Bagian Sepuluh

61 7 1
                                    


_________________________________________

"Mampir ke swalayan dulu sebelum pulang."

Havi menghela napas panjang. "Iya, Sayang. Kamu udah lima kali ngomongnya."

"Kamu suka lewat aja dari swalayan kalo gak diingetin."

Havi tidak menjawab. Masih mengenakan pakaian kerja, Havi dan Aruna menyempatkan diri untuk belanja bulanan. Tanpa membutuhkan waktu lama, keduanya sudah sampai di salah satu swalayan terdekat dari rumah mereka. Aruna turun terlebih dahulu sesaat setelah mobil terparkir sempurna. Belum lima langkah berjalan, Havi mencegat pergerakan Aruna dan menyuruhnya untuk ke bagasi mobil terlebih dahulu.

"Kamu masih pake heels."

Havi menyuruh Aruna untuk duduk di pinggiran bagasi kemudian berjongkok di hadapan Aruna. Ia melepaskan sepatu heels Aruna lalu menggantinya dengan sepatu Converse yang selalu ada di mobil Havi.

"Aku bisa sendiri, Havi."

"Aku tau." Havi mengikat tali terakhir dan mengubah arah pandangnya ke Aruna. "Tapi selama ada aku, kamu apa-apanya gak perlu sendiri."

Havi mengaitkan tangan Aruna pada genggamannya kemudian berjalan bersama menuju ke dalam swalayan. Tak lupa Havi mengunci mobil mereka sebelum masuk ke dalam swalayan.

"Tumben banget kamu ngajak belanja pulang kerja gini. Biasanya pas hari libur." Havi berucap seraya menggulung lengan kemejanya. Ia sudah menarik troli belanja dan mulai mengikuti langkah Aruna.

"Kamu kan mau kerja di luar kota besok Jumat. Jadi aku belanja sekarang aja pas jalan mau pulang. Sekalian cari perlengkapan kamu butuhin pas mau pergi nanti."

Havi mendadak cemberut. Kedua tangannya mendorong troli kosong menuju rak-rak dengan berbagai macam barang tersusun. "Aku bete banget kalo diingetin."

Aruna tersenyum simpul menatap Havi. Ia mengusap lengan Havi menenangkan. "Cuma beberapa hari."

Aruna membuka ponselnya kemudian melihat notes berisikan tulisan daftar barang yang akan dibelanjakan hari ini. Dengan cekatan Aruna memasukkan barang-barang yang ada di daftar tersebut bersama Havi yang membuntuti dengan mulutnya yang hampir tidak bisa berhenti bicara itu sepanjang Aruna sibuk dengan kegiatannya.

"Mending Molto deh, Sayang," celetuk Havi ketika Aruna memasukkan merek pewangi selain yang telah disebutkan Havi tadi ke dalam troli.

"Emang yang ini gak enak wanginya?"

"Bukan gak enak, tapi aku lebih suka wangi Molto daripada ini."

"Oh gitu, tadinya aku ngambil ini karena lagi diskon." Aruna menukar pewangi tersebut sesuai dengan keinginan Havi.

Havi menghela napas lelah. "Uang aku banyak, Arun. Kenapa harus milih yang diskon?"

"Biar hemat aja."

Havi menggeleng heran. Keduanya kembali melangkah ke rak selanjutnya. Langkah Havi terhenti saat melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.

"Arun, ayo coba ini."

Aruna mengikuti arah yang ditunjuk Havi. Alisnya mengerut tidak mengetahui apa yang Havi maksud.

"Yang mana?"

"Ini." Havi mengambil sebungkus mie dengan bungkus berwarna merah dan menunjukkannya pada Aruna.

"Itu ramen bukan, ya?"

Havi membaca tulisan yang tertera pada bungkus mie tersebut. "Iya kayanya."

"Pedes?"

"Warnanya merah, menurut kamu bakal pedes gak?"

Tahun LimaWhere stories live. Discover now