5. Jadi-jadian

78 12 5
                                    

Semburat cahaya jingga menari-nari diantara awan yang berarak. Burung pulang dari peraduan, membawakan sebekal makanan untuk anaknya.

Waktu telah melangkahkan kakinya menuju sore hari. Sudah waktunya insan meresapi hari.

Seperti biasa, warung Pak Suripto selalu ramai pengunjung. Sampai-sampai ada pengunjung yang rela menunggu pengunjung lainnya untuk pergi, disaat kursi dan tikar, sudah penuh diisi.

Padahal warung Pak Suripto hanyalah warung angkringan yang sudah ada sejak zaman dulu.

Warung turun temurun, kabarnya pak Suripto ini adalah generasi ke tiga.

Menu yang disediakan di warung tidak begitu spesial, namun bagi Ranti, semua menu di warung begitu spesial baginya, walau sekedar menjual olahan kopi racikan sendiri ataupun kopi kemasan yang harganya murah meriah.

Serta istri pak Suripto yang menjajakan bakmi nyemek, yang sangat menggugah selera para pembeli, di saat Mbah Din menaruh bumbu rahasia ke dalam wajan.

"Ceritain dong..? Sesuai janji yang waktu itu..." tanya Wulan sambil menggoyangkan lengan Ranti dengan manjanya.

"Cerita apa?"

"Ituloh.. kenapa si Rama bisa manggil kamu dengan sebutan 'ce-wek ga-lak'." Ucap Wulan penuh penekanan di kata terakhir.

"Oh.." "Yaaa ... gak disini juga Lan. Iki pinggir jalan loh, kamu mau aku cerita disini?" Wulan terkekeh menyadari betapa semangatnya ia untuk mendengar cerita Ranti.

"Ya udah ayo, jalannya buruan.. tuh warung nya udah deket." Wulan berlari menghampiri warung, dan meninggal kan Ranti.

Ranti menyusulnya, dengan melangkah lebih cepat.

Mereka sudah sampai di depan warung.

"Ayo masuk, kamu cari tempat duduk, aku yang pesen." Kata Ranti.

"Siap ndoro," Wulan menyatukan telunjuk dan ibu jari nya yang membuat simbol OK.

Ranti menghampiri Mbah Din yang sedang berdiri, di samping kompor dan peralatan masak lainnya.

"Mbah Din, pesan bakmi nya dua, minumnya es teh manis, terus kopi tubruk satu biasa ya.. "

"Iyo mbak.. silahkan duduk saja dulu.."

Ranti segera mencari tempat duduk yang sudah di booking oleh Wulan. Ternyata Wulan memilih tempat diluar tenda. Menurut Wulan, itu lokasi yang strategis. Bisa menikmati suasana malam kota Jogja.

Lagipula, malam ini suhu kota Jogja tidak sepanas biasanya, sehingga memilih tempat diluar, bisa membuat gerah menjadi hilang, karena hembusan angin yang lembut bersama mereka.

"Ran! Sini duduk." Ranti segera menghampiri Wulan yang sudah duduk diatas selembar tikar.

Memang tempat yang disediakan diluar tenda warung pak Suripto hanya berupa tikar, berbeda dengan didalam tenda yang memakai kursi dan juga bangku.

"Jadi, kenapa si Rama yang notabenenya anak hitz di kampus kita manggil kamu cewek galak? Terus kok bisa sih, kamu kenal sama Rama, sejak kapan? Kok aku ga dikasih tau Ran?" Baru saja Rani mendaratkan bokongnya lalu duduk bersila, tetapi Wulan sudah mencecarnya dengan berbagai pertanyaan, bagaikan hempasan ombak yang berulang kali mengguyur tubuh Ranti tiada henti-hentinya.

Fyuh..

Ranti membuang nafas dengan kasar. "Punya temen kok gini banget gustii..." Ia mengelus-elus dadanya untuk bisa bersabar.

Mata Wulan yang bulat nampak lucu ketika kadar keingintahuannya yang sedang naik drastis. Ia sangat kepo rupanya.

Ranti mengambil nafas dalam-dalam, menghembusnya, lalu mulai bercerita "Jadi, beberapa hari yang lalu, aku kesini sendirian. Pas lagi enak ngopi, ada yang ribut-ribut diluar Lan. Nah, aku kepo banget, ada apa sih, kok ribut banget.  Terus aku keluar deh, buat ngecek, habis itu..  ternyata yang namanya Rama kecelakaan, sama Bapak-bapak." Wulan kaget saat Ranti mengucapkan kata kecelakaan.

Secangkir Kopi RinduWhere stories live. Discover now