Empat belas

825 74 7
                                    


Keesokan harinya, pagi- pagi banget, Fira dengan sadis menggedor- gedor pintu kamarku dengan kencang. Macam ada kebakaran saja.

Semalam aku baru pulang ke rumah jam sepuluh. Konsultasi klien yang ingin pesta pernikahannya diadakan dengan tema bawah laut.

Awalnya aku melongo parah. Umur berapa sih klien ini? Tema bawah laut kan buat ulang tahun anak- anak!

"Ya soalnya saya suka banget sama Ariel, Mbak. " Jawabnya dengan mata menerawang. Aduh.

Stardust belum pernah menangani hal aneh seperti itu. Tapi toh aku menyanggupinya. Meskipun dengan berat hati.

Kostum sama make up sih nggak jadi masalah. Hanya saja dekorasinya yang agak dilematis. Kalau ada yang bisa pun sudah pasti biayanya nggak murah.

"Ada batasan budget?" Aku memang harus menanyakan ini. Bukan bermaksud untuk meremehkan. Bukan. Hal yang paling penting adalah menentukan batasan.

"Berapapun biayanya, aku  siap kok, Kak. " Kata klienku itu mantap.

Oke.

Yang aneh itu semalam dia datang sendirian. Tanpa didampingi oleh salah satu keluarganya atau calon suaminya.

Namanya Mutiara Khairani. Umurnya baru 26 tahun. Dia berpeofesi sebagai akuntan sebuah perusahan multinasional. Cantik. Meskipun tubuhnya berisi. Yah paling nggak bobotnya nggak jauh- jauh dari enam puluh lumaan lah.

Dengan tinggi badan yang hanya 164 sentimeter tentu saja dia kelihatan gemuk. Entahlah, belakangan aku agak sensitif mendengar dan melihat sesuatu yang diasosiasikan dengan frasa "gemuk" .

Jadi gemuk itu memang nggak mudah.

Buktinya pagi- pagi begini, Fira udah main seret aku supaya lekas bangun dari kasur. Padahal mumpung aku baru ada janji sama klien saat makan siang, kan enaknya tidur sampai jam sembilan kek.

"Kak buruan!"

"Apaan sih lo, Fir! Gue tuh baru tidur jam tiga pagi tahu! Seenaknya aja bangunin orang. Masih ngantuk juga!" aku kembali menarik selimut. Menutupi seluruh tubuhku hingga ke wajahku. Supaya nggak perlu mendengar suara Fira yang mengganggu kayak lalat di lubang telinga itu.

"Ish! Ini orang beneran kebo ya? Secara harafiah kakak emang pantas dibilang sebagai kebo! Udah tahu badan segede kasur air, pagi- pagi masih molor aja! Ini kesempatan bagus buat mulai diet! Udaranya masih bersih noh!"

Nggak cukup mulutnya yang merepet mirip tukang sayur di pasar pagi, tangan Fira yang kurus itu dengan sekuat tenaga menyeret selimutku, lantas menendangnya jauh- jauh ke lantai.

Tentu saja hal itu bikin aku kesal bukan main. Aku ini nggak sekedar capek fisik, pikiranku jauh lebih lelah. Penat. Jemu. Pokoknya jadi satu.

Asalkan tahu saja, orang yang berpikir keras selama satu menit itu sama kayak olahraga lari selama satu jam. Dan meskipun aku bukan akuntan atau ekonom yang fotonya sering nampang di videotron depan IDX, dalam balutan setelan kerja super rapi dan riasan paripurna, tapi percayalah, otak kreatifku harus kuperah setiap saat.

Apa lagi kalau klienku itu orang berduit yang ingin mewujudkan pesta pernikahan gemerlap yang bakalan diingat orang sepanjang hayat masih dikandung badan. Tentu aku harus pintar- pintar mencari ide.

Siapa bilang sih pekerjaanku itu cuma sekedar nongkrong santai di mal ditemani secangkir frappucino dan kue- kue cantik sambil hahahihi doang? Nih, orang yang bilang begitu, biar saja ngerasain seminggu jadi aku. Jadi Wedding Planner yang selalu dituntut untuk menciptakan pesta paling spektakuler. Mengalahkan pesta- pesta manusia lainnya.

Fat And Fabulous Where stories live. Discover now