3. Yang Tidak Biasa dari yang Biasanya Biasa

7.9K 1.3K 92
                                    

Apa contoh nyata dari tragedi diterbangkan setinggi langit, lalu diempas ke tanah dengan keras? Bagi Irish, khusus hari ini jawabannya adalah: sudah hepi karena atasan beragenda di luar kantor seharian, lalu mengetahui bahwa dia adalah bagian dari agenda itu.

Benar, Irish nggak bisa ikut berbahagia karena ditinggal atasan, karena Caraka "membawanya" serta. Memang ini bukan kali pertama Irish "ngikut Bapak meeting". Bapak yang dimaksud di sini tentu saja adalah Caraka—Irish sering bertanya-tanya kenapa semua orang memanggil Caraka 'Bapak' padahal dia masih muda. Kadang-kadang staf entry level sepertinya diajak ikut meeting dan ditugasi untuk mengurusi notulen, MoU, dan lain sebagainya. Namun, kali ini agak beda. Mau nggak mau, Irish harus ingat obrolan mereka di ruangan Caraka tadi.

"Kamu sudah lulus UPA, kan?" tanya Caraka.

Irish mengangguk. Dia masih jiper dengan kemungkinan akan tiba di bahasan tentang tragedi drunk dial.

Namun, setelah itu Caraka mengulurkan tumpukan berkas yang ada di mejanya.

"Pelajari," kata Caraka singkat. Mungkin karena Irish hanya menerima dokumen itu dengan pandangan gagal paham, Caraka menambahkan, "Itu kasus sengketa logo brand rumah makan Soto Ny. Halim sama Soto Halimah. Karena Vita sedang cuti melahirkan, kamu yang bantu saya urus ini, Airish."

Beruntung, saat itu Iris nggak mengeluarkan reaksi "ala keong" yang biasa dia lakukan saat terkejut dan terheran-heran. Ini tugas pertamanya yang berkaitan dengan litigasi! Alih-alih ber-hah-heh—serta melawan keras keinginannya sendiri untuk lonjak-lonjak—Irish bisa mengendalikan diri dengan tersenyum elegan serta berkata, "Baik, Pak. Terima kasih atas kesempatannya. Saya akan berikan yang terbaik!" janjinya serius, macam caleg sedang kampanye.

"Habis ini kita meeting sama pihak Soto Halimah. Kemarin sebelum cuti, Vita sudah aturkan agenda meeting. Next, kamu yang urus, ya."

Lantas, inilah yang terjadi sekarang. Irish menatap lurus jalanan yang padat merayap di depannya, sementara Caraka menyetir dengan tenang di sebelahnya. Benaknya bertanya-tanya, kenapa Caraka nggak memanfaatkan fasilitas mobil sekaligus supir kantor saja? Kenapa Caraka pilih pakai mobil sendiri, dan pastinya menyetir sendiri? (BTW, Irish sudah menawarkan diri untuk menyetir, tetapi Caraka menatapnya dengan alis terangkat, lalu dengan isyarat kedikan dagu menyuruh Iris segera masuk ke kursi penumpang).

Mungkin Caraka takut gue menyetir ugal-ugalan dan membahayakan mobilnya, demikian Irish berpikir.

Entah Iris harus merasakan apa saat ini. Di satu sisi, dia lega karena ternyata bukan soal drunk dial yang ingin Caraka bahas dengannya. Di sisi lain, Iris juga merasa benar-benar sedang sial karena ini artinya dia akan bertugas di lapangan berduaan dengan Caraka seharian. Ya, seharian, karena tadi Caraka bilang dia akan seharian di luar kantor.

Hari-hari lain itu bukan masalah besar. Apalagi Caraka juga cukup royal dan nggak mungkin membiarkan anak buahnya kelaparan. Namun, ini adalah hari istimewa. Irish bisa tekanan mental jika terus-terusan berada di sisi Caraka. Bagaimana kalau dia keceplosan membahas soal tragedi itu? Dan bagaimana kalau Caraka yang keceplosan?

Duh ... lo bikin dosa apa sih, Ris, di masa lalu sampai sesial ini? gerutunya dalam hati.

"Kamu baik-baik saja?"

Pertanyaan pertama yang muncul dari Caraka selama perjalanan berlangsung sontak membuat Irish menoleh terkejut. Dipikirnya Caraka sedang berbincang di telepon, tapi pria itu sedang fokus menyetir.

"Saya, Pak?" Irish memastikan. "Baik-baik saja, kok. Memangnya kenapa, Pak?" tanyanya heran.

"Kamu agak pendiam hari ini. Apa kurang enak badan?"

DRUNK DIALINGWhere stories live. Discover now