#20 Seafood (2)

21K 3.5K 746
                                    

"Absence makes the heart grow fonder." — Thomas H. Bayly

Aku menangkupkan kedua tangan di depan wajah dengan siku bertumpu pada ranjang klinik di mana Jaehyun terkulai lemas di atasnya saat ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku menangkupkan kedua tangan di depan wajah dengan siku bertumpu pada ranjang klinik di mana Jaehyun terkulai lemas di atasnya saat ini. Dalam keheningan, aku berbisik, berdoa agar laki-laki di hadapanku itu segera mendapatkan kesadarannya kembali dan berbicara padaku.

Sudah hampir setengah jam dia terbaring di sini, tapi sampai sekarang masih belum ada tanda-tanda kesadarannya. Mau tidak mau, perasaan bersalah pun semakin menghantuiku. Kalau tahu Jaehyun alergi makanan laut, aku pasti minimal mengizinkannya makan di restoran lain, atau mungkin menemaninya makan di luar restoran makanan laut tadi.

Baiklah, salahkan aku yang tidak peka padanya.

Tapi mana aku tahu kalau dia punya alergi terhadap makanan laut? Dia tidak bilang apapun tadi. Yang dilakukannya hanya cemberut dan menunjukkan ekspresi anehnya selama berada di restoran tadi.

Oke, harusnya aku peka dengan perubahan sikapnya dan menanyainya lebih dulu.

"Jaehyun," bisikku sedikit keras, mencoba membangunkannya, tapi masih belum berhasil.

Aku mengusap wajah dengan gusar, lalu menggenggam sebelah tangannya. Suhu tubuhnya sedikit lebih hangat, telapak tangannya menjadi agak lembap, serta wajah dan sekujur tubuhnya seperti kehilangan aliran darah.

Ini kedua kalinya aku menyaksikan Jaehyun terlihat pucat begini. Ini kedua kalinya pula aku harus merasakan rongga jantungku seperti diaduk-aduk hingga menimbulkan perasaan kacau di dalam sana karena kondisinya.

"Jaehyun, bangun dong."

Entah ini patut kurasakan atau tidak, yang jelas aku menyesal. Aku melipat kedua tanganku ke atas ranjang kemudian menenggelamkan wajahku di sana. Napasku menjadi sedikit sesak, tapi aku tidak peduli.

Aku merasa pantas untuk sesak. Bagian terkecil dalam sumsum tulang belakangku bahkan tak memberikan refleks untuk memberontak, yang berarti ini memang patut kurasakan. Setidaknya, untuk menebus perasaan bersalahku pada Jaehyun.

Dalam hitungan detik, kurasakan air mata merembes ke lengan bajuku hingga menyentuh kulit tanganku. Tanpa berniat menyeka atau memperbaiki posisi, aku tetap berada pada kondisiku menunggu Jaehyun sadar.

Itu yang kurencanakan tepat sebelum tiba-tiba sebuah tangan mengusap kepalaku dengan lembut. Refleks membawaku untuk mengangkat kepala dan melihat siapa yang melakukannya.

Demi Tuhan, Jaehyun sudah bangun.

"Arin," panggil Jaehyun lirih sambil menyeka air mata di wajahku, "kenapa nangis?"

Aku menghela napas lega. "Jaehyuuuuuuun! Maafin gueee!!"

Bukannya senang karena Jaehyun sudah bangun, aku justru menangis semakin keras. Astaga, ini benar-benar menjijikkan karena aku semakin terlihat lemah di depannya.

[1] Seminar ✔Where stories live. Discover now