[Phase 1-6] Kertopia

272 63 15
                                    

Suara hiruk-pikuk keramaian pasar menyambut semangat pagi keempat sekawan yang tengah berdiri mematung di depan tingginya bangunan penginapan. Setengah lapar, mereka memandang toko-toko yang menyediakan roti hangat dan buah-buahan segar—menunggu kedatangan Diomira mengingat mereka tidak memiliki uang Hysteria.

Atas saran Diomira, pakaian yang dikenakan juga telah berganti agar menyamarkan identitas mereka. Menggunakan jubah khas penduduk Kota Solaris, mereka tampak merakyat, kecuali Luke ... bocah itu masih mengenakan topi pesulapnya walaupun telah menutupi sebagian pakaiannya dengan jubah merah. Dia punya alasan khusus dibalik aksi keras kepalanya.

Aurora menghela napas kasar, ia tampak sudah tidak tahan dengan tudung abu-abunya. Tara sedikit tenang, meskipun sudah berganti kostum, ia tetap memilih jubah hitam. Dirga sangat santai dengan tudung bernuansa biru gelap, walaupun sudah mati kelaparan. Mata elangnya mencari-cari keberadaan Diomira di balik keramaian penduduk, sedangkan Luke, jangan ditanya lagi. Bocah alien itu lebih memilih berjongkok di pinggiran jalan sembari mengunyah buah jeruk yang baru saja dicurinya ketika pedagang buah lewat.

"Gila! Gue laper banget! Si Princess kapan nongolnya, sih!" Aurora mendengkus kesal. Ia melirik Luke yang sedari awal berjongkok sedikit jauh dari gerombolan. "Heh, Bocah Sedeng! Lo dapat tuh jeruk dari mana?"

Masih dengan senyumannya, Luke menoleh menghadap ke arah Aurora. Ia berkedip manja. "Aku mencurinya, kau mau, heh?" ucapnya santai lalu kembali melanjutkan kegiatan makannya.

Kening Aurora berkerut. Dia menatap Luke sinis. "Ya ga maulah!"

Luke terkekeh sembari mengunyah jeruknya. "Bagus, tapi kalau kamu berubah pikiran, kamu lihat penjual buah di dekat pohon tosca sebelah sana. Nah, tawari satu dosamu. Kujamin dia akan memberikan 2 buah sekaligus."

Mata Aurora mengikuti arahan Luke, ia terkejut ketika mengetahui si penjual yang di maksud adalah bapak-bapak gembul dari ras Demon. Jelas ia mengerti kelanjutannya. Iblis pasti membutuhkan dosa ras manusia. "Bocah Geblek! Gue ga akan pernah mau ya! Meski mau, ya kali gue bayar pake dosa gue! Lo mau gue masukin ke sarang singa?!"

"Tentu saja mau, tapi sayang sekali tidak ada sarang singa di sini. Aku sangat prihatin." Luke berkata dengan nada menyesal yang dibuat-buat setelah menghabiskan buah jeruk sepenuhnya.

"Lo! Gue harus—"

"Diam Aurora! Suaramu hanya merumitkan suasana!" Tara menarik paksa tubuh Aurora yang hendak menjotos Luke.

"Astaga, lu pada ...." Dirga berusaha bersabar walaupun ia sedikit kesal saat ini. "Seharusnya Diomira dateng sebentar lagi."

"Mencariku?" suara lemah gemulai bagaikan alunan harap menyambut indera pendengaran keempat sekawan. Sekejap, seluruh mata mereka tertuju pada sosok jelita dengan rambut peraknya yang berkilau di bawah bintang biru yang bercahaya bagaikan waktu subuh. Pagi di Hysteria tidak seterang Bumi, langit tetap menggelap disertai campuran warna galaksi pada cakrawala. Sedikit terang dibandingkan malam yang cenderung mengandalkan bintang biru.

"Nona Diomira? Anda sudah datang rupanya, heh?" Luke bangkit dari duduknya, tanpa banyak bicara lagi ia mengambil lembut tangan Diomira lalu diciumlah sebagai bentuk penghormatan kepada sang wanita.

Sedikit terkejut, Diomira tampak tersenyum ramah. Berusaha memendam semburat merah pada pipinya. "Di tempat asalku, wanita dihormati oleh pria maka demi menunjukkan perasaan tersebut, kami mengharuskan mencium punggung tangan wanita yang disanjungkan ketika bertemu."

Dirga menganga menyaksikan aksi Luke, nyaris saja insting prianya mendadak dipertanyakan. Sementara Tara, ia berusaha menahan muntah. Perutnya mendadak mual melihat aksi para remaja, tetapi tidak dengan Aurora. Gadis berjubah abu-abu itu sudah tidak tahan untuk meninju Luke terang-terangan, lantas ia melepaskan tangan Tara dan menarik Luke.

Hysteria : Escape From Another WorldWhere stories live. Discover now