean justru kembali masuk kedalam kamar adiknya itu.

"Ar", panggilnya.

"A-ada apa lagi sih Kak?", jawabnya terbata. Arumi hanya merasa sedikit bersalah jika Dean mendengar apa yang ia gumamkan tadi.

"Daripada kamu jadi ubi, mendingan kamu beres-beres rumah. Liat tuh ruang tengah mirip banget sama kapal pecah", kata Dean.

"Kan ada Mama, nanti biar Mama yang beresin, hehe", cengir Arumi.

"Jangan gitu dong. Kamu kan anak gadis, kasian juga Mama harus beres-beres sendirian", bujuk Dean.

"Iya-iya, nanti Arumi beresin deh", pasrahnya.

"Nah gitu dong. Kakak keluar bentar ya?"

"Mau kemana?", tanya yang bungsu penasaran.

"Mau pergi, jauh"

Hembusan nafas kasar terdengar setelahnya. Seolah ingin mengajak siapapun yang mendengarnya ikut tertusuk keperihan yang sama.

"Kakak jangan lama-lama ya perginya? Jangan pulang kemaleman juga", titah Arumi.

"Engga lama kok, paling pulang pagi hehe", canda Dean sembari mendekat, kemudian mengelus pucuk surai coklat milik sang adik.

"Kakak mah gitu. Nanti sakit lagi terus mati muda baru tau rasa", kesal sang adik.

Dean yang mendengar hal tersebut menarik napas dalam-lagi, kemudian terkekeh. Entah apa yang lucu dari perkataan itu. Sementara Arumi segera menutup mulutnya dengan telapak tangan-merasa bersalah.

"Eh, maaf Kak. Bukan gitu maksud Arumi", cicitnya.

Alih-alih jawaban, seutas senyum tipis-lebih seperti senyum yang samar terbit di wajah sayu Dean. Seolah mengatakan 'tidak apa-apa' pada semesta. Lalu setelah menatap adiknya lamat-lamat, Dean berbalik. Hingga sebuah tangan memeluknya erat dari belakang.

"Nanti Arumi tunggu Kakak di ruang tamu. Kalau Arumi ketiduran teriak aja, ya?", ujar Arumi.

"Ngga usah nunggu. Mungkin Kakak nanti pulang agak terlambat. Kamu selesai beres-beres rumah langsung tidur aja",

Dean merasakan deru napas hangat di punggungnya. Ia tahu adiknya itu pasti sedang mendengus sebal.

"Segala diingatin lagi. Toh, bisa beres-beres rumah besok aja", gerutu Arumi.

"Takutnya besok....ngga sempat aja", cicit Dean sebelum benar-benar menghilang dibalik pintu kokoh itu.

Malam terasa lebih dingin. Entah sebab waktu yang mulai menuju ke pukul setengah sembilan malam, atau mungkin sebab hujan yang sudah berjam-jam jatuh membasahi bumi sejak sore temaram tadi. Bahkan sampai sekarang pun, gerimis masih setia menemani malamnya sang bumi beserta jutaan manusia di dalamnya.

COIN || Dean Abimana PutraWhere stories live. Discover now