Bagian Delapan

70 8 2
                                    

______________________________________


"Kamu lagi marah sama aku, ya?"

Kunyahan Aruna terhenti lalu matanya beralih menatap Havi di depannya. Saat ini keduanya sedang menikmati makan siang mereka di kafetaria kantor Havi. Karena semalam mereka tidak dapat berbicara banyak dan Havi yang harus langsung bekerja setelah ini membuat mereka memilih untuk makan siang disini untuk mempersingkat waktu walaupun sebenarnya ini juga akal-akalan Havi saja agar dapat bertemu Aruna meskipun sebentar.

Aruna melihat mata Havi yang terlihat lelah. Mungkin efek kurang tidur akibat bekerja semalam.

"Enggak," jawab Aruna singkat kemudian melanjutkan makan siangnya.

"Kamu gak banyak ngomong daritadi."

"Biasanya aku ngomong banyak?"

Havi menipiskan bibirnya. "Bener juga."

Seorang barista laki-laki menghampiri mereka dengan dua piring dessert yang dihias sedemikian cantiknya untuk diberikan pada Havi dan Aruna. Havi menyambut kedatangan barista itu dengan senyuman hangat berbeda dengan Aruna yang melihat barista tersebut dengan tatapan bingung.

"Terima kasih."

"Selamat menikmati, Pak Havi, Bu Aruna."

Barista tersebut berlalu dari pandangan mereka.

"Perasaan aku gak pesen dessert tadi," ucap Aruna heran.

"Aku yang pesen, ini menu baru mereka dan kamu sebagai sweet tooth harus nyobain."

Aruna tersenyum melihat Havi yang juga tersenyum padanya.

"Kamu inget barista yang pernah aku ceritain kemarin? Itu dia."

Aruna mengangguk paham. Ia kembali melirik dessert berupa muffin yang dibawakan oleh barista tadi lalu baru menyadari terdapat butiran-butiran sprinkle di atasnya yang membuat Aruna otomatis memisahkannya dari sana karena ia tahu Havi tidak menyukai makanan yang terasa mengganjal di mulutnya. Setelah selesai dengan kegiatannya itu, Aruna kembali pada makan siangnya.

"Aku punya plan buat weekend kali ini," sela Havi tiba-tiba.

"Apa?"

"Mau coba fine dining lounge in the sky?"

Alis Aruna mengerut. "Itu apa?"

"Yang makan di atas langit itu, sayang. Lagi rame di Tiktok. Gak muncul di FYP kamu emangnya?"

"Cuma kamu yang main Tiktok, Havi."

Havi meringis lebar. Ia mengeluarkan ponselnya kemudian membuka beberapa video yang telah disimpannya sejak beberapa hari lalu di aplikasi Tiktok itu untuk ditunjukkan ke Aruna.

"Itu makannya di atas ketinggian. Emang kamu bisa makan nantinya?" tanya Aruna ragu. Sepengetahuan Aruna Havi bertampang pria matang tetapi sebenarnya sangat penakut. Havi biasanya paling berani bermain ayunan saat mengayun dengan tinggi. Selain hal itu, sepertinya Havi selalu takut dengan hal yang melibatkan tingkat adrenalin.

Havi menggeleng polos. "Keliatannya seru makan di atas gitu. Kamu biasanya suka yang kaya ginian."

Benar saja yang Aruna duga. "Kalo mau ngajak ke suatu tempat pikirin yang kamu mau juga, Banyu."

"Aku kemarin liat pemandangan kotanya bagus, terus keinget kamu. Makanya aku nawarin ini."

"Tapi gak perlu yang buat aku seneng doang. Coba dipikirin lagi tempat yang kamu pengen banget kesana dimana."

Tahun LimaWhere stories live. Discover now