Chapter 45

45.1K 4.3K 6.1K
                                    

P E M B U K A

Waktu dan tempat taburin emot buat chapter ini dipersilakan 💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Waktu dan tempat taburin emot buat chapter ini dipersilakan 💚

Chapter ini super panjang, hampir 4k kata.

***

"Saya tetep mau kerja sama Pak Gala."

Gerakan memasukkan barang-barang pribadinya ke sebuah box terhenti. Manggala terdiam selama beberapa saat, mencoba menelaah keputusan Jiro yang kedengarannya agak konyol. Kemudian ia beranjak dan berakhir mendaratkan pantat di meja. Duduk dengan menghadap pria yang lebih tinggi beberapa centimeter darinya. Namun tinggi badannya tak setinggi tingkat keberaniannya. Baru ditatap olehnya yang bukan siapa-siapa lagi pun langsung menunduk. Komat-kamit tidak jelas menatap ujung pantofel yang terus membuat pergerakan kecil.

Ck ck ck.
Jiro, Jiro.
Setelah ia jelaskan singkat tentang bagaimana situasi dan kondisi saat ini, Manggala pikir sepupu kekasihnya itu bisa mengambil keputusan tepat. Ternyata ia keliru. Pria itu justru memilih opsi lain yang tak disebutkan. Padahal Manggala mengajukan dua opsi terbaik demi mengamankan finansial dan kelancaran cicilan. Pertama, tetap bekerja di perusahaan ini, hanya saja di bawah pimpinan Shankara. Meski beralih kepemimpinan, Manggala memberi jaminan Jiro tetap mendapat hak yang sama seperti saat bekerja padanya. Kedua, segera resign dan ia bersedia mencarikan pekerjaan baru dengan merekomendasikan Jiro ke beberapa kenalannya.

Konyolnya pria yang memiliki kebiasaan aneh bicara dengan pohon kaktus itu, justru memilihnya yang tak memiliki apa-apa lagi-setelah semua diambil oleh Shankara. "Mau kerja apa kamu sama pengangguran kayak saya?"

Perlahan kepala Jiro terangkat.
Pada Manggala, ia tunjukkan senyum lebar sampai nampak susunan gigi rapinya. Namun hanya bertahan sedetik saja. Di detik selanjutnya, Jiro sudah tutupi mulut dengan telapak tangan besarnya. Bukannya apa, pria itu hanya merasa aneh saja ketika senyum lebarnya tak mengubah air muka datar Manggala.

"Kenapa tutupan kayak gitu? Saya bau?"

Kepalanya menggeleng ribut. Bersamaan dengan itu, telapak tangannya ia jauhkan dari mulut. "Bukan gitu, Pak. Maaf kalau tindakan saya menyinggung Pak Gala."

"Balik ke topik, kenapa mau tetep ikut saya?"

Bicara dengan Manggala itu tidak boleh asal keluar, nanti bisa kena semprot. Benar saja bisa jadi salah. Apalagi yang jelas-jelas salah. Sebab itulah Jiro mengambil jeda lumayan lama. Melakukan briefing dalam hati. Baru setelah memiliki jawaban yang meyakinkan, serta berpotensi membuat si bos besar terkesan, Jiro tegakkan punggung. Pandangannya lurus ke depan dengan posisi bahu ditarik ke belakang, sementara dada dibusungkan. Belum selesai persiapannya, Jiro rapatkan tumit, lalu buka ujung kaki dengan jarak satu kepal. Terakhir, ia rapatkan lengan ke tubuhnya dengan posisi telapak tangan yang digenggam, menempel pada jahitan celana.

Naughty NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang