11. Sesi Curhat Dadakan dengan Tuan Penghancur Rencana

5.5K 1.1K 225
                                    

Selamat tanggal satu!
Selamat bulan baru, selamat gajian, dan selamat membaca kerandoman Airish dan kepolosan Caraka! 😍

(*)

Bagaimana jika kebenaran lebih buruk daripada pikiran-pikiran buruk yang terus menghantuimu selama ini?

Ada yang bilang, terlalu lama memendam suatu keinginan sering berakhir dengan kekecewaan, karena ekspektasi dan realitanya kebanting. Mungkin itu yang Irish rasakan saat ini. Setelah berminggu-minggu penuh kekhawatiran dan kecemasan, pertanyaan yang ditahan-tahan sampai terasa seperti bisul nggak pecah-pecah, jawaban yang dia dapatkan ternyata hanya sesingkat itu.

"Well ... that was cute."

Bukan hanya jawaban singkat yang sama sekali nggak menjelaskan apa pun, melainkan ekspresi Caraka yang tersenyum superlembut dan supermanis ketika mengatakan itu membuat Irish terpana untuk sesaat.

Ekspresi apa yang barusan gue lihat itu?

Caraka memang bukan laki-laki pemurung yang senyumnya seribu tahun sekali. Namun, Caraka juga bukan tipe orang yang bisa tersenyum dengan mata yang bersinar lembut, seolah-olah tengah mengingat kenangan indah di masa lalu, seolah tengah mengingat sesuatu yang akan terus membuatnya tersenyum seperti itu. Senyum polos dan tulus, yang membuat jantung Irish berdetak lebh cepat dari yang seharusnya. Membuat Irish berpikir untuk memotretnya agar bisa dilihat lagi di lain waktu.

Hus! Bukan saatnya mikir kayak gitu, Rish!

"Maksudnya gimana sih, Pak? Waktu itu saya ngomong apa aja? Tolong jelaskan, soalnya saya sendiri nggak ingat apa-apa soal itu," desak Irish. "Asal Pak Caraka tahu—ini saya jujur-jujur aja biar Pak Caraka jatuh iba—berminggu-minggu saya nggak enak makan, nggak enak tidur, nggak fokus kerja, gara-gara kepikiran soal itu. Ketemu Pak Caraka rasanya kayak ketemu polisi waktu nggak bawa STNK dan SIM—"

"Karena itu kamu selalu kelihatan kaget kalau lihat saya?"

"Iya!" seru Irish putus asa. Nggak ada lagi kamus malu dalam otaknya. Sekalian saja dibuka semua rahasia yang nggak rahasia-rahasia amat ini. "Saya malu karena mungkin saya ngomong yang aneh-aneh, dan saya juga takut dipecat karena saya nggak sopan banget."

"Mana mungkin saya pecat orang cuma karena ditelepon jam dua dini hari dan diajak ngobrol sampai hampir satu jam."

Irish ternganga sesaat, sebelum mengusap wajahnya dengan frustrasi. "Tuh kaan ... kalau dijelasin sespesifik itu rasanya makin parah," keluhnya. "Emang saya ngomong apa aja sih, Pak?"

"Banyak," jawab Caraka singkat. "Hampir satu jam, kan?"

"Ya banyak itu apa aja?" tuntut Irish. "Kan bisa dibuat poin-poinnya."

Caraka berpikir sebentar. Gayanya mengerutkan dahi seperti sedang membaca dokumen penting, membuat Irish jadi berpikir jangan-jangan Caraka benar-benar sedang menyusun poin-poin di kepalanya. Jangan-jangan, Caraka bakal membuat power point untuk presentasi?

"Sebagian besar isinya keluhan tentang pekerjaan," kata Caraka, memulai dengan ekspresi datar. "Tentang kebiasaan saya ngasih kerjaan last minutes, yang kamu sebut sebagai 'penghancur rencana'."

"Penghan ... what?" Mata Irish membeliak.

"Penghancur rencana," jawab Caraka tetap tenang, padahal Irish sudah shock parah. "Kamu juga marah-marah karena saya bikin kamu gagal kencan sama gebetan. Gara-gara gagal kencan itu, gebetan kamu malah dekat dengan perempuan lain."

Wajah Irish mulai memanas dan dia yakin sudah merah padam. Sepertinya bukan keputusan yang tepat menanyakan langsung hal ini kepada Caraka. Mungkin sebaiknya tragedi Sabtu dini hari itu disimpan jadi legenda saja.

DRUNK DIALINGWhere stories live. Discover now