[Last part] Ikhlas

1.4K 125 14
                                    

Baru dua hari setelah kepergian Alaska. Semalam, Senja tidur dengan laptop yang menyala dan gamis hitam yang masih melekat di tubuhnya. Pagi ini, Senja bangun dengan perasaan hampa. Melihat benda elektronik di depannya kehabisan daya, ia langsung membereskannya dan beranjak menuju kamar mandi.

Kata orang, "perpisahan adalah hal paling menyakitkan dari pertemuan." Ya, itu memang benar. Namun, kenyataan yang kita jalani setelah menghadapi sebuah perpisahan itu jauh lebih menyakitkan. Ia harus tetap menjalani hidupnya walaupun dunianya hancur. Dengan balutan seragam sekolah, ia menatap jalanan. Kendaraan masih melaju, matahari masih berpijar, dan angin masih berhembus. Hanya dunianya yang luruh bersama dengan perginya kekasih hati.

Saga sebetulnya agak khawatir dengan keadaan gadis itu yang pagi ini dipaksakan untuk terlihat baik-baik saja. Namun apa boleh buat?

Langkahnya gontai, ia berjalan tak tentu arah bukan lagi menuju sekolah. Hingga sampai di suatu halte tempat ia pertama kali bertemu dengan Alaska. Senja duduk disana hingga dua jam berlalu. Tidak ada ekspresi di wajahnya, hanya pandangannya yang kosong melihat kearah langit.

Sekuat tenaga ia berusaha tegar. Handphone nya sejak tadi terus berdering. Di tasnya berisi dompet, buku kosong, laptop dan flashdisk pemberian Alaska. Ah, hadiah ulang tahun dari pria itu juga ia bawa. Entah mengapa, tangannya tiba-tiba memasukkannya kedalam tas begitu saja.

Sebuah bus menepi, dengan rute perjalanan menuju kota lain. Entah mengapa langkah kakinya berjalan naik kedalam bus itu. Ia menatap jalanan, tangannya meraba telinga untuk memasangkan sebuah earphone. Perlahan, matanya menutup ketika alunan lagu mulai terputar dan bus mulai berjalan.

_________

Lorong sekolah tampak sunyi hari ini. Tatapan para murid terpaku pada Leon yang berjalan santai menuju kelasnya. Sebenarnya, pria itu tahu mengapa para murid menatapnya, namun ia memilih untuk menghiraukannya.

Sesampainya di depan kelas, sudah banyak orang berkerumun. Ia sampai harus mengambil celah untuk bisa sampai ke mejanya. Disana, sudah ada Galaksi, Gilang, dan Alea yang sedang meletakkan bunga mawar putih di atas meja Alaska yang sudah terdapat banyak bunga-bunga lain.

Tidak sedikit surat ucapan bela sungkawa tertempel di meja Alaska. Semua murid maupun guru berduka. Tatapan nanar penuh kesedihan tidak henti-hentinya menatap tempat yang biasa di duduki Alaska sejak bersekolah disana.

Tidak ada yang berani menanyakan kabar teman-teman Alaska. Semua orang tahu, mereka sekuat tenaga menahan diri untuk tidak terlihat rapuh.

Namun, tidak ada yang melihat keberadaan Senja padahal gadis itu yang paling dicari-cari dan ditanyakan kabarnya.

_________

Perjalanan itu memakan waktu yang lama, menghantarkan Senja menjauh dari hiruk pikuk kota yang penuh dengan panas dan polusi. Gadis itu pergi seorang diri menuju pantai untuk menemukan ketenangan. Jangan berpikir bahwa ia ingin mengakhiri hidup, tentu saja tidak.

Ikhlas.

Satu kata yang terlintas di pikirannya sejak tadi. Akhir dari segala perpisahan adalah mengikhlaskan.

Namun, caranya pun tidak ia ketahui. Jika boleh jujur, Senja pun belum ikhlas dengan perceraian orang tuanya, lalu bagaimana ia bisa secepat itu ikhlas dengan kepergian Alaska dua hari lalu?

Sepertinya, baru kemarin ia resmi menyandang gelar sebagai pacar Alaska. Padahal, ia sudah memikirkan ingin memakai baju adat apa untuk pernikahan mereka nanti.

Padahal, Senja sudah menyiapkan tempat-tempat yang ingin mereka datangi bersama.

Padahal, Senja sudah siap merayakan ulang tahun pertama Alaska sebagai pacarnya.

Padahal, padahal, padahal..

Tidak akan ada habisnya kata itu untuk menggambarkan semua impiannya dengan Alaska. Mengapa ia pergi secepat itu? Namun tetap saja, mencegah kepergian Alaska bukanlah kuasanya.

Andai saja malam itu ia tidak membiarkan Alaska pulang di hari berhujan..

Semua pikiran itu terus melayang di otaknya. Matanya menerawang jauh, menatap hamparan air yang tidak terlihat ujungnya. Ia duduk diantara banyaknya pasir pantai. Matahari sepertinya sedang iba padanya, hingga menyumput diantara awan mendung di bulan desember.

Tidak heran, musim penghujan mulai tiba.

Hadiah hari ibu terakhir untuk tante Wilona sudah ia berikan. Itu sebuah gelang berukiran ucapan 'selamat hari ibu' yang mungkin bisa beliau kenang selamanya karena tidak akan pernah pudar. Kini, saatnya Senja membuka kotak hadiah yang Alaska beri untuk ulang tahunnya.

Tangannya perlahan membuka kotak itu, dirinya tertegun ketika melihat kalung berwarna silver dengan liontin bulan di tengahnya. Selain itu, ada secarik kertas kecil berisi ucapan 'selamat ulang tahun, Senja!' dengan emoji hati di belakang kalimat.

Langsung dipakainya kalung itu, di sentuhnya halus liontin bulan yang menggantung di tengahnya.

Alaska selalu tahu apa yang ia suka.

Gadis itu mengeluarkan sebuah buku dan bersiap menulis sesuatu di dalamnya.

Kepada Alaska, yang jauh menembus awan menjadi bintang paling terang.

Terimakasih telah membuatku berpijar selama ini. Yang tetap menemani Senja hingga terbenamnya matahari.

Masih banyak kata yang ingin aku ucapkan langsung padamu, namun kau sudah terbang terlampau tinggi hingga tidak sanggup lagi untukku menggapaimu.

Alaska, kamu tahu bagian paling menyedihkan dari perpisahan? Yaitu mengikhlaskan. Siapa yang bisa mengajariku apa itu ikhlas?

Terimakasih untuk hadiah yang kamu berikan. Kalau boleh meminta, aku ingin sehari lagi bertemu denganmu, dan mengatakan aku mencintaimu sejuta kali.

Setelah ini, aku akan menjalani hidupku sebaik mungkin. Aku akan kuliah, kerja, lalu menikah walaupun bukan denganmu. Namun ada yang harus kamu tahu, aku tidak benar-benar melupakanmu. Kepergianmu membawa separuh hatiku hingga tiada lagi yang bisa mengisi sepenuhnya.

Aku harus tetap menjalani hidup, Alaska.

Terimakasih, pertemuan singkat kita benar-benar melekat sepenuhnya.

Tenanglah dalam damai.

Doaku akan selalu terbang, menerangi gelapnya rumahmu.

Tepat setelah bait terakhir, Senja menggulung kertas itu dan mengikatnya dengan pita. Ia berjalan menuju pantai, melepaskan surat itu kelautan dan membiarkannya hanyut.

Bersamaan dengan hanyutnya kertas itu, perasaan Senja melega. Ia bisa mengatakan bahwa ia ikhlas dengan kepergian Alaska

Senja sudah benar-benar terbenam di Teluk Alaska.

__________

Sepulang dari pantai, langkah gontai Senja membawanya pada suatu pedesaan. Desa tempat mama kandungnya berada. Di depan rumah masa kecilnya, Senja menutup pintu yang tertutup itu. Matanya berkaca-kaca, tidak ada tenaga untuk mengetuknya. Ia menjatuhkan tas, dan mulai berjongkok. Menyusupkan kepalanya diantara kedua tangan. Mamanya menyadari ada seseorang di depan rumah dari balik jendela.

Itu Senja.

"Senja?" ucapnya setelah pintu terbuka.

Senja mendongak, menatap mama kandungnya.

"Senja kenapa gak ketuk pintu? Senja kenapa?"

Gadis itu tak menjawab. Ia malah memeluk mamanya, menangis hebat dalam pelukan.

Selain Alaska, mamanya salah satu tempat dimana ia merasa aman.

Senja Di Teluk Alaska | ✔Where stories live. Discover now