[Phase 2-5] Legenda Kuno

197 52 22
                                    

Dirga menghela napas panjang seraya memasukkan lolipop ke dalam mulut. Sorot matanya menajam, memperhatikan pesta yang berlangsung di lapangan terbuka. Angin berhembus kencang, melewati pilar-pilar dengan obor menyala.
Jelas semua ini berbanding terbalik dengan sisi kemanusiaan. Bagaimana bisa warga mengadakan pesta seusai perang terjadi dan itu pun banyak korban jiwa yang berjatuhan?

"Segelas sari Buah Ker?" Zephyr mendatangi Dirga, Tara dan Aurora yang tengah duduk satu meja sembari menawarkan minuman buah berwarna biru.

"Bro, lu merasa aneh gak? Orang-orang di tempat ini gak peduli sama sisi kemanusian. Lu pikir-pikir lagi deh ... kita kan habis berperang tadi, banyak tuh korban jiwa yang berjatuhan, tapi kenapa sekarang mereka ngadain pesta?" Dirga tampak serius. Serentetan peristiwa aneh yang terjadi di Hysteria membuatnya tidak habis pikir.

Zephyr tersenyum sejenak, lantas ia segera meletakkan nampan yang berisikan minuman segar di atas meja. Pria berambut sebiru petir itu tampak bingung dengan logat gaul milik Dirga, tetapi untungnya dia mampu mengerti arah pembicaraan yang dimaksud.

"Itu sudah menjadi tradisi kami. Setelah perang usai, penduduk akan mengadakan pesta besar ... mereka beranggapan bahwa tubuh yang sudah mati tidak perlu lagi ditangisi lebih dalam. Justru kita harus merayakannya dengan bahagia mengingat arwah telah tiba di alam atas," kata Zephyr, sesekali melirik sejenak beberapa pasukan naga khusus milik desa, berusaha membersihkan korban yang berjatuhan tak jauh dari tempat pesta berlangsung.

"Menurut gua itu kaga manusiawi. Terlebih lagi, si Luke ngebunuh puluhan prajurit Solaris sampe hancur lebur." Dirga menambahkan. "Tapi kalau udah tradisi, ya-apa boleh buat? Kita harus menghargai."

"Haha ... aku melihatnya. Anak itu cukup ganas, tetapi di sisi lain sangat santai. Di mana dia sekarang?" Zephyr menanggapi Dirga sambil lalu mengambil kursi tepat di sebelah Tara yang kosong.

"Tuh! Di sana, sibuk sama para penggemarnya." Dirga menopang dagu seraya menunjukkan keberadaan Luke melalui sorot mata.

Tara, Aurora dan Zephyr menoleh secara bersamaan, mendapati Luke yang dengan santainya duduk di meja lain, dikerubungi oleh gadis-gadis cantik. Sesekali Luke berbincang menggoda, tak lupa memamerkan trik kartu tarot terbang kepada mereka.

"Dasar cewek-cewek Sinting, bisa-bisanya tergoda ama si Kakek-kakek Siluman cap Fakboy. Merusak pemandangan gue, huh. Kek gak ada cowok lain aja." Aurora meremehkan sembari meneguk habis minumannya.

Zephyr terkekeh geli. "Dia cukup menarik di kalangan wanita. Pada dasarnya perempuan mencari pria yang kuat, tampan dan menarik."

"Aku sih tidak tertarik dengan pria tampan." Tara menambahkan. Meneguk segelas minuman pemberian dari Zephyr, setelah ia terlebih dahulu mencium aromanya, mengecek apakah ada larutan racun atau tidak.

Zephyr terkekeh santai. "Menarik, lalu bagaimana tipemu? "

Tara tersenyum miring, menoleh menatap laki-laki di sebelahnya. "Yah ... apa adanya. Romantis juga, tapi tidak berlebihan."

"Mengesankan. Sayangnya pria semacam itu sulit didapat, ya." Zephyr menopang dagunya masih menatap lekat pada Tara.

"Ya, mau bagaimana lagi? Pria di jaman sekarang semuanya sama saja."

Zephyr tersenyum santai memandangi gadis berpakaian serba hitam di sampingnya. "Oh, tetapi pria di desa ini berbeda ... contohnya aku."

Tara membelalakkan kedua matanya, jelas ia tahu arah pembicaraan dari si naga biru ini. Tidak hanya itu, Dirga dan Aurora yang sedari tadi menjadi nyamuk hanya melongo memandangi mereka berdua. Dalam sekejap, sisi judes Tara kembali berkobar. "Maksudmu—"

Hysteria : Escape From Another WorldWhere stories live. Discover now