[Phase 3-4] Senjata Makan Tuan

165 43 9
                                    

Dirga terdiam menatap tempat mereka berpijak. Ia berjongkok dan mencoba untuk merasakan teksturnya, kemudian berjalan dan melakukan hal serupa pada lantai yang lain.

"Kau sedang apa?" tanya Tara.

"Ini hanya pendapat gua." Kini Dirga beranjak dari posisinya dan menatap semua orang. "Kita sedang berdiri di papan puzzle raksasa."

Setelah mendengar ucapan Dirga, semua orang menatap lantai yang mereka injak. Memang secara tak sadar, lantai-lantai itu memiliki sebuah ukiran tipis berbentuk sebuah pola.

Folrina tersenyum menatap Dirga, ia semakin tertarik pada pria itu.

"Kalian dengar!" ucap Folrina pada awaknya. "Jika benar ini adalah sebuah papan puzzle raksasa, maka kita harus menyelesaikannya!"

"Sebuah permainan, heh." Luke menyeringai, ia tampak kegirangan dan cukup antusias dengan permainan puzzle raksasa ini.

Tara menggeleng menatap Luke.
"Bocah, tetaplah Bocah."

Sementara Aurora masih tampak shock dengan cahaya biru yang memancar dari lantai-lantai yang ia lewati. "Kalau gitu, ini batu granit harus disusun semua, Bang?" Aurora kini menatap Dirga.

"Kayaknya sih gitu. Tadi lu gimana caranya deh? Biar bikin lantai ini nyala-nyala?"

Aurora berjalan ke arah batu terakhir yang ia letakkan. Gadis itu menggeser batu besar di hadapannya seperti sedang menggeser sebuah properti yang terbuat dari styrofoam. "Di bagian bawahnya, ada sejenis pola gambar. Tadi gue enggak sengaja liat kalo lantai ini punya pola gambar yang sama. Ya udah, gue cocokin semua batu yang punya pola sama sama lantai di sini. Terus, tanpa gue sadar, lantainya nyala."

"Menarik, heh." Luke mencoba mencari batu granit yang memiliki pola gambar serupa dengan lantainya.

Terdapat puluhan lantai dengan pola yang berbeda-beda, begitu juga dengan batu granitnya.

Ketika Luke menemukan pola yang cocok, ia mencoba untuk mengangkat batu granit itu seperti yang Aurora lakukan sebelumnya.

"Aku salah, Om Topeng Badut. Batu ini lebih berat dari yang aku bayangkan."

Mendengar itu, Dirga mencoba untuk mengangkat salah satu batu. Uratnya tercetak di otot-ototnya yang cukup terbentuk. Ia berusaha sekuat tenaga hingga mengeluarkan kentut. "Ups, sorry."

"Najis, jorok banget!" Aurora menutup hidungnya. Begitu pun Tara dan Luke.

"Kita harus bekerja keras ...," gumam Folrina lirih.

Keempat pahlawan dan juga para crew bajak laut berusaha untuk menyelesaikan permainan ini. Mereka bekerjasama, membentuk dua tim, yaitu tim pencari, dan juga tim penggeser.

Tim pencari bertugas untuk mencari pola lantai dan batu, lalu menandainya. Sementara tim penggeser sudah jelas tugasnya, yaitu menggeser batu mengikuti arahan dari tim pencari.

Mengingat hari mulai gelap, dan pandangan mereka tak sebagus ketika saat matahari bertahta di atas langit, mungkin bukan cara yang efektif untuk melanjutkannya di malam hari. Mereka semua memutuskan untuk berisirahat sejenak, dan melanjutkan permainan ini esok hari.

"Kau tahu, apa yang lebih indah daripada padang bintang ini?" Luke tiba-tiba saja duduk di sebelah Aurora sambil menatap langit malam.

"Gue, 'kan?" balas Aurora ketus. "Pasti mau gombal, 'kan?"

"Haish, kau bisa membaca pikiranku, heh?"

Tara dan Dirga terkekeh di depan api unggun menatap Luke yang tampak bodoh. "Jangan tertawa, aku yakin kau lebih parah dari dia," ucap Tara.

Hysteria : Escape From Another WorldWhere stories live. Discover now