60. Tentang 01.25

50K 4.6K 132
                                    

"Ada yang lebih mementingkan sakit manusia lain karena tahu manusia lain itu tidak sekuat dirinya."

***

Flashback 2 tahun lalu.

Malam itu, setelah kematian saudara kembarnya Raffa Ardigan Raja Alba, meninggal tepat pukul 01.25 WIB di dalam kamar rawat meninggalkan duka yang sangat hebat baginya.

Raffa sudah berpulang ke Tuhan. Hidup Raksa terasa kosong, seharian penuh Raksa mengurung dirinya di dalam kamar tanpa melakukan apapun. Ia hanya duduk dengan pandangan melamun, Raksa tidak berniat keluar meski seluruh keluarganya ada di rumah besar itu, mereka beduka atas kepergian Raffa, namun bagi Raksa itu semua tetap saja palsu.

Kanagara bermata elang itu menunduk dengan bahu bergetar. Ia menangis dengan rasa penyesalan yang teramat sangat. Hati nya sakit, dadanya terasa sesak saat harus menyadari bahwa saudaranya itu memang benar-benar tiada.

"Aarrghh!" Pekiknya sambil memukul dadanya yang sesak.

Air matanya menetes, tidak peduli jika semesta akan menilainya menjadi manusia lemah. Raksa butuh kehadiran Raffa sekarang, namun itu sudah menjadi kemustahilan. Raksa menggeleng kuat dengan kepala tertunduk. "Gua nyesel," lirihnya.

"Gua nyesel gak bisa nolong lo," lirih cowok itu dengan nada yang terdengar begitu pilu.

Raksa menangis dengan air matanya yang deras, ia menengadah seraya tertawa miris. "Lo sengaja pergi di hadapan gua anjing." Isaknya parau.

"Lo tega!"

Buk!

Buk!

Raksa memukul dadanya karena benar-benar sesak dan menyakitkan. Cowok itu menangis sesenggukan, ia duduk di lantai dengan bahu yang bersandar pada pinggiran ranjang. Keadaanya jauh dari kata baik, rambutnya acak-acakan, matanya memerah karena menangis dan hatinya juga sakit.

"Gua belum siap kehilangan!"

"Bangsat!"

"Lo curang!" Pekiknya menyiku pinggiran kasur berusaha melampiaskan kemarahannya. "Aaarrrghh!" Teriaknya menangis sesenggukan.

"Kenapa lo ngambil abang gua?!"

"Gua butuh dia! Balikin sekarang! Gua gak mau dia mati!"

Tangisannya tidak berhenti. Jantungnya bepacu bersama emosi yang ingin diluapkan. Rasanya Raksa ingin datang ke hadapan Tuhan dan bertanya apa kesalahannya sampai harus meraskan kehilangan yang sesakit ini.

Dari sekian banyak nya orang, kenapa harus saudara kembarnya yang di ambil?

Raksa menggeleng lemah dengan tangan terkepal kuat. "Gua tanpa lo bukan Raksa, Raf."

Tangannya mengepal erat. Urat-urat menonjol dengan rahangnya yang mengeras karena merasa tidak adil dengan takdir semesta.

PRANG!

Pecahan kaca menggema di ruangan itu. Raksa meninju kaca nakas di samping tempat tidurnya hingga hancur, ia menyeringai membiarkan darah di jarinya menetes begitu saja.

Raksa tertawa seperti orang gila. "HAHAHAHAHA!"

"AARRGHH BANGSAT!"

PRANG! PRANG!

BRAK!

Semua barang yang ada di dekatnya hancur. Emosinya benar-benar tidak terkontrol, matanya memerah menatap darah di tangannya. Air matanya mentes lagi.

KANAGARA [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon