The Spotlight

34 2 0
                                    


Sudah tiga minggu sejak kejadian itu dan semuanya sudah berjalan normal, polisi menetapkan kasus tersebut karena over dosis. Aku bisa menarik nafas lega ketika membaca berita soal itu di koran.

"Tidak ada yang perlu di khawatirkan." Batinku.

"Kau mau mampir ke rumahku siang ini?" Charlie menghampiriku segera setelah bel pulang berbunyi, aku menggeleng.

"Uhm.. aku tidak bisa, mungkin lain kali?" aku bisa melihat raut kekecewaan terpancar di wajahnya, namun aku benar-benar sedang tidak tertarik untuk main game. Satu hal yang aku butuhkan saat ini hanya pulang dan tidur.

"Okay.. mungkin lain kali." Ia mengangguk, ketika kami melewati lorong sekolah. Beberapa orang menatap ke arah kami sembari berbisik.

"Ada apa?" aku berbisik ke arah Charlie, tidak nyaman dengan puluhan pasang mata yang memperhatikan kami.

"Aku juga tidak tahu" Charlie berjalan lebih cepat, aku mengikutinya.

"Hei, Jack," aku menoleh ke arah suara yang memanggilku, ternyata Erica dan teman-temannya. "Ada yang menunggumu di luar." Erica menunjuk parkiran di luar sekolah, aku menoleh ke arah Charlie yang juga terlihat bingung.

"Reynold?" Charlie mengernyitkan dahinya. Satu-satunya orang yang aku kenal, selain Charlie adalah Reynold. 

Apa yang dia lakukan di sini?

"Terimakasih." Jawabku, Erica hanya mengangguk dan kembali berbincang dengan teman-temannya.

Aku menggamit tangan Charlie dan kami berjalan beriringan ke luar sekolah, Sesampainya di luar aku tidak melihat Reynold atau siapapun yang aku kenal, hanya saja Kurt dan teman-temannya menatap tajam ke arahku, namun tidak seperti biasanya, ia tidak terlihat seperti hendak mengerjaiku atau mengejekku.

"Ya ampun.." aku mendengar suara Charlie bergumam, aku menoleh ke arahnya yang terlihat terkejut dan mengikuti arah tatapan matanya. Seorang gadis tengah bersandar disebuah mobil Aston Martin Rapide berwarna merah, gadis itu mengenakan Dress putih di atas lutut dengan motif garis-garis hitam, rambut cokelatnya yang panjang tertiup angin lembut. Ia mengenakan angkle boot hitam dan sling bag senada yang tergantung di pundak kanannya.

"Jack, apa ini mimpi? Please jangan bilang ini mimpi." Charlie mulai meracau.

"Uh Jack, dia jalan ke sini.." Charlie mulai panik ketika gadis itu berjalan menghampiri kami, aku yakin semua orang di sekolah ini sedang memperhatikan kami saat ini.

"Jangan panik." Aku mencengkram tangan Charlie, mencoba menyembunyikan rasa grogiku.

"Jack Miller?" gadis itu menyebut namaku seraya melepas kacamatanya, aku bisa melihat mata birunya yang menatap bergantian ke arah kami berdua. Aku menatap mata itu lekat-lekat, memperhatikannya lebih seksama. ia memiliki mata berwarna biru safir.

"Namaku Charles Evans, dan ini temanku, Jack Miller." Charlie mengulurkan tangannya, gadis itu menyambut uluran tangan Charlie.

"Cassidy Banks." Matanya beralih menatap wajahku, ia berkali-kali menatapku dari kepala hingga ujung kaki.

"Uhm.. Kau tidak tinggal di Brooklyn?." Charlie mengamati gadis yang bernama Cassidy tersebut, aku juga bisa menebak dari caranya berpakaian, tentunya ia tidak berasal dari Brooklyn. Upper East Side5 mungkin?

"Tidak. Aku tinggal di Manhattan." Jawabnya singkat.

"Seperti dugaanku." Batinku.

"Uhm, Charlie, kau keberatan kalau aku pulang dengan Jack? Ada sesuatu yang mau aku bicarakan dengannya?" Cassidy menatap ke arah Charlie.

SPACESWhere stories live. Discover now