Bagian Lima

106 8 3
                                    


_________________________________________

Aruna memperhatikan lamat-lamat pergerakan Havi. Havi menarik satu balok kemudian berseru riang karena tidak merobohkan balok yang masih tersusun namun banyak yang sudah berongga.

"Aku gak yakin kamu lolos abis ini," celetuk Havi dengan bangganya.

Akhir pekan selalu menjadi hari yang paling ditunggu Havi. Selama hari ini, ia bebas melakukan apa saja yang menyenangkan bersama Aruna. Entah memainkan banyak permainan, menonton serial kesukaan mereka, memasak bersama, atau hanya tidur dan bermalas-malasan seharian saja, Havi menyukainya. Havi lebih menyukai waktunya dihabiskan bersama Aruna daripada hal lain.

Mata Aruna mengitari Jenga tersebut seraya memikirkan kemungkinan yang terjadi jika ia menarik salah satunya.

"Habis ini aku lagi yang menang," balasnya tak mau kalah seraya tangan kirinya menarik satu balok dengan mulus tanpa membuat balok di atasnya bergoyang.

Havi menutup mulutnya kagum. Menurutnya kemungkinan bisa berhasil sangat tipis. Tapi Aruna dapat melewati itu. "Kok bisa?"

Aruna mengangkat kedua bahunya. "Giliran kamu."

Havi melakukan peregangan tangan sebelum kembali melihat-lihat balok mana yang akan ia ambil setelah ini. Dalam hatinya Havi sudah merasa mustahil untuk menang dari Aruna lagi.

"Seharusnya di baloknya kita kasih truth or dare kaya gitu gak sih? Biar tambah seru."

Aruna menggeleng. "Nanti dare-nya kamu yang menang banyak."

Havi terkekeh. "Kan buat list-nya sama-sama nanti."

Havi sudah akan menarik sebuah balok namun terhenti ketika tiba-tiba ia terpikirkan sesuatu. Ia melirik ke arah Aruna.

"Mau buat kesepakatan?"

"Apa?"

"Yang kalah harus nurutin permintaan yang menang."

Mata Aruna menjadi berbinar. Aruna mendesis pelan memikirkan permintaan apa yang kira-kira akan ia ajukan pada Havi setelah ini.

"Bebas mau apa aja, ya?"

Havi diam sejenak. Ia jadi berpikir ulang tentang kesepakatan tadi. Namun akhirnya Havi mengangguk saja dan berharap jika Aruna menang, Aruna tidak akan meminta hal aneh padanya.

Havi mulai berkonsentrasi untuk menarik balok yang tadi diincarnya sepelan mungkin. Havi benar-benar menghindari kekalahan bagaimanapun juga. Tinggal setengah lagi balok itu keluar, bagian atas Jenga tersebut bergoyang pelan membuat Havi waspada.

"Pfft." Aruna menahan tawanya yang hampir pecah.

"Jangan ketawa dong, Sayang."

Aruna berdehem kecil. "Emang permintaan kamu penting banget?"

Havi mengangguk pelan. "Permintaan aku antara hidup dan mati," ucapnya lebay.

Setelahnya Havi mulai berkonsentrasi lagi. Aruna sampai menunduk untuk melihat pergerakan Havi dengan jelas untuk menghindari kecurangan. Tinggal ujung baloknya tersisa namun Havi harus dibuat kecewa ketika ternyata balok selesai ditarik semua susunan Jenga itu akhirnya roboh.

Tubuh Havi bersandar lemas ke ujung sofa ruang tengah sedangkan Aruna mengepalkan kedua tangannya ke atas dengan ekspresi riangnya. Melihat itu tak urung membuat Havi ikut tersenyum juga. Havi seketika tidak menyesal akan kekalahannya.

"Kamu mau apa?"

Mata Aruna berotasi memikirkan keinginan apa yang akan ia utarakan ada Havi. "Apa, ya?"

Tahun LimaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant