Part 2

10 1 0
                                    


Aku berjalan melintasi area parkir yang menghubungkan gerbang utama dengan gedung kelas. Waktu yang masih menunjukkan pukul 06.30 pagi membuat pelataran parkir terlihat lengang. Pagi ini cuaca sangat bersahabat karena semalaman hujan. Genangan air dangkal memenuhi beberapa daerah tidak rata di lapangan parkir. Andai saja sudah pulang sekolah, aku pasti mencipratkan air dari genangan itu ke orang-orang yang kebetulan melintas. Sayangnya, aku tak ingin membuat kaus kakiku basah sebelum pelajaran pertama.

Aku tak menduga sama sekali jika akan ada motor dengan kecepatan cukup tinggi melaju melewatiku. Nyaris saja tanganku tertabrak spion motor gede berwarna hitam itu. Aku kesal bukan kepalang, masih pagi ada saja yang cari ribut. Baru aku sadari kaus kaki yang sedari tadi aku jaga—dengan memendam keinginanku untuk melompat ke tengah genangan air— telah basah.

Aku menghampiri cowok sialan yang sedang melepas helmnya setelah memarkirkan kendaraan roda duanya dengan benar.

"Heh," hardikku kasar.

Cowok itu menoleh dan...

'Oh, sh*t! Cowok ini'

"Apa?" tanyanya sok cool. Aku mengerejap dan mencoba menantangnya dengan tatapan mataku. Dia tidak tampak terintimidasi, sama seperti perjumpaan pertama kami di sparring itu. Sialnya, aku bingung harus bilang apa.

"Liat nih kaos kaki gue. Kotor gara-gara motor lo hampir nyerempet gue dan lewat di kubangan," kataku ganas—setelah diam beberapa saat.

Dia memutar bola matanya dan berlalu begitu saja. Kuulangi, berlalu begitu saja.

"Dasar, psiko nggak punya hati!" umpatku. Ups, sepertinya dia mendengarku karena dia berhenti sesaat sebelum akhirnya melanjutkan perjalanannya. Sial, kaus kakiku. Aku mencebik di lapangan parkir ini, sendirian.

"Dev? ngapain?" tanya seorang cowok. Kak Bintang?

"Ini, tadi ada yang nyipratin air dari kubangan itu ke kaos kaki aku, Kak," kataku imut. Maklum, Kak Bintang itu salah satu cowok yang ngegebet aku dan kebetulan aku suka. Tapi udah hampir dua bulan PDKT nggak ada kemajuan. Bete juga sih. Kalau dia nembak kayaknya bakal kutolak. Terlalu lama PDKT bikin ilfeel. Aku imut karena aku memang imut. Oke, abaikan. Imejku memang sengaja kubangun imut. Kapok karena beberapa cowok kabur dariku setelah tau aku taekwondoin sabuk hitam.

"Ya ampun. Nih, Kakak ada sapu tangan. Sini Kakak coba bersihin," katanya. Nggak melted tuh. Udah biasa aku dapet perhatian gini dari cowok. Dari cowok yang ngegebet dan dari Ariyo.

"Nggak usah, Kak—"

"Udah nggak papa," Kak Bintang memaksa. Aku sih fine-fine aja, lumayan kaus kakiku bersih. Tapi aku nggak suka ada cowok yang nyentuh aku, jadi sapu tangan kak Bintang aku ambil paksa terus aku bersehin kaus kakiku sendiri. Eh, cowok itu balik lagi. Ngeliat gue sekilas terus ke motornya ngambil duffel bag hitam polos. Duh, untung Kak Bintang di sini. Jadi bisa pura-pura merhatiin Kak Bintang padahal ekor mata merhatiin cowok resek itu. Aduh Violi, ngapain juga malu kalau kegap ngeliatin dia.

"Udah bersih tuh, Dev. Kenapa coba nggak Kakak aja yang bersihin," Kak Bintang membuatku kaget.

"Eh, oh i.. iya, Kak. Makasih," kataku terbata karena kaget. Ya kan tadi lagi ngeliatin cowok resek itu.

"Hahaha. Gak usah grogi, Dev," ucap Kak Bintang sambil mengacak rambutku. Aku menarik kepalaku cepat dari jangkauan tangannya. Yah, Kak Bintang salah paham. Matilah aku.

"Hn, aku duluan, Kak," aku pamit menghindari kesalahpahaman lebih lanjut. Menyalip si cowok resek yang memang tadi sudah jalan lebih dulu.

PROTECTORWhere stories live. Discover now