[Phase 2-4] Kartu Tarot

153 51 5
                                    

Luke menguap bosan. Jelas terlalu santai dibandingkan ketiga rekannya yang tampak sibuk beradu kekuatan dengan sekumpulan budak-budak berbaju besi milik governor bertubuh gempal nan picik. Terlebih lagi, Aurora, Dirga dan Tara sudah sangat lihai menguasai arena.

Luke sungguh tidak ingin bertarung, tetapi cecunguk musuh membuatnya susah untuk bersantai. Beberapa pasukan menghadang gadis-gadis Dragonoid lemah yang tidak bisa berubah menjadi naga. Membuat telinga Luke sakit. "Bisakah kalian bermain jauh di seberang sana? Berisik sekali, heh."

"Heh Bocah Cerewet, kita bertemu lagi. Ternyata kau paling lemah di antara ketiga rekanmu ya? Berdiam diri untuk apa, huh? Tidak kebagian senjata?" Seorang kepala prajurit Solaris bersuara seraya tertawa kepada rekannya. Mereka mengepung Luke, meremehkan dan mencaci maki. Mengabaikan sejenak lima gadis desa di sekitarnya.

Luke yang semula berdiri, bergerak berbaring santai di tanah. Jelas membuat rekan-rekan prajurit menatapnya bingung. "Anak gila! Dia sudah tidak waras sepertinya?"

"Lepaskan mereka dan berhentilah menggangguku Budak-budak. Ah ... aku lupa, heh. Pernahkah kita bertemu sebelumnya?" Luke terkekeh santai seraya menjadikan tangannya sebagai tumpuan bantal, menatap langit gelap yang telah dipenuhi oleh asap api. Bahkan ia sungguh tidak bisa membedakan Hysteria berada di siang atau malam hari.

"Kau ini-" Salah satu dari prajurit lain melangkah maju. Namun, tiba-tiba satu kartu tarot milik Luke sudah menancap tepat di jantung sang target sebelum ambruk ke tanah. Aksi itu membuat semua mata yang menyaksikan terdiam kaku, terlalu cepat untuk dibaca.

Luke tersenyum sambil tengkurap. Dia menopang dagu, memandangi sekumpulan orang yang mencegatnya. "Janganlah sarkas seperti Prajurit ini, heh. Aku bertanya sekali lagi ... pernahkah kita bertemu sebelumnya?"

Sadar bahwa posisi mereka berada dalam bahaya, prajurit-prajurit Solaris yang mencoba bermain-main dengannya segera menembakkan belasan peluru pada Luke. Namun, seperti biasa sang pesulap selalu lolos. Dia mengeluarkan ilusi dinding batu bata untuk menangkis berbagai tembakkan. Kartu-kartu tarot kembali menancap pada dada mereka-satu per satu tumbang ke tanah- menyisakan pemimpinnya seorang.

"Ups ... tanganku licin." Luke menyeringai. Berdiri mengambil pistol milik prajurit yang sudah tak lagi bernyawa. Dia mengarahkannya kepada si pemimpin lalu tersenyum manis sejenak. "Mimpi indah, Sayang."

Dorr.

Kepalanya pecah diikuti tubuh yang ambruk, asap mengepul hangat dari lubang pistol. Luke meniupnya pelan. "Benda ini tidak sesuai dengan ekspektasi, heh," ujarnya sembari melirik para gadis dengan kedipan mata.

Di sisi lain, Zephyr turut mengerahkan seluruh kekuatan. Ia berusaha memblokade para pasukan yang hendak membakar rumah-rumah penduduk. Naga-naga berkekuatan khusus tampak kelelahan dengan jumlah prajurit yang cukup banyak dari perkiraan, terlebih lagi mereka belum mempersiapkan semuanya. Zephyr menghela napas panjang. Ribuan pasukan tambahan dari Solaris siap menyerbu kembali, sepertinya si governor sinting memiliki banyak persediaan sebelum bertempur.

Semua penduduk Dragonoid yang menjadi naga berterbangan panik, mereka membentur beberapa bangunan sekaligus sehingga membuat Zephyr kewalahan. Lupakan semua itu sejenak, mari kita lihat Tetua Desa tengah berdiri berhadapan dengan si gempal-Tuan Governor Kota Solaris. Aura tak mengenakan menguar di antara mereka berdua.

"Torusius!" Tetua desa Dragon Bulwark meninggikan suaranya, menyaingi dentuman granat milik Dirga yang sengaja dilemparkan kepada pasukan musuh. Sorot mata birunya menatap tajam ke arah manik hazel sang Governor.

"Apa kabar Zekisel? Sepertinya Dragon Bulwark harus runtuh hari ini, hmm? Akan menjadi hadiah yang menarik untuk pertemuan kita kesekian kalinya, bukan?" Torusius tersenyum meremehkan. "Sayangnya aku mencari keempat biang rusuh yang melarikan diri, oh ... cucumu, Zephyr juga turut membantu mereka."

Hysteria : Escape From Another WorldWhere stories live. Discover now