12 - I'm Okay

77 14 2
                                    

12 – I'm Okay

Satu pekan yang terasa begitu panjang dan menegangkan akhirnya berlalu. Dan akhirnya, Elaine bisa bertemu lagi dengan Reed.

Akhir pekan itu, mereka bertemu di rumah Elaine untuk makan siang bersama. Karena banyaknya berita tentang Reed dan press yang terus mengikutinya, mereka tak bisa bertemu di luar atau di hotel Reed. Bahkan untuk bisa datang ke rumah Elaine pun tidak mudah bagi Reed.

Meski begitu, pria itu datang dengan sebuket bunga yang akhirnya bisa ia serahkan sendiri pada Elaine. Buket bunga Reed lainnya sudah memenuhi kamar Elaine dan membuat kamar Elaine dipenuhi wangi bunga. Namun kali ini, pria itu tidak membawa buket makanan.

"Mana buket snack-ku?" tagih Elaine.

"Maaf mengecewakanmu, tapi aku membawa hal lain kali ini," ucap pria itu.

Elaine mengerutkan kening. "Apa itu lebih enak dari snack yang kamu kirimkan sebelumnya?"

"Tentu saja," jawab Reed. "Bukankah kamu paling suka es krim?"

Mata Elaine seketika berbinar mendengar itu. Ia mengangguk kuat.

"Tapi sepertinya, hingga kita menikah, kita hanya bisa bertemu di rumahmu," Reed berkata, tampak sedikit menyesal. "Aku khawatir jika ada yang melihatmu bersamaku di luar sana, kamu akan terseret skandal juga."

Sebenarnya, Elaine tidak perlu khawatir hal seperti itu karena kakak-kakaknya tidak akan membiarkan hal seperti itu terjadi padanya. Namun, melihat bagaimana Reed mengkhawatirkannya membuat Elaine merasa ... berbeda. Ini berbeda dengan apa yang biasa ia rasakan karena kekhawatiran kakak-kakaknya.

"It's okay," balas Elaine sembari tersenyum. "Selama kamu datang membawa snack untukku."

"Baiklah," jawab Reed sembari tersenyum kecil.

Lagipula, mereka bertemu di rumah ini pun tidak akan menjadi masalah sekarang. Selama sepekan ini, Reed menelepon Elaine setiap malam, terlepas dari betapa sibuknya pria itu. Berbicara dengan pria itu tidak lagi terasa canggung dan mereka bisa membicarakan hal-hal remeh seperti biasa sekarang.

Suara ketukan di pintu ruang tamu membuat Elaine dan Reed menoleh. Pintu ruang tamu terbuka dan Nancy muncul untuk memberitahu jika makan siang sudah siap. Elaine menoleh pada Reed, meringis.

"Keenam kakakku ada di sana," Elaine memberitahu. Bahkan Jerome yang katanya tidak akan bisa pulang selama beberapa minggu, langsung terbang pulang tadi pagi untuk acara makan siang ini. "Mereka pasti tidak akan membuat ini mudah bagimu." Elaine tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

"It's okay," jawab Reed. "I'm okay. Kamu tidak perlu khawatir. Bukankah aku sudah membuktikan itu selama seminggu ini?"

Reed benar. Tak peduli berapa banyak pun berita buruk tentangnya bertebaran di luar sana, pria itu tak sedikit pun goyah. Bahkan, satu per satu masalah di perusahaannya bisa ia bereskan. Pria itu dengan tenang menghadapi Remia. Kemarin Elaine dengar jika pria itu berhasil membuktikan rumor palsu tentang skandalnya dengan penyanyi muda itu.

Entah bagaimana, dia malah membuktikan jika penyanyi muda itu ternyata adalah pelaku bullying dan Reed bahkan mensponsori pendidikan korban-korban bullying penyanyi muda itu. Dia juga membuka kesempatan untuk para korban bullying itu untuk bergabung di perusahaannya kelak. Setelah itu, bermunculan sendiri berita-berita tentang kegiatan amal Reed yang tak pernah dipublikasikan.

Semakin banyak Elaine tahu tentang pria itu, dia benar-benar semakin tampak berbeda dari rumor tentangnya. Juga dari penampilannya. Sejujurnya, penampilan Reed sangat mendukung rumor buruk tentangnya. Ekspresi wajahnya yang dingin, sikapnya yang kaku, dan sebagainya.

"Kamu benar-benar orang baik, Reed," cetus Elaine kemudian.

Reed tampak terkejut. "Tiba-tiba?"

Elaine tertawa. "Yeah, tiba-tiba." Sayang sekali, Elaine mengenalnya hanya baru-baru ini. Seandainya mereka bertemu lebih awal ....

***

Reed sekarang mengerti kenapa mereka semua bergabung dalam acara makan siangnya dengan Elaine. Saat ini, di depan Reed, keenam kakak Elaine seolah tak melihat Reed. Ya, mereka memperlakukan Reed seolah ia tak ada di sana.

Bahkan tanpa rasa bersalah setelah apa yang mereka lakukan pada perusahaan Barraga, mereka membicarakan tentang pencapaian atau proyek mereka di perusahaan masing-masing. Davon, terlepas bagaimana dia mengacaukan department store keluarga Barraga, bahkan memamerkan tentang penawaran kontrak eksklusif dari saingan Barraga.

Davon. Dia terkenal dengan kekejamannya yang tak pernah berusaha disembunyikan. Tipikal orang yang bisa tertawa sembari menusuk orang lain. Ah, dia juga tipikal orang yang tak merasa perlu menusuk orang lain dari belakang. Jika dia ingin menusuk orang, dia tak ragu melakukannya di depan umum. Itulah Davon.

Namun, Reed memperhatikan ekspresi Elaine di sebelahnya. Gadis itu tampak sedikit pucat. Kedua tangannya bertaut di pangkuannya. Reed melihat bagaimana kedua kuku ibu jari gadis itu saling menggores satu sama lain. Reed mengernyit. Reed segera meraih tangan Elaine, membuat gadis itu menoleh kaget padanya.

"Reed?"

Reed tersenyum pada gadis itu. "Kenapa kamu tidak makan? Kamu tidak suka makanannya?"

"Oh, bukan begitu. Aku hanya ..." Kalimat Elaine berhenti ketika dia menatap ke depan.

Suasana yang tadinya ramai dengan suara kakak-kakaknya kini begitu hening. Reed juga bisa merasakan tatapan dari keenam kakak Elaine meski saat ini ia hanya fokus menatap Elaine.

"Kamu tahu, kan? Aku tidak bisa memberikan es krimnya padamu jika kamu tidak makan," Reed melanjutkan.

Elaine kembali menoleh pada Reed. Keterkejutan di matanya berganti protes kemudian.

"Hei, itu tidak adil! Aku bukannya tidak makan, aku hanya belum menyentuh makananku!" Elaine membela diri.

Gadis ini benar-benar ... tidak bisa melawan godaan es krim. Mungkin jika dibujuk dengan es krim, siapa pun bisa menculiknya dengan mudah. Reed harus memastikan hal seperti itu tidak terjadi.

"Jika kita bisa pergi keluar suatu hati nanti," Reed mengambil sendok dan menempatkannya di tangan Elaine, "aku akan mengajakmu ke kafe-kafe es krim yang menarik."

Elaine mengerjap. "Kafe ... es krim?"

"Ya. Ada banyak menu dengan base es krim," Reed berkata. "Aku sudah membuat list-nya. Aku akan mengirimkannya padamu agar kamu bisa memilih sendiri."

"Dan kita bisa benar-benar pergi ke sana?" Mata Elaine berbinar.

"Tentu saja," jawab Reed. "Aku akan membawamu pergi ke mana pun kamu ingin, Elaine."

Elaine tersenyum lebar. "Aku benar-benar akan memintamu membawaku pergi ke banyak tempat. Kamu harus menyiapkan dirimu."

"With pleasure, My Lady ..." Reed tak bisa menahan senyum. Entah sejak kapan ... melihat senyum Elaine membuat bibirnya refleks ikut tersenyum.

***

Our Contract MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang