Prolog:

1.4K 90 2
                                    

Aku baru saja turun dari mobil, ketika kulihat Mobilio hitam juga terparkir di depan pagar rumahku.

Mobilio hitam itu jelas milik Erwan, pria yang sudah kupacari selama Dua tahun ini. Tapi aneh banget dia parkir di depan pagar rumahku yang letanya pas berseberangan dengan rumah Bik Maemunah, bibikku. Alias adik dari ibuku.

Tanpa berpikir lebih jauh lagi, aku memasuki rumah. Berniat mengganti baju, cuci muka, kemudian baru mampir ke rumah Bik Maemunah.

Kulihat adik perempuanku sedang ribut dengan tugas kuliahnya di ruang tamu. Mukanya manyun. "Kenapa lol?" tanyaku sambil lalu.

Tapi dia malah menatapku dengan nyureng. Agaknya dia sedang kesal pada sesuatu. Atau seseorang?

"Tadi Erwan ke sini ya? Lagi keluar sama Ferdi?" aku menanyakan kakak sulungku.

Si Fira hanya mengangkat bahu acuh tak acuh. "Lo kenapa sih? Sakit gigi?" Aku yang sudah mau naik ke lantai dua, jadi mendekat ke arah Fira karena penasaran.

Sofa yang kududuki langsung melesak dalam. Yah, Minggu ini bobotku naik lagi. Dua kilo. Padahal aku sudah diet setengah mampus sampai gemetaran.

Hanya sarapan air putih dan pepaya. Sudah begitu makan siangnya cuma makan gado- gado, ketoprak, malamnya cuma diisi susu dan pisang. Yang ada kemarin aku malah pingsan di depan klien pula! Kacau deh.

Dan setelah melewati banyak penyiksaan lambung, akhirnya jarum timbangan tetap mengarah ke kanan. Nambah dua kilo.

Sekarang, dengan tinggiku yang mencapai 167 sentimeter, aku punya berat badan 82 kilogram.

Gembrot.

"PMS?"

Sambil tetap merengut, Fira menggeleng. "Lah terus?"

"Pikir aja sendiri!" Kemudian dia malah mengemasi barang- barang yang tadinya berserakan di atas meja dan pergi begitu saja meninggalkanku melongo.

Kenapa sih itu anak? Ribut sama pacarnya kali, ya.

Aku mendesah. Ponsel dalam tasku bergetar. Ponsel khusus untuk klien. Saat ini aku sedang menangani pernikahan perempuan bernama Intan. Dia akan menikahi seorang polisi.

Tidak ada masalah dengan dia maupun pasangannya. Tapi ibu mertuanya itu ribet bukan main!

Intan ini orang Sunda, sementara calon suaminya orang Jawa. Sudah bisa ditebak, keribetan macam apa yang harus dirasakan gadis berusia 26 tahun yang bekerja di sebuah bank swasta itu.

Aku menggeser ikon hijau, bangkit dengan susah payah. Kemudian melangkah keluar dari rumah. Di bawah pohon jambu biji yang ditanam Abah di depan rumah, dekat pagar.

"Mbak, kalau test food nya diundur gimana? Aku kena tipes."

"Hah? Kok bisa?" sungguh pertanyaan bodoh. Tentu saja setiap manusia itu pasti punya peluang untuk terkena penyakit tipes. Apalagi sebagai seorang AO sebuah bank besar, mobilitas Intan ini tergolong tinggi. Belum lagi ngurusin pernikahan. Apalagi punya calon mertua yang cerewetnya minta ampun!

Aku saja ngeri sewaktu pertama kali bertemu dengan Ibunya Mas Guntur. Orangnya mencekam mirip tokoh nenek jahat di drama India, Uttaran.

Jangan heran kenapa aku sampai bisa tahu soal neneknya si Tappasya. Soalnya dulu serial itu adalah kegemaran Bu Maesaroh, alias ibuku sendiri.

"Iya nih, Mbak. Tiba- tiba aja badanku meriang. Terus keluar keringat dinging gitu. Tadi yes widal juga positif."

"Jadi sekarang kamu lagi ada di rumah sakit?"

Tepat saat itu aku menghadapkan tubuh ke jalan. Bertepatan dengan Dessy yang melangkah keluar sambil menggelendot manja pada lengan seseorang yang amat kukenal.

Posturnya yang tinggi besar, mustahil untuk tidak kukenali. Kumis tipis, kacamata berbingkai hitam, kemeja biru yang adalah hadiah ulangtahunnya dariku yang ke 32. Tidak salah lagi.

Dan aku sudah tidak mendengarkan kata- kata yang meluncur dari sambungan telepon itu. Mataku menatap nanar adegan yang selanjutnya terjadi. Di dekat pot bunga bugenvil yang cukup tinggi dan cukup gelap. Keduanya saling mengadu bibir satu sama lain.

***

Fat And Fabulous Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon