[33] Patahan Pertama

1.2K 112 2
                                    

Setelah patahan pertama ini, adakah patahan-patahan selanjutnya?
__________

Setelah sekolah usai kemarin, hujan lagi. Alhasil, baru hari ini mereka bisa mendatangi rumah Alaska. Namun nihil, tidak ada siapa-siapa. Gilang menghubungi handphone Alaska, namun tak mendapat jawaban. Sebenarnya, Gilang agak segan untuk menghubungi tante Wilona, apalagi om Geraldi.

Mau tak mau, namun harus.

"Kalian ngapain sih?" tanya Senja, ia masih bingung kenapa tiga cecurut ini memaksa Senja untuk ikut.

Leon mengedikkan bahunya, "Gue gak tau, ngikut Gilang emang sesat."

Sedangkan Galaksi hanya diam, memerhatikan Gilang yang sibuk menghubungi seseorang.

Senja sudah merasa gundah, ia kesal. "Kalo emang Alaska gak ada, yaudah pulang aja. Lagian dia gak mungkin kemana-mana, kayak lo gak bakal ketemu sama dia lagi."

Mendengar ucapan Senja, entah kenapa Gilang merasa sedikit kesal. "Ikut aja, gak usah banyak bacot."

Senja terdiam. Selama berteman dengan mereka, baru ini Senja mendengar ucapan yang agak kasar dari mulut Gilang. Yang ia tahu, Gilang adalah sosok lucu dan periang.

Galaksi menengahi, "Udah, Lang."

Televon dari Gilang terjawab, "Alaska dimana tante?" tanya nya to the point.

Mereka tidak tahu apa yang Wilona katakan. Namun setelah televon tertutup, Gilang langsung bergegas pergi menuju mobil mereka.

Sepanjang jalan, Senja hanya bisa diam. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi.
________

Rumah sakit.

Sejak dulu, Senja begitu menyukai rumah sakit. Selain bercita-cita menjadi seorang dokter, bau obat khas tempat itu selalu menenangkannya. Aneh bukan?

Namun sekarang, rasanya menyesakkan.

"Sebenarnya, tante udah janji sama Alaska buat rahasia in semuanya. Terutama dari Senja. Tapi sekarang, udah gak bisa di tutup-tutupi lagi." sejak mendengar penuturan tante Wilona, pikiran Senja terbagi-bagi.

Penyakit Alaska bukan seperti flu yang hanya dengan beristirahat bisa sembuh dengan sendirinya. Senja pun tahu bahwa nenek Alaska meninggal karena penyakit yang sama.

Tidak, Senja tak menangis. Ia hanya sedikit terkejut, hingga perasaannya campur aduk. Tak tahu, harus bereaksi bagaimana.

Gilang sudah tahu lebih dulu, Leon dan Galaksi nampak kecewa namun mereka tetap bisa mengendalikannya.

Berbeda dengan Senja. Saat ini, ia hanya bisa memikirkan satu hal. Sebelum Alaska sempat membuka mata, Senja sudah berjalan keluar tanpa mengucap pamit.

Leon, Gilang, dan Galaksi hanya memandangnya pergi. Sama sekali tak berniat untuk menahan. Mereka tahu, Senja paham apa yang harus ia lakukan.
__________

Langkah kaki terus membawa Senja pergi ke sembarang arah. Gadis itu tidak tahu harus pergi kemana. Hari sudah hampir malam, dan dia tidak membawa uang sepeser pun. Matanya memandang handphone yang masih tersisa banyak daya. Senja belum berniat pulang, ia masih ingin sendiri.

Sendiri, Senja duduk di halte. Memandangi kendaraan yang lalu lalang dengan tatapan kosong. Sebenarnya, apa yang terjadi? Ia masih belum menerima semuanya. Di pikirannya terbesit ingatan, ketika Alaska berjanji untuk baik-baik saja.

"Kenapa ingkar janji?" gumamnya tanpa sadar.

Rasanya menyesakkan. Senja bukan gadis cengeng, ia tak boleh menangis. Dari jauh, terlihat sorot lampu motor mengarah kepadanya yang sedang menundukkan kepala dalam-dalam.

Senja Di Teluk Alaska | ✔Onde as histórias ganham vida. Descobre agora