Bagian Tujuh

88 7 4
                                    


________________________________________

Aruna berhenti di tempat dimana biasanya seorang sekretaris bekerja. Ia sempat terheran melihat kursi tersebut kosong karena bisa dikatakan sekarang belum waktunya jam istirahat. Tanpa ingin berpikir panjang, Aruna memilih untuk langsung memasuki ruangan Havi.

"Kosong juga?"

Mata Aruna berkeliling mencari pemilik ruangan tersebut. Namun nihil. Havi sedang tidak berada di ruangannya. Aruna melihat jam tangannya untuk menebak kemungkinan keberadaan Havi sekarang.

"Kayanya lagi rapat."

Sembari menunggu Havi, Aruna melihat-lihat isi ruangan tersebut. Jika dipikir lebih jauh, ruangan ini hampir tidak berubah sejak pertama kali Aruna datang kemari. Saat itu mereka belum menikah dan Havi mewawancarai Aruna langsung ketika ia baru akan bekerja di cabang perusahaan Havi. Tentunya sebelum itu Havi sempat melakukan tawar-menawar dengan Aruna untuk bekerja di kantornya saja dan sedikit rayuan Havi agar Aruna menerima permintaannya.

Mengingat bagaimana 'wawancara konyol' saat itu berlangsung selalu dapat membuat Aruna tersenyum.

"Selamat siang, Aruna Everly Gumelar."

Aruna menahan senyumannya. "Nama saya Aruna Everly Viandra, Pak."

"Sebentar lagi nama kamu juga ada Gumelar-nya. Lalu satu lagi."

Havi menatap serius Aruna yang mengenakan kemeja putih dengan blazer yang digunakan sebagai luaran kemeja tersebut.

"Aku dipanggil 'Pak' sama kamu berasa tua banget. Padahal yang lainnya manggil kaya gitu aku biasa aja."

Aruna tersenyum. "Bisa dimulai dengan serius, Pak Havi?"

Havi berdehem kecil. "Sebelumnya kamu pernah bekerja di perusahaan lain. Kenapa kamu pindah ke perusahaan saya?"

"Karena saya merasa tertarik untuk bekerja dengan bapak, melihat-"

"Gak usah terlalu formal dong, Sayang," potong Havi sebelum Aruna berbicara lebih jauh.

Aruna tertawa kecil. "Karena saya disuruh Bapak Havi untuk bekerja disini jika ingin tetap bekerja setelah menikah nanti."

Havi mengangguk paham. "Alasan yang bagus, Everly."

Tangan Havi menutup map yang berisi CV milik Aruna kemudian beralih menyatukan kedua tangannya sembari menatap Aruna intens.

"Jadi kapan kamu akan menikah dengan orang yang menyuruh kamu bekerja disini?"

"Itu di luar konteks pekerjaan, Pak."

"Kapan?"

Aruna berpikir sejenak. "Boleh saya tanya dulu dengan orang yang menyuruh saya?"

Havi menahan senyumannya. "Ya, tentu saja."

Terdapat jeda sebentar di antara mereka sampai akhirnya Aruna mengucapkan sebuah kalimat.

"Banyu sendiri maunya kapan?"

Senyum Havi tidak bisa ditahan lagi. "Sekarang aja gak, sih?"

Aruna dan Havi sama-sama tidak serius akan wawancara itu yang bahkan tidak dapat dikatakan sebagai wawancara kerja. Itu hanyalah keinginan Havi yang konyol karena ingin melihat Aruna hari itu. Aruna berjalan menuju meja kerja Havi yang luas tetapi banyak ditutupi berkas yang belum dibaca oleh Havi. Aruna tersenyum melihat 3 foto yang terbingkai di atas meja tersebut. Satu foto pernikahan mereka kemudian yang dua lagi foto Aruna yang diambil di tahun kedua pernikahan mereka.

Tahun LimaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ