Chapter 41

44.6K 4K 655
                                    

P E M B U K A


Kasih emot dulu buat chapter ini
***

Jihan menatap sendu ke arah sahabatnya yang kini terlelap dengan wajah tersirat banyak lelah. Beberapa menit lalu ia melihat bagaimana putus asanya seorang Nagita—menangis tersedu-sedu hingga terlintas sebuah pemikiran gila untuk menggugurkan kandungan. Mendengar ide buruk itu, kontan Jihan marah sampai di level kecewa. Hal yang membuat Nagita sadar akan kebodohannya, lalu meminta maaf dan berjanji tidak akan melakukannya. Dari situlah ketenangan mulai hampiri Nagita yang ia paksa untuk berbaring saja di ranjang. Hingga akhirnya, tanpa sadar perempuan itu terlelap.

Dengan gerakan sehati-hati mungkin, ia tarik selimut sampai sebatas dada Nagita. Kemudian Jihan tinggalkan ranjang usai pastikan sahabatnya aman ditinggal. Kaki telanjangnya pun mulai mengambil langkah, sebisa mungkin tanpa timbulkan suara, dan berhenti di dapur. Ngomong-ngomong, sekarang ia sedang di apartemen sederhana yang Nagita tempati beberapa hari ini. Apartemen yang Jihan yakini adalah milik Manggala, mengingat pria itulah yang membawa Nagita pergi ketika hendak menginap di rumahnya.

Kurang dari satu jam, Jihan berhasil menyulap beberapa bahan di kulkas menjadi sup dan perkedel kentang. Selagi masih hangat, ia sisihkan semangkuk untuk Nagita, lengkap dengan sepiring nasi. Mengingat kondisi sang sahabat, ia putuskan untuk mengantarkannya saja ke kamar. Dan ternyata Nagita sudah bangun. Mengeluh pusing dan tidak nyaman dibawa tidur.
"Aku buatin sup sama perkedel buat kamu. Dimakan ya mumpung masih anget."

"Kamu gila, ya?!"
Arjuna di seberang sana murka. Tentu saja hanya dirinya yang bisa mendengar kemurkaan itu.
Kamera depan yang mulanya menyorot penuh wajahnya, Nagita alihkan ke kamera belakang, memperlihatkan Jihan tengah melangkah mendekat membawa nampan. Ini adalah gertakan untuk Arjuna yang mulai bertingkah tak menyenangkan. Caranya untuk membuat Arjuna tunduk dan menjadikannya sebagai satu-satunya. Kekhawatiran besar akan tersingkirkan adalah alasan mengapa ia mengambil peran seantagonis ini.

"Jangan main-main, Git!"

Peringatan itu tak ditanggapi, pun tak membuatnya merasa terancam. Nagita sudah menjadi antagonis yang sebenarnya setelah merasa tersakiti oleh sikap Arjuna. Kalau saja pria itu mau mendengarkan dan mengabulkan permintaan sederhananya, mungkin semua berjalan seperti awal hubungan ini dibangun di belakang Jihan.
Sayangnya, Arjuna bertindak gegabah tanpa memperhitungkan apapun.
"Aku nggak laper, Ji."

"Tapi kamu belum makan loh. Ayo makan beberapa suap aja nggak papa, yang penting perut kamu keisi," bujuk Jihan.

"Kalau diisi malah mual."

"Dicoba dulu, siapa tau nggak mual."

Ponsel dalam genggaman, Nagita letakkan di ranjang. Tepatnya disandarkan ke bantal dengan membiarkan panggilan video tetap terhubung. Sengaja menunjukkan keberaniannya pada Arjuna yang terus memberi peringatan. Bahkan sekarang mulai berani mengancam. Persetan dengan semua itu. Nagita tidak takut. Menjadi penakut hanya akan membuatnya bernasib lebih buruk dari Jihan yang mudah sekali dibodohi.
"Nanti aku makan kok. Kamu kalau mau pulang, pulang aja. Aku udah nggak papa dan bisa kamu tinggal sendiri."

Naughty NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang