✒ 09 | 𝚜𝚘𝚛𝚎 𝚜𝚎𝚖𝚞 𝚖𝚎𝚛𝚘𝚗𝚊
༘ 𖤓⋆
ADIN memanjangkan lengannya, tepat mengadu layar ponsel ke depan hidung Kala. "Nih, Tama bales kalo doi udah ngirim file-nya via WA. Coba lo cari lagi, gih."
Kala mengempit bibir, merasa bersalah karena sebelumnya sudah menuduh Tama yang tidak mengumpulkan tugas bagiannya. Sambil Adin sibuk mendumal kebiasaan Kala yang tidak membuka tumpukan notifikasinya, laki-laki itu menggulir daftar pesan Whatsapp di laptop. Mencari pesan Tama.
"Lagian gue udah bilang kemaren kirim via email aja," Kala membela diri.
"Ya mana gue tau, orang si Tama yang ngirim, bukan gue—ih, Kal! Kelamaan lo tuh kalo nge-scroll gitu, cari aja nama Tama tuh di search bar. Hadeeeeh.... Buset itu chat nggak pada lo bukain dari zaman kapan?"
Kala terkekeh singkat menyadari kebodohannya, lalu mengedik merespons pertanyaan Adin. Baru telunjuknya hendak memindah cursor, ia terhenti. Manik mata Kala melekat pada sebuah pesan yang belum ia buka. Khiyara Senjana.
Kala mengetuk telunjuknya pelan di trackpad.
Khiyara Senjana
Lo banget kalo lagi ketawa
Tapi personality lo lebih mirip kucing sih
Soalnya gue yakin dalam sehari lo ketawa bisa banget diitungLama Kala mengamati pesan itu.
"Kal? Napa senyum-senyum dah? Ada nggak file-nya si Tama?"
"Oh, wait."
"Menurut lo, Din," ujar Kala selagi masih mencari file Tama, "gue kayak kucing nggak?"
"Hah? Elo?" Adin menaruh tatapan menilai pada laki-laki itu. "Jauhlah," katanya.
"Kok gitu?"
"Kucing mah apatis sama bodo amatan karena emang mereka milih buat nggak peduli. Mana ada lo gitu? Lo keliatan cuek bukan karena nggak peduli, tapi entah lagi loading atau murni nggak tau apa yang lagi terjadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
always, the sun stays
Short Story❛❛Segala sesuatu yang sementara menghidangkan kehilangan, juga harapan.❜❜ Adakah adil dari kehilangan sesuatu yang berharga dan resolusi yang ditawarkan pada rasa sakit itu hanyalah menerima? Kala, Kia, serta cerita-cerita tentang kehilangan milik m...