Tujuh Belas

166 28 2
                                    


Yah, dari sekian hal yang paling sial di Duniae ini, kenapa salah satunya harus mampir ke padaku?

Maksudku, memang dalam novel- novel, drama- drama Korea, banyak kisah tentang seorang perempuan yang harus mau mengatur pesta pernikahan bagi mantan pacar, lalu cerita itu berakhir dengan si perempuan wedding planner balikan dengan si mantan. Dan sederet kisah klise yang lainnya.

Tapi dalam seribu tahun derita cinta pun aku nggak pernah berharap hal itu terjadi padaku. Mana mungkin sih aku mau menerima kembali seorang pria yang pernah mengkhianatiku demi untuk bisa bersama sepupuku yang nyebelin minta ampun itu?

Lagian, aku nggak terima barang bekas. Apalagi, kalo itu bekas sepupuku yang ganjen banget itu. Cih, silahkan ambil kalau mau! Bila perlu, sana habisin! Nggak butuh akutuh!

Tapi meski di kepala berteriak demikian, di hati tuh rasanya tetep sakit banget. Panas banget. Apalagi kan lagak si Dessy sepupuku itu, yang sejak tadi sok- sokan pakai acara kerling- kerling manja ke arah Erwan,  ngelus- ngelus lengan lelaki itu, terus gelendotan. Dasar nggak tahu malu!

Si Erwan sendiri kayak habis ketemu hantu gitu. Mungkin dia juga dipaksa sama Dessy buat pakai jasa wedding planner. Lebih spesifiknya, pakai jasaku.

Memang si Dessy ini kepingin lihat aku menderita lahir batin sampai ke ujung- ujung. Aku nggak tahu, apa motivasi itu perempuan, kok kayaknya getol banget mau bikin aku sengsara seumur- umur.

"Perkenalkan, ini Fenita. Salah satu wedding planner paling kompeten di Stardust." Kalimat pembukaan Mbak Dara membuat mata Dessy memicing sinis. Tapi ia mengangguk juga.

Aku langsung beralih mode menjadi professional, meski yang ingin kulakukan adalah menjedotkan muka sok kecakepan sepupuku itu ke tembok terdekat. Dan meninju wajah calon suaminya.
.
Aku kedengarannya mirip cewek bar- bar, kan? Tapi paling enggak, aku belum pernah punya niatan untuk merebut tunangan orang kok.

"Ini paket- paket yang kami tawarkan." Ujarku tenang, sembari mengangsurkan map bening ke arah Dessy. "Btw, Mbak Dara, Dessy ini sepupu aku, Mbak." Aku tersenyum jahat. Saat ini, tandukku mulai muncul.

Si Dessy agak terperanjat. Wajah Erwan seperti nahan BAB seminggu. "Oh, begitu?" Mbak Dara mungkin cuma sekedar merespon keteranganku soal hubungan dengan dua orang yang kini mirip orang ketangkap basah lagi berbuat mesum di pos ronda itu.

"Iya," nada suaraku masih kubuat semanis sakarin. " Dessy ini anak tante aku, Mbak. Rumahnya juga di depan rumahku pas. Jadi bakal gampang nyelesaiin proyek yang ini kayaknya."

"Well, bagus kalo begitu."

"Des, ini portofolio pesta- pesta yang udah kami bikin. Tapi, kalo kamu punya ide sendiri, silakan loh, dikemukakan. Kami dengan senang hati akan mengkover segala keinginan klien kok."

Muka Dessy kontan berubah ungu. Rautnya nggak enak banget. Mungkin dia berubah jadi bad mood. Salah sendiri, ngapain pakai cari perkara dengan sok- sokan datengin tempat aku kerja. Dan mau ngedaftar jadi klien segala.

Aku tahu alasan pasangan itu sedari awal yang nggak mau minta pertolongan ke aku. Mungkin orang bakalan berpikir kalau mereka agak tahu diri. Terlebih Fira pernah cerita ke aku kalau Bulik Mae itu memang melarang Dessy buat merepotkan keluargaku.

Bulik Mae malah sempat nggak enak-  nggak enakan sama keluargaku. Terlebih sama Ibu dan Bapakku. Suasana sempat memanas. Persaudaraan sempat merenggang, hingga Ferdi, kakak sulungku memberi pengertian padaku, bahwa kalau calon suamiku sampai belok ke rumah tetangga, berarti memang ada yang salah.

"Untung ketahuannya sekarang, Fen. Jadi elo nggak perlu merana sesudah jadi istri orang! Semuanya pasti ada hikmahnya. Tapi untuk sekarang, ikhlasin semuanya aja. Kasihan Bapak sama Ibu. Mereka sayang banget sama elo. Sampai- sampai ikut solidaritas buat nggak nongol di depan keluarga Bulik Mae. "

Semenjak saat itu, aku bertekad untuk melupakan Erwan. Hubungan kami yang udah berjalan cukup lama. Segala kenangan indah yang menyakitkan bila diingat kembali.

Meski awalnya juga nggak mudah, tapi sejauh ini aku berhasil menyingkirkan bayangan tentang masa lalu bersama Erwan.

Dan menyambut masa depan yang membentang dengan ehm.... Alvin?

Aku hampir tertawa sendiri. Sementara kulihat ke sekeliling. Oh, rupanya aku masih ada di ruang meeting Stardust. Dessy memasang tampang manyun. Sementara Erwan sesekali melirik ke arahku.

Setelah kuperhatikan, dia kelihatannya agak sedikit tua. Aku tahu, dia memang lebih tua beberapa tahun dariku. Tapi sekarang ini dia seperti sepantaran Pak satpam di depan itu.

"Jadi gimana? Sudah ada pilihan? Mau indoor atau outdoor?"

"Kalo pake halaman rumah bisa ya?"

"Bisa, bisa." Aku langsung menyahut. "Nanti kita bisa carikan tenda yang terbaik sama pelaminan dan alat pestanya sekalian. Pokoknya semuanya pasti beres!" ujarku mantap. "Kalian tinggal duduk manis, dan segalanya sim salabim abracadabra!" Aku memamerkan senyum paling cemerlang yang bisa menerangi seluruh kompleks rukan ini!

****

Belakangan ini kok aku ngerasa kalau Disa lagi menyembunyikan sesuatu dariku. Entah apa itu.

Yang jelas, aku kerap memergoki gadis itu sedang menatapku diam- diam. Lalu segera memalingkan wajah ketika aku balas menatapnya.

Disa adalah teman seperjuangan semenjak di Stardust masih ada Kiana. Sekarang ini, Kiana sudah hidup enak, karena dinikahi mantan pacar zaman SMA yang kebetulan tajir melintir.

Hidupnya berkutat antara Jakarta, Bogor, Gili, sama Chiang Mai. Di tempat- tempat yang kusebutkan tadi,  berdiri hotel, vila, restoran, resort milik Kiana dan Sangga, suaminya.

Bikin aku iri setengah mati. Pasti enak banget punya suami kaya raya dan ganteng begitu. Sudah duitnya banyak, tiap hari disuguhi pemandangan bagus waktu bangun tidur sampai tidur lagi.

Aku pribadi, memang suka Sangga, kalau lagi bareng istrinya. Pada dasarnya, Sangga itu menyeramkan banget. Tatapannya tajam banget. Jarang senyum. Mungkin senyumnya yang mahal itu disimpan buat bininya seorang.

Aku jadi berpikir, bisa nggak ya, punya suami macam Arsangga Narawangsa yang bucin banget sama Kiana, setelah sahabatku itu hampir menikah dengan Kak Gading--- yang nota bene pengin ku- smack down, karena dengan lancangnya sudah ngejual Kiana pada Sangga.

Emang kisah cinta mereka itu drama banget. Dan sempat mengandung tragedi, lantaran Sangga dulu sempat meninggalkan Kiana dua kali demi cewek lain.

Kalau dipikir- pikir, nggak terlalu enak juga sih.

Nah, setelah Kiana jadi Nyonya besar, tinggallah aku dan Disa yang mesti berjuang mengentaskan diri dari kejomloan ini. Kalau Disa sih seharusnya gampang banget cari cowok.

Dia cantik. Wajahnya agak ke Arab- araban. Hidungnya bagus. Mungil, mancung, tinggi, belum lagi mulutnya yang tipis bagian atas dan tebal di bagian bawahnya. Matanya yang lebar dengan bulu mata lentik dan lebat. Kulitnya yang putih. Lagian dia berhijab, yang membuat kecantikannya semakin terkesan misterius dan terlindungi.

"Mbak Fenita kenapa sih, Mbak? Bengong sore- sore begini?" Kay yang suaranya cempreng itu sukses mengagetkanku. Nyaris aku terjengkang barengan kursi yang lagi kududuki ini.

"Biarin sih!" semburku. "Kepo aja!"

Kay langsung manyun. "Tuh, tuh," ujarnya dengan mulut mengerucut. Aku tahu, dia bermaksud menyindirku. Dan kepingin banget kupites kepala cewek itu!

"Apaan tuh muka judes jutek begitu!"

"Masa bodo amat!"

"Ih, nggak ada attitude begitu pantesan Bang Firman kabur." Kemudian tiba- tiba wajah gadis itu mendekati telingaku. Napasnya berembus membelai daun telinga. "Dan bentar lagi, giliran Bang Alvin Geprek Jotos yang diembat Mbak Disa!" aku berjengit mendengar perkataan Kay barusan. Juga gelisah.

Bagaimana kalau itu semuanya benar?

****

Fat And Fabulous Where stories live. Discover now