15. Pelangi Tanpa Warna

92.3K 7.2K 222
                                    

"Dia bilang, hidup dalam keadaan kehilangan itu bagai pelangi tanpa warna." -Aldaraya.

***

Terpuruk?

Hadirnya sakit itu selalu di belakang setelah bahagia sudah bosan menetap. Jangan terlalu senang jika tidak ingin dunia main-main sampai tega mendatangkan luka. Seperti Alda, padahal hatinya sudah babak belur dan malah dibuat semakin hancur. Sebenarnya semesta sedang bercada dari kemarin. Dan belum mau usai katanya.

Alda menarik napasnya dalam-dalam, ia menatap pantulan dirinya di cermin yang sudah terbalut rapi dengan seragam sekolah.

"Manusia lemah itu yang mau di perbudak dunia kan Al?" Ujarnya pada diri sendiri.

Gadis itu mengusap air matanya cepat hingga tak tersisa. "Dari awal kehadiran lo itu udah luka, jadi lo gak usah berharap bahagia." Katanya berusaha menepis harapannya yang selalu bergantung pada semesta yang jelas-jelas belum mengerti tentang rasa sakit.

Kemudian ia bangkit dan beranjak pergi. Meninggalkan kamarnya yang sunyi, semakin gelap saat gadis itu mematikan lampu disana.

Alda berjalan pelan, ia tersenyum pedih. Ya, Alda paham, hidup itu bukan tempat untuk tersenyum, dan mati juga bukan pula tempat untuk menangis. Hidup bukan pilihan, namun mati juga bukan keputusan. Dari sekian banyaknya waktu, Alda sudah banyak menemukan luka yang nantinya terobati sendiri. Dan rumusnya memang seperti itu, ketika kamu tertawa, maka kamu mendaftarkan diri untuk terluka di masa depan.

Opsi yang tersisa adalah menjalani segalanya sampai Tuhan memberikan balasan dari semua yang menjadi segalanya.

***

Syabina mempertajam penglihatannya saat melihat sepasang kedua insan itu berada di ujung lorong. Satu yang sibuk menggoda, dan satunya sibuk berusaha tuli dengan wajah yang seakan enggan diganggu.

"Sa, ternyata gua masih gak bisa kalo harus jauhin lo. Gua tau kok lo gak suka sama gua."

Kanagara bermata elang itu menikan alisnya. "Terus kenapa lo masih ngikutin gua?"

"Karena gua suka!"

"Gua gak nyuruh lo buat suka sama gua." Balas Raksa.

Alda menghembuskan napasnya pelan. Gadis itu menatap nanar pada punggung Raksa. "Gua butuh sandaran." Lirih Alda membuat langkah Raksa terhenti.

Raksa menoleh menatapnya. "Mantan lo ada, kan?"

"Biarin gua menang di kisah percintaan gua kali ini, gua bosan kalah." Kukuh gadis itu yang masih dalam pendiriannya. Kanagara bermata elang itu menatapnya lekat dan memajukan tubuhnya mengikis jarak diantara mereka. "Bukan kalah, lo cuma belum ketemu sama orang yang tepat."

"Berarti lo bukan orang yang tepat? Karena sejak gua suka sama lo gua selalu merasa kalah."

"Lo harusnya sadar dari awal." Balas Raksa dan melangkah lagi.

Syabina mengambil langkahnya mendekati mereka. "Al?" Sautnya.

Alda menghentikan aktivitasnya yang sedang berusaha membuat Raksa bicara, namun usahanya menghianati hasil, Raksa masih dengan dirinya yang cuek dan dingin. Sangat berbeda dengan yang kemarin ketika cowok itu berubah hangat saat dikamarnya.

"Apa Bin? Mau ikut jadi penggoda abang satu ini juga, Bin?" Tanya Alda sambil tertawa.

Syabina menggeleng pelan, Syabina cukup senang karena Alda kembali seperti biasanya, walau kentara kalau ada luka merekah di hati Alda. Ia menatap Alda berusaha mencari sesuatu, hatinya mendadak sakit saat harus melihat kantung mata sahabatnya itu, tertutup bedak namun Syabina tetap melihatnya.

KANAGARA [END]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz