3. Seseorang Misterius

82 12 0
                                    

Mata kuliah hari ini sudah selesai, Ranti menilik jam tangannya yang menunjukan waktu pukul 14.31 WIB, ia masih anteng duduk di kursi dengan posisi ternyaman serta earphone yang menggantung di daun telinga sedang memutar lagu favoritnya di ponsel.

Hiruk pikuk suasana kelas tak membuat Ranti bergeming dalam posisinya. Jari-jari tangannya cekatan mengulir sosial media instagram yang dia punya. Memang hanya beberapa kaum muda saja yang menggunakan sosial media instagram.

Sang dosen pengajar sudah beranjak meninggalkan ruang kelas sejak empat menit yang lalu. Namun seisi ruangan kelas masih ramai karena tugas kelompok salah satu mata kuliah yang diberikan sejak minggu lalu.

Awalnya ada empat kelompok yang terlihat namun setelah seperempat jam tinggal tersisa satu kelompok.

Ranti membereskan beberapa buku yang masih berserakan di meja dan memasukkannya ke dalam tas, earphonenya masih menggantung di kedua telinga.

Ranti bangkit dari kursi dan berpamitan kepada teman di kelas untuk pulang. Ia melepas earphone di kuping kanan.
"Emang tugas kelompok lo, udah selesai, Ran?" tanya seorang perempuan bernama Winda yang duduk di deretan kursi bagian tengah dengan 3 orang lainnya yang duduk berjejer.

"Udah kok, kemarin baru, aja selesai" jawabnya dengan santai dan menggendong tas putihnya.

"Pantesan, anak-anak kelompok lo nggak keliatan batang hidungnya, biasanya kan gak pernah absen nugas, walaupun kelas udah bubar. Btw mereka rajin banget ya gais?" tanya Winda kepada teman sekelompoknya, dengan nada yang meledek.

"Sok rajin tuh, sok rajin!!" jawab yang lain bersahut-sahutan sekaligus menyindir.

Namun Ranti sudah biasa akan hal ini, menjadi mahasiswi berprestasi membuatnya punya segudang musuh, di dalam selimut ataupun musuh terang-terangan seperti saat ini, namun ia tetap bersikap tenang.

"Sebenernya kita konsisten ngerjain tugas, H-1 sebelum pengumpulan, tugas udah wajib diselesaikan. Jadi nggak perlu rempong nugas terus. Matkul udah selesai tapi nggak pulang-pulang." Lagi dan lagi Ranti berbicara dengan nada santai, namun perkataannya tadi membuat skakmat teman kelasnya itu.

Winda tersenyum sinis, namun Ranti tak menghiraukannya sama sekali, karena sudah paham betul bahwa Winda merasa tersaingi.

Saat keluar dari ruangan kelas, hawa panas langsung menyambut langkahnya. Hari ini terik sang mentari terlihat sangat berpijar dari biasanya.

Langkahnya santai, melewati trotoar yang dikelilingi jejeran pohon tua dan rimbun, sejuk sekali, disertai angin sepoi-sepoi yang berseliweran, membuat teriknya matahari tidak begitu terasa panasnya. Sesekali rambut panjangnya yang terurai tersapu semilir angin.

Hari ini Ranti terlihat bahagia, karena ayahnya akan pulang minggu depan.

Ia begitu merindukan sang ayah, sudah 4 bulan lamanya mereka tidak berjumpa, hanya berkabar lewat pesan online dan sesekali video call namun itu hanya beberapa menit saja, karena ayahnya begitu sibuk dalam pekerjaan, hal itu wajar saja karena ayahnya sebagai tenaga profesional untuk merancang gedung pencakar langit di benua putih sana. Ranti sangat mewajari akan hal itu.

Ia terus melangkah menuju halte terdekat, dan sesampainya di halte, ia menunggu namun tidak ada bus yang lewat untuk mengantarnya pulang padahal sudah sepuluh menit lamanya.

Di sampingnya terlihat seorang anak kecil perempuan berbaju lusuh sedang beristirahat dengan nampan kayu berisi kue tradisional, bisa diperkirakan anak kecil ini berumur sepuluh tahun. Raut si anak kecil terlihat bingung dan risau.

Mungkin karena kue yang ia jajakan belum kunjung laku. Lantas Ranti melangkah ke kanan untuk melihat lebih jelas keadaan anak ini. Dan duduk persis di sampingnya. Ranti merasa iba.

Secangkir Kopi RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang