Her

69.7K 8.6K 1.9K
                                    

H-1

Cahaya mulai menerobos melalui kelopak mataku yang terbuka sedikit demi sedikit.

Penglihatanku semakin jelas. Aku menggulingkan badanku kekanan, tengkurap.

Kututup kedua wajahku. Aku bangun dengan keadaan yang sangat tidak baik. Hatiku terasa tertekan begitu aku sadar dari alam mimpi.

Matahari pagi yang menyapa sama sekali tidak membantuku mencerahkan perasaanku. Tentu saja. Karena itu bukan tugas matahari. Lalu, tugas siapa itu? Tugas siapa yang mencerahkan perasaanku? Saat nama itu muncul dalam benakku, aku memukul kepalaku sendiri. Memikirkannya hanya membuat hatiku semakin perih saja.

"Hyeri-ah!" Seru Ibuku dari luar kamar.

Aku menggumam, "Hmm?"

"Ireonasseo?" Tanyanya lagi. (Apa kau telah bangun?)

Tentu saja. Jika aku belum bangun, aku tidak akan menjawabnya tadi.

Aku duduk di ranjangku, "Nee.." Ujarku pelan.

"Eomma akan pergi membeli oleh-oleh untuk nenekmu. Apa kau ingin ikut?" Tanyanya, masih dengan suara keras dari luar kamarku.

"Aniya.." Jawabku. Aku sungguh tidak berniat untuk melakukan hal itu. Masih ada hal yang ingin kulakukan hari ini.

Aku mendengar langkah Ibuku yang perlahan menjauhi pintu kamarku. Lalu ia berteriak, "Kalau begitu keluarlah dan kunci pintu. Aku pergi!"

"Nee!" Jawabku.

Kulangkahkan kakiku mendekati cermin lalu menyisir rambutku.

Krek.

Aku mendengarkan bunyi yang familiar. Mataku segera terfokus kepada sumber suara, jendela.

Dengan berharap bahwa pikiranku benar, aku berjalan cepat ke jendela. Namun, alih-alih melihat sosok lelaki yang kudambakan berdiri disana sembari melemparkan batu kerikil pada jendelaku, aku hanya melihat tiga anak-anak usia 10 tahun berkeliaran disekitar jalan rumahku.

Jangan terlalu berharap, kata orang-orang.

Aku kembali berjalan dengan gontai dan melanjutkan menyisir rambutku. Lalu aku keluar dan mengunci pintu.

Setelah menutup pintu, aku berdiri dan bersandar di pintu rumahku.

Aku menatap sofa yang terletak di ruang tamuku. Tempat kami memutuskan untuk menjalin hubungan yang serius.

"Superman malgo, jadikan aku yourman."

Aku hampir bisa mendengarkan suaranya berbisik jelas ditelingaku. Mungkin aku sudah gila.

Kakiku melemas, jadi aku duduk dengan perlahan. Dengan badan yang bersandar di pintu rumah, kupeluk kedua kakiku dan kusembunyikan kepalaku dibaliknya.

---

Sore itu, aku memutuskan untuk pergi menemui Taehyung, mengikuti kata hatiku. Aku akan mencoba sekali lagi. Setidaknya, aku ingin mengatakan selamat tinggal kepadanya.

That Day.Where stories live. Discover now