[Phase 4-3] Menara dan Mantra Kuno

103 34 4
                                    

“Bang … lakuin sesuatu,” kata Aurora dengan lemas.

Dirga menggelengkan kepalanya, berusaha meraih kesadarannya sendiri. Setelah dirinya merasa lebih baik, ia membuka tangan, berniat memanggil topeng Tumenggung. Namun, yang dipanggil tak kunjung menampakkan diri. Tatapan tajam nan panik dari Aurora mulai mengulitinya, Dirga jadi gugup sendiri.

“Nge-lag dikit,” ucapnya, “Kayaknya gue kecapean.”

“Astaga … keburu mati orangnya!”

“Bentar, Dek,” panik Dirga. “Kok kagak muncul-muncul, sih!”

“Udahlah gue aja!” Aurora berancang-ancang turun dari pijakan balok lantai yang ia pijaki.

Dirga yang melihatnya kian panik. “Eh, lu mau ngapain?”

“Kali aja gue bisa terbang kayak tadi.”

“Buset! Jangan coba-coba! Ntar lu jatuh beneran, gua yang repot.”

“Ya makanya cepet!”

“Iya, iya, nah! Udah bisa—”
Baru saja Dirga mengenakan topengnya, sebuah teriakan datang dari bawah. Kian lama suara itu kian keras. Keduanya menoleh ke bawah. Betapa herannya mereka berdua menemukan Tara tengah melesat kencang ke atas, ditarik oleh sulur-sulur hidup yang mengerikan. Ketika wanita itu melewati mereka, Aurora dan Dirga tidak bisa tidak ikut menengadah mengikuti arah Tara pergi. Di saat yang bersamaan, datang Luke yang terjun bebas dari atas. Posisi keduanya kini berbalik,  Luke jatuh ke bawah dan Tara terlempar ke atas.

“Apa-apaan—”
Dirga tak sempat menyelesaikan kalimatnya. Tara yang tadi terlempar ke atas, kini kembali jatuh ke bawah. Lelaki itu menganga, sama sekali tak menangkap apa yang sebenarnya tengah terjadi.

“TOLOOONG …,” teriak Tara sebelum ia jatuh terlalu dalam dan suaranya menghilang.

Sementara Luke yang kembali ditarik ke atas dengan riang gembira berseru, “HAI!”

Untuk kedua kalinya, Tara kembali ditarik ke atas oleh sulur-sulur yang melilit kakinya. Sekali lagi berteriak meminta pertolongan dengan amat putus asa. Sementara yang dimintai pertolongan masih sibuk melamun, berusaha memahami apa yang terjadi. Sedangkan Luke yang kembalu jatuh ke bawah—dan masih dengan sama riangnya—berteriak, “INI CUKUP MENYENANGKAN, HEH!”

“Hah?!” Aurora mengerjapkan mata berusaha kembali menfokuskan diri.

“Bodoh! Ini cara mereka membunuh kita! Jangan sampai ketangkep sulurnya!”

Manakala takdir mungkin tahu bagaimana cara mempermainkan manusia. Selepas lidahnya selesai berucap, sulur yang dimaksud semerta saja datang melilit tangan Aurora. Gadis itu berjengit kaget. Spontan tangannya yang bebas mencengkeram sulur itu berusaha melepaskannya.

Baru dipegangnya, tiba-tiba saja cahaya kebiruan berpendar dari telapak tangannya sendiri. membuatnya menjauh. Melihat anomali aneh yang terjadi pada tubuhnya untuk yang kesekian kalinya, Aurora terkejut sendiri. Badannya tersentak ke belakang dan hampir bernasib seperti Tara jika saja Dirga tidak dengan sigap meraih dan menarik tubuhnya. Itu akan menjadi kejatuhannya dari ketinggian untuk yang keseribu kalinya, saking seringnya gadis itu jatuh dari ketinggian sejak tersesat di dunia aneh ini.

“Lu nggak pa-pa?”

Aurora mengangguk lemas. “Kita harus gimana?”

“Lu biasanya yang punya ide.”

Aurora terdiam sejenak. Ia sama sekali tidak punya ide sekarang. Gadis itu terlalu panik dan bingung untuk memikirkan sesuatu.

“Woy tolongin! Malah diam ajaaaaa …,” seru Tara yang jatuh untuk yang kesekian kalinya.

Hysteria : Escape From Another WorldWhere stories live. Discover now