1. Yang Terjadi Sebelum Tragedi Sabtu Dini Hari

9.2K 1.4K 97
                                    

[48 jam sebelum tragedi drunk call]

Hal paling menyebalkan apa yang mungkin terjadi kepada seorang budak korporat? Irish punya banyak sekali daftarnya, tetapi jika ditanya saat ini, jawabannya akan sangat spesifik.

Bukan fakta bahwa gaji hanya numpang lewat satu atau dua hari di rekening. Bukan juga soal jam kerja yang begitu fleksibel hingga Irish nggak paham kenapa di kontrak tercantum jam kerja nine to five, padahal pada penerapannya Irish nyaris tidak pernah bisa pulang pukul lima sore. Bukan juga soal rencana cuti dan liburan bareng teman-temannya yang seringnya hanya menjadi wacana. Bagi Irish, hal yang paling menyebalkan adalah ketika sepanjang hari berjalan sempurna, setiap to do list berhasil dilakukan, lalu bayang-bayang teng-go di depan mata, diikuti oleh rencana kegiatan menyenangkan sepulang kerja--tambahkan keterangan bersama gebetan--lalu atasannya muncul menjelang pukul lima, dan berkata, "Airish, review dan analisa dokumen buat PT Rajawali Boga sudah ada?"

Tanpa prasangka buruk Irish menjawab, "Belum, Pak. Saya belum sempat kerjakan karena Bapak minta untuk dahulukan review kontrak kerja CV Hadijaya."

"Begitu."

Bosnya memasang wajah tanpa ekspresi, membuat Irish masih saja nggak berpikiran negatif. Mungkin si bos hanya lupa, atau hanya sedang mengatur jadwalnya sendiri.

"Apa bisa diselesaikan hari ini? Besok pagi saya ada meeting dengan mereka."

"Hari ini? Umm--"

"Kalau sudah langsung kasih ke saya ya. Oh, ya. Jangan lupa identifikasi masalah dan solusi yang bisa kita berikan. Saya lihat sekilas ada beberapa masalah yang perlu penanganan khusus."

Irish sungguh takjub bagaimana kalimat-kalimat itu mengalir lancar, selancar aliran air terjun Niagara. Seolah-olah, hal itu nggak menyakiti atau merugikan atau setidaknya mengacaukan rencana apa pun. Yah ... bagaimana lagi? Budak korporat seperti Irish sudah paham dan familier dengan kejadian-kejadian yang sudah nyaris seperti legenda ini. Atasan muncul di jam-jam kritis, meminta sesuatu yang mengancam rencana pulang tepat waktu. Seolah-olah si atasan itu tahu bahwa anak buahnya sedang selow, dan hal itu nggak bisa dibiarkan. Irish mulai mengumpat-umpat dalam hatinya.

Namun--dan ini adalah fakta yang paling menyebalkan--Irish nggak bisa melakukan apa-apa selain tersenyum sopan dan menjawab, "Noted, Pak."

"Noted, Pak" adalah sebuah kata keramat yang bisa memicu depresi bagi budak korporat sepertinya. Sebuah ciri-ciri manusia munafik karena begitu sang atasan berbalik kembali ke ruangannya, Irish harus menahan diri untuk nggak melemparkan staples ke belakang kepalanya.

"Sabar, Bund," bisik Desi yang duduk di sebelahnya. "Caraka emang moodbreaker banget."

Irish mengangguk. "Dasar Aphopis!" katanya penuh kebencian.

"Aphopis? Apa tuh?"

"Dewa mesir kuno yang superjahat!"

Desi tergelak. Rekan sesama legal officer itu hanya menepuk pundak Iris dan beranjak pergi, mungkin ke toilet. Sementara Irish, dengan geram mulai membuka dokumen-dokumen berisi materi tentang PT Rajawali Boga.

Lantas di sinilah Irish, pukul tujuh malam, masih duduk manis di kubikel kerjanya, memelototi setiap materi dan membuat analisanya. Ruangan divisi legal belum kosong sepenuhnya. Beberapa junior corporate lawyer masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Yah, Irish juga nggak masalah dengan kerja lembur--bahkan baginya lembur sudah senormal bersin atau menguap. Yang jadi masalah adalah ekspektasi pulang cepat dan bagaimana rencana indah yang diempaskan begitu saja.

Ponselnya bergetar. Nama Agastya terpampang di layar. Muka Irish semakin masam.

"Iya, gue masih lembur," kata Irish bahkan sebelum Agas bertanya.

DRUNK DIALINGWhere stories live. Discover now