The Gossips

26 1 0
                                    


"Bangun puteri tidur." Aku berbisik di telinga Cassidy, perlahan-lahan ia membuka matanya. Ketika melihatku, ia berniat menarik selimutnya kembali, tapi aku menariknya hingga sebatas lutut.

"Urrrrghhh Kate." Cassidy bangun dari tempat tidurnya dan menyangga pundaknya dengan tumpukan bantal, "Sudah berapa lama aku tidur?" suaranya terdengar serak.

"Uhhmm 5 jam?" aku mengernyitkan dahiku.

"5 jam? selama itu?" ia terlihat terkejut. Aku hanya mengangguk.

"Kau tidak pergi makan siang?" Cassidy merapikan rambutnya yang tampak sedikit berantakan.

Aku menggeleng, "Aku membawa makan siang kita ke sini." Aku beranjak dari sisi tempat tidur dan mengambil nampan dari meja dr. Martin

"Buah kesukaanmu." Aku mengulurkan apel ke arahnya, Cassidy tersenyum.

"Kau memang yang terbaik Kate." Ia menggigit apelnya. Aku membawa dua kotak yogurt, dua kotak jus jeruk, dua piring salad buah dan satu porsi steak.

"Kau makan steak?" Cassidy mengernyitkan dahinya heran.

"Bukan untukku, tapi untukmu." Aku membuka plastik pembungkus steak dan mulai memotong daging di piring menggunakan garpu dan pisau yang aku bawa dari kantin sebelumnya.

"Kate, aku tidak suka Steak." Ia menggelengkan kepalanya.

"Kau cuma takut makan steak dari cafetaria. Cass, kejadian itu sudah lama. Buktinya semua orang makan steak sekarang dan mereka tidak apa-apa." Aku mencoba meyakinkannya. Ditahun pertama kami masuk sekolah ini, ada seorang anak yang keracunan setelah makan steak dari cafetaria, meskipun pihak sekolah sudah menyelidiki hal tersebut dan mengumumkan bahwa anak itu mengidap alergi, tapi sejak saat itu Cassidy tidak pernah menyentuh Steak atau makanan berbahan dasar daging dari cafetaria. Ia terlihat ragu-ragu menatap potongan steak di tanganku, tapi akhirnya Cassidy membuka mulutnya dan memakan potongan steak yang aku sodorkan.

"Ewwww." Suaranya kembali terdengar, ketika ia mengunyah steak dari tanganku, aku hanya tertawa melihat ekspresinya.

"Enak kan?" aku mengambil potongan steak tersebut dan memasukkannya ke mulutku. Cassidy mengangguk.

"Cass," aku meletakkan pisau dan garpu di atas nampan, " Kau tidak menyembunyikan sesuatu dariku kan?"

Cassidy menatapku lekat-lekat, "Apa maksudmu?"

"Kau pasti cerita semuanya padaku kan?" matanya beradu dengan mataku, sepertinya ia sedang memahami ke mana arah pembicaraanku.

"Marko bilang ke semua orang soal kejadian kemarin, aku cuma mau tahu kebenarannya darimu." Aku menarik nafas panjang, aku sudah mendengar apa yang terjadi dari murid-murid lainnya sepanjang hari, tapi aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar, aku yakin berita yang tersebar hanya rekaan semata, dan orang yang mampu melakukan hal seperti ini, hanya Cara Hatman atau Marko Peterson.

"Aku tidak tahu apa yang mereka bilang Kate, tapi aku jamin berita itu tidak

benar." Cassidy mengambil garpu dan menyuap potongan steak ke dalam mulutnya.

"Jadi kalian tidak..." Aku mencoba meyakinkan diriku.

"Ewww Kate, Marko cuma mengantarku pulang, tidak lebih. Jangan merusak selera makanku." Ia menggelengkan kepalanya. Ada perasaan lega yang menjalar ke sekujur tubuhku ketika aku mendengarnya. Aku mungkin terkesan seperti seorang sahabat yang Over Protective. Tapi aku sangat menyayangi Cassidy seperti saudaraku sendiri. Kami tumbuh bersama, kami menghabiskan waktu bersama, aku hanya tidak rela melihatnya menghabiskan waktu bersama laki-laki seperti Marko.

"Kau tahu, Marko berbohong pada seisi sekolah." Aku memandangi salad buah di depanku.

"Biar kutebak, Dia bilang kami tidur bersama uh?" Cassidy tersenyum, aku melirik ke arahnya sekilas kemudian mengangguk.

"Yeah, dia benar-benar keterlaluan."

"Kate, itu yang dilakukan anak SMA. Bergosip, bertaruh. Aku tidak perduli apa yang mereka bilang. Yang paling penting Kathrine Myers percaya padaku.

"Heii ngomong-ngomong.. Bagaimana wawancaramu dengan Harvard?" aku berniat mengomentari soal Marko, namun usaha Cassidy untuk mengalihkan perhatianku dengan menanyakan soal Harvard berhasil.

"Uhm.. Mr. Reed akan mengadakan wawancara beberapa hari lagi, ini wawancara terakhir antara aku dan seorang gadis dari Texas. Gadis itu kelihatannya pintar, aku tidak tahu apa aku bisa lulus kali ini. " Aku mencoba mengingat kata-kata yang tertulis di surat yang aku dapatkan beberapa hari yang lalu. Jujur saja aku sedikit pesimis menghadapi siswi tersebut, aku sudah pernah bertemu dengannya beberapa minggu yang lalu, ia terlihat pintar dan cukup mengintimidasi. Harvard adalah sekolah dimana keluargaku menimba ilmu selama beberapa generasi. Bersekolah di sana seperti menjaga tradisi keluarga, satu-satunya harapan yang ingin aku wujudkan dalam waktu dekat adalah bergabung dengan Harvard dan memiliki kisah untuk di banggakan pada keturunanku kelak.

"Heii.. Kau pasti lulus, kau siswi terpintar di Clinton Academy. Kau tidak akan kalah dengan seorang koboy." Cassidy menepuk punggung tanganku lembut, aku hanya tertawa.

"Kau yakin aku pasti lulus?"

"Yeah! kalau sampai Harvard menolakmu, aku akan membunuh Mr. Reed dan koboy itu." Ia tersenyum ke arahku. Satu hal yang aku tahu tentang Cassidy, tidak mudah untuk berteman dengannya, tidak mudah untuk memahaminya, Tapi ketika kau sudah mengenalnya, ia adalah orang yang tidak akan berpaling darimu ketika kau membutuhkannya.

Aku masih ingat ketika aku duduk dikelas satu elementary school, ada seorang anak laki-laki yang bernama Peter yang mengejekku setiap hari karena aku memakai kacamata tebal. Kalian tahu apa yang Cassidy lakukan? ia mengambil tas Peter dan menggantungnya di pohon selama seminggu berturut-turut. sampai kelas dua, Peter selalu menangis jika kebetulan bertemu dengan Cassidy di lorong sekolah. 

Aku tidak tahu apa yang Cassidy lakukan selain menggantung tas Peter, tapi apapun itu, Peter tidak pernah lagi menggangguku. 

SPACESWhere stories live. Discover now