[32] Tentang Cinta

1.4K 121 6
                                    

Menurutmu, apa yang lebih manis dari gula?

Madu?

Permen?

Kalau pertanyaan ini di tujukan kepada Alaska, pasti ia akan menjawab Senja. Dirinya tak menyangka akan sangat mencintai gadis yang bahkan baru ia kenal selama dua bulan. Alaska sangat berterimakasih kepada dua curut ditambah Galaksi yang membicarakan Senja waktu itu, kepada cokelat, seblak, bahkan pada Debo. Ya, pria itu yang membuat nama Senja melonjak pesat hingga Alaska bisa mengenalnya.

Namun, bagaimana jika semua kejadian ini tidak terjadi? Apakah takdir akan tetap membawanya pada Senja? Alaska percaya, Senja memang takdirnya.

Ikan di laut sama sayur di gunung aja ketemu nya di warteg!

Ya, Alaska percaya takdir. Namun ia tidak yakin, apakah waktu berpihak kepadanya untuk sekedar hidup lebih lama?

"Alaska!" Senja tiba-tiba berteriak.

Alaska terkejut, ia melamun.

"Lo kenapa diem aja? Kesambet?"

Bukannya menatap Senja, ia malah menatap hamparan air di depannya. Mereka pergi ke danau, untuk sekedar melarikan diri dari dunia yang pahit ini padahal hari sudah malam.

"Ja, apa yang bikin lo percaya kalo gue cinta sama lo?" pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Alaska.

Senja menimang, spertinya ia sedang berpikir, "Gue gak tau pasti."

"Berarti lo gak percaya kalo gue cinta sama lo?"

"Bukan begitu."

"Terus?" cecar Alaska.

Senja melanjutkan, "Cinta itu gak berbentuk, Alaska." nada bicaranya halus sekali, "Ia bukan berbentuk hati, kotak, apalagi jajar genjang. Cinta gak bisa di pegang, gak bisa di lihat, dan yang lebih parahnya.. gak semua orang bisa ngerasain cinta."

Mungkin kata-kata Senja terlalu dalam, namun Alaska masih bisa menangkap makna nya.

"Gue belum dapet point nya," jujur Alaska.

Senja meraih telapak tangan Alaska untuk di genggam, namun manik matanya fokus pada wajah pria di depannya. "Sejak lo menggenggam, memeluk, dan membuat gue merasa aman. Cinta itu beda. Lo bisa ngerasain hadirnya bahkan hanya dengan mendengar suara, dan sentuhan orang yang cinta sama lo."

"Bukannya itu artinya, lo yang cinta sama gue?" pertanyaan Alaska sungguh menyulut emosi.

"Iya, gue cinta sama lo. Dan itu cukup. Kalau pun sebenarnya lo gak cinta sama gue gak apa-apa, karena gue tulus dan gak mengharapkan apapun dari lo."

Jawaban Senja benar-benar diluar dugaan. Alaska membatu, matanya mampu menangkap gurat tulus di mata pacarnya. Jika seperti ini, bagaimana bisa ia meninggalkan Senja?

Membayangkan hal itu, reflek Alaska melepaskan pegangan tangannya. Ia memutus kontak mata dengan gadis di hadapannya, berharap Senja tak membaca isi pikirannya. Mati-matian, Alaska menahan air mata.

Sekarang katakan, bagaimana bisa Alaska tidak jatuh cinta dengan gadis ini?

"gue emang gak bisa ambil bulan, bintang, maupun matahari karena itu panas sebagai bukti cinta gue ke elo. Tapi yang harus lo tau, gue bisa nangkap kecoa yang terbang ke arah lo, saat lo takut."

Yah, itu cukup. Karena Senja tahu, Alaska fobia dengan serangga menggemaskan itu.
__________

Selesai mengantar Senja pulang, Alaska malah melajukan motornya menuju perumahan lain.

Banyak tanaman dari yang hijau sampai yang kuning menghiasi rumah itu, maniak tumbuhan.

Kebetulan sekali, sang pemilik sedang duduk bersantai di dengan sebuah gitar di depannya.

"Ngapain lo disini? Lo masih inget kalo punya temen?" tanya Gilang.

Alaska membuka helm, ia langsung mengambil tempat di samping temannya itu. "Jarang-jarang kan gue kesini?"

"Kemana aja lo tiga hari ini?"

"Rumah sakit." sepertinya, ia tak harus berbohong dengan Gilang.

Genjrengan gitar yang Gilang mainkan asal berhenti, "Siapa yang sakit?"

"Gue."

"Udah gue duga. Muka lo pucet mulu kayak mayat idup." tak di sangka, respon Gilang begitu santai.

"Gak papa, yang penting ganteng."

Gilang menurunkan gitar dari pangkuannya, ia sadar Alaska butuh teman cerita. "Lo kalo mau cerita ya cerita aja."

"Leukimia, gue tau lo gak bakal ngerti tapi yang jelas kanker darah tingkat lanjut."

Kali ini, Gilang agak terkejut. Kata-kata yang keluar dari mulut Alaska seakan radio rusak yang mengabarkan berita buruk. Ia bingung harus merespon seperti apa.

"Terus, kira-kira kapan lo mati?"

Jahannam.

"Anjing. Dari sekian banyak pertanyaan kenapa lo nanyain ini sih setan? Gue aja gak berani bayanginnya!" kesal Alaska.

Namun anehnya, wajah Gilang teramat serius. Alaska jadi kesal. Bisa-bisanya menanyakan perihal mati pada orang sekarat.

"Ka.. lo sekarang jangan ngomong anjing lagi deh. Mending tobat, bawa bekal banyak-banyak."

Walaupun--sepertinya--Gilang bercanda, namun ada benarnya. Alaska belum mempersiapkan apa-apa saat ini. Padahal, ia hanya seorang hamba.

"Iya, nanti gue tobat."

"Terus, motivasi lo kesini ngapain?"

"Gue mau minta tolong."
__________

Senja melihat-lihat fotonya dengan Alaska selama ini. Mereka memang sedikit sekali berfoto, namun terlalu banyak kenangan yang hanya akan disimpan dalam ingatan.

Satu minggu lagi adalah ulang tahun nya. Senja tak mengharapkan apapun di hari itu. Namun, ia sudah menyiapkan hal istimewa untuk Senja habiskan dengan Alaska yang ia yakin tak akan terlupakan seumur hidup.
_________

Senja Di Teluk Alaska | ✔Where stories live. Discover now