[Phase 1-3] Malaikat itu ... Diomira

244 65 12
                                    

“Selamat datang di Hysteria, empat kesatria,” tuturnya lembut.

Dirga yang duduk di paling depan, segera duduk dengan benar. Dia menoleh ke belakang, memastikan tiga orang rekannya lengkap.

Dua sayap putih yang terbentang panjang dan gagah membuat empat orang yang disebut kesatria itu melongo. Mereka terbang menjauh dari hutan Lior, meninggalkan desisan geram penghuninya.

“Kita mau ke mana?” tanya Dirga saat mereka benar-benar keluar dari area hutan.

“Kita akan ke kota Solaris. Kota terdekat dari sini. Ah ya, maafkan aku. Aku sampai lupa memperkenalkan diri.” Wanita berambut perak itu meletakkan sebelah tangannya di dada lalu membungkuk hormat. “Salam. Aku Diomira. Terima kasih telah memenuhi undanganku, empat kesatria terhormat.”

Belum habis keanggunan yang berpendar di sekeliling Diomira, Tara sudah menyalak.

“Oh, jadi kau si penyihir itu! Cepat kembalikan kami! Bisa-bisanya aku mengalami hal gila seharian ini. Kau tidak ada kerjaan menggunakan kami sebagai monyet percobaan!”

“Heh, siapa yang lo sebut monyet?” Aurora mendelik. Dia yang sedari tadi sibuk mengamati Diomira kini tersadar.

“Ck! Diam kau, Bocah. Itu hanya pengandaian.”

“Oh, jadi lo pikir gue ini monyet, ya!”

Tara mendengus tidak peduli. Dia sedang malas berdebat. Netra hitam legamnya terus menatap tidak suka pada Diomira. Wanita yang suaranya seperti kapas itu segera masuk daftar hitamnya.

“Hei, seenggaknya kita selamat dari amukan hewan buas tadi. Bilang terima kasih dulu. Kalo gak ada dia, kita mungkin ga bakalan hidup.”

“Ya. Itu benar,” sergah Luke seraya membenarkan letak topinya. Dia mengangguk pada Dirga, menyetujui ucapannya. “Aku, Pangeran Luke dari Wysperia mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas pertolongan Nona Diomira.”

Diomira tersenyum manis. Matanya yang tertutup kain putih seperti tertarik ke samping. “Aku amat tersanjung, Tuan Luke.”

Aurora di sebelah Luke memasang ekspresi muntah. Jijik sekali mendengar intonasi Luke yang dimanis-maniskan.

Mereka kembali terbang dengan damai setelah beberapa saat.

Pemandangan nampak menakjubkan dari atas. Awan masih jauh di sana. Bintang biru besar bersinar benderang. Sejenak, suasana terasa menyejukkan dan menenangkan. Masing-masing dari keempat kesatria itu menikmati helaan angin yang berhembus.

Langit semakin gelap.

Setelah setengah jam terbang tanpa pembicaraan, mereka mendarat di padang rumput luas. Meloncat turun dari burung merpati, burung raksasa itu perlahan mengecil dan kembali ke ukuran normalnya. Ukuran normal layaknya merpati pada umumnya. Burung itu bertengger di pundak Diomira.

Diomira tersenyum. Dia mengedarkan pandangan seolah bisa melihat sekitarnya.

“Aku tau kalian punya banyak pertanyaan. Aku tau kalian sudah mengalami berbagai hal buruk setibanya di sini. Pertama-tama, aku meminta maaf untuk ketidaknyamanannya.”

Tara hendak maju, tetapi Dirga menahannya. Mereka saling melempar tatapan. Tara mendesah. Dia mengepalkan tangannya, mengalah.

“Bagiku tidak apa-apa, Nona Diomira. Wanita tidak baik meminta maaf lebih dulu.”

Aurora yang berdiri tak jauh dari Luke menendang kakinya pelan. Melotot jijik. “Diamlah!” desisnya. Luke balas melotot tidak terima, tapi dia akhirnya diam juga.

Hysteria : Escape From Another WorldWhere stories live. Discover now