Bagian Satu

172 8 3
                                    

________________________________________

"Ayo kita buat permohonan."

Aruna tersenyum masih dengan tatapannya yang mengarah pada kue dengan hiasan lilin berbentuk angka 5 di atasnya. Ternyata sudah lima tahun berlalu. Begitu pikir Aruna.

"Ayo."

Aruna menangkupkan kedua tangannya lalu memejamkan matanya perlahan. Hal sama juga dilakukan oleh Havi. Keduanya berbisik dengan sepenuh hati berharap doa dan harapan mereka dapat dikabulkan suatu saat nanti. Lain dengan Aruna yang masih khusyu membuat harapan, Havi justru membuka mata hanya untuk melihat Aruna yang masih terpejam. Diam-diam Havi tersenyum melihat hal tersebut.

"Aku tau kamu lagi liatin aku." Aruna berucap kemudian membuka matanya perlahan dan matanya langsung menatap Havi.

Havi terkekeh ringan. "Kali ini apa permohonan kamu?"

"Kamu sendiri yang bilang kalo buat permohonan jangan disebutin. Nanti gak terkabul."

Havi nampak berpikir. "Betul juga. Ya udah, kita langsung tiup lilin aja."

Aruna sudah akan bersiap meniup lilin berbentuk angka 5 tersebut tetapi gerakannya terhenti oleh ucapan Havi.

"Eh eh, bentar dulu."

Aruna memiringkan kepalanya dengan raut bertanya yang dibalas Havi dengan senyuman lebar.

"Selamat hari jadi pernikahan yang kelima, Arun."

Ucapan tersebut tak urung membuat Aruna ikut tersenyum. Havi dengan kata-kata manisnya selalu mampu membuat perasaan Aruna menghangat.

"Selamat hari jadi pernikahan juga, Banyu."

Keduanya meniup lilin dengan satu kali hembusan secara bersamaan. Havi bertepuk tangan pelan seolah memeriahkan suasana dimana sebenarnya hanya ada mereka berdua saja. Havi sudah bersiap memotong kue.

Ya, ini adalah hari jadi pernikahan Havi dan Aruna yang kelima. Havi merencanakan perayaan kecil-kecilan di rumah mereka. Mulai dari dekorasi, menu makan malam yang dimasak oleh Havi sendiri, bahkan kue yang sedang Havi potong merupakan hasil dari tangannya sendiri. Aruna tersenyum tipis mengingat bagaimana hebohnya Havi ketika membuat kue ini.

"Potongan pertama khusus untuk cantiknya Havi." Havi menyodorkan sebuah piring dengan potongan kue di atasnya.

"Coba cicip deh, aku berani jamin rasanya enak. Owner Holland bisa gulung tikar pas nyobain kue buatan aku."

Aruna menyuap potongan kue yang sudah dipotong lebih kecil. Alis Aruna mengerut saat merasakan krim kue tersebut. Kemudian Aruna menatap Havi tepat di matanya. Havi masih saja memasang wajah narsisnya itu.

"Oke, ini enak."

"Kan. Kapan sih buatan aku pernah gagal." Havi berucap dengan pedenya.

Aruna hanya menggelengkan kepalanya heran. Havi memang tidak pernah berubah. Selalu percaya diri akan seluruh hasil masakannya. Tetapi harus Aruna akui, masakan Havi memang tidak pernah gagal meskipun ia memasak makanan yang belum pernah ia coba sekalipun. Berbeda dengan Aruna yang ketika mencoba hal apapun di dapur hampir selalu ada luka baru di tangannya. Sampai akhirnya Havi benar-benar melarang Aruna untuk memasak ataupun membantu Havi dalam kegiatan dapur. Kecuali membantu Havi yang tidak melibatkan kompor, pisau dan benda tajam lainnya.

Tahun LimaWhere stories live. Discover now