6. Gombalan anak IPS

99.1K 8.1K 482
                                    

Minimal vote mazzeh..

***

"Memang salah jika terus berharap pada hati yang sulit untuk di kuasai."

***

Rabu,

Hari yang paling santai bagi Raksa. Tidak ada pelajaran yang terlalu memeras tenaganya hari ini. Hanya pelajaran Matematika dengan Fisika saja, sisanya Seni Budaya.

Menjalankan jadwal hariannya sebagai murid berandal SMA Padja Utama. Cowok itu berjalan menyusuri koridor dengan didampingi oleh Kenzo disamping, waktu menunjukan pukul 07.59, terbilang masih pagi untuk murid semacam Raksa, Kenzo dan sejenisnya. Raksa memang anak teladan, kepanjangan Datang Telat Pulang Duluan, kata Kenzo seperti itu.

Langkah mereka mengayun tanpa hambatan. Tentu saja koridor sudah sepi, namun hal itu tidak membuat kaki Raksa sudi untuk berlari dengan alasan takut di hukum. Kata takut bukan sebuah hal besar bagi Kanagara bermata elang itu. Apalagi Kenzo yang merasa hidup paling santai, tidak mau repot misuh-misuh hanya karena telat masuk kelas pagi ini.

Kenzo mengintip dari luar jendela kelas mengantisipasi keadaa. "Bismillah," gumamnya.

"Permisi." Ucap Raksa membuka pintu kelas.

Bu Rania selaku guru Fisika itu menoleh. "Duduk aja Raksa." Ujarnya.

Lalu Bu Rania melirik ke arah belakang menatap Kenzo membuat cowok itu meneguk ludahnya was-was. Raksa masuk terlebih dahulu, tapi saat Kenzo hendak mengikutinya suara Bu Rania sudah menghentikan langkahnya.

"Kenzo, kamu kerjakan soal ini sekarang." Ucap Bu Rania dengan tegas yang sontak membuat darah Kenzo terasa berdesir hebat.

"Lah ibu, dia-"

"Jika tidak silahkan keluar dari pelajaran saya hari ini."

Kenzo menghembuskan napasnya pelan. "Tabah Zo," gumamnya pasrah.

Dengan berat hati Kenzo berjalan ke depan dan berdiri di depan white board yang dipenuhi soal dan rumus yang sama sekali cowok itu tak paham. Dalam hati Kenzo merapalkan doa berharap keajaiban datang, atau mungkin otaknya menjadi Albert Einstein dalam sekejap Kenzo rela, asalkan ia tidak berdiri di sini selama pelajaran Buk Rania hingga akhir.

Bu Rania berdiri mengawasi seraya sesekali melihat muridnya, mata nya menajam. "Gibran." Tegurnya membuat Gibran yang sedang bermain game di ponselnya tiba-tiba duduk tegak.

"Iya bu?"

"Bantu Kenzo mengerjakan, kedepan." Perintah Bu Rania membuat Kenzo yang sedang menulis acak di depan tersenyum miring.

"Bu! Raksa gak di hukum juga?" Protes Gibran.

Raksa melayangkan tatapan horornya pada Gibran mengisyaratkan agar temannya itu diam.

"Gibran, daripada banyak protes mending kamu tingkatin belajar kamu biar peringkat kamu naik, mending mengerjakan atau ponsel kamu ibu sita?" Ancam Bu Rania.

"Nah belajar Gibran, biar gak bego." Campur Arza membuat semua murid disana terkekeh, ditambah wajah mengejek Kenzo ia tunjukan pada Gibran membuat cowok itu semakin sebal dibuatnya.

"Hoki lo." desis Gibran, Raksa acuh tak menanggapinya.

Gibran mendesah pasrah bangkit maju ke depan, sebenarnya ia juga merasa iba melihat teman seperjuangannya itu sedang berjuang melawan rumus di depan sana. "Gak adil cok." Desis Gibran seraya menghitung di samping Kenzo

Kenzo terkekeh. "Si Bos hoki nya kepake mulu." Balas Kenzo seraya mendengar gerutuan Gibran. Namun sosok yang di maksud masih tak mengusiknya juga dan fokus membuka buku pelajaran Fisika.

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang