36. Kehilangan Status

70.3K 6.4K 519
                                    

"Banyak yang menyesal di bumi bukan karena gagal, namun terlambat."

***

Kepulan asap rokok di atas rooftop gedung itu menguar ke udara tertiup angin.

Kelima cowok dengan baju seragam yang keluar dari celana sekolah mereka sedang ada di sana. Dua orang yang merokok berdiri dengan  tangan bertumpu di pembatas rooftop, sedangkan sisanya hanya duduk di meja bekas yang sudah usang.

"Ya kali di tuduh doang kita gak dapet enaknya. Mending udah sekalian ngerokok aja, biar di scorsing bareng." Ujar Kenzo yang saat ini berdiri dengan Raksa.

Divel mendengus, ia bangkit dan mengeluarkan kotak rokok miliknya, lalu jarinya mulai menyalakan pematik berwarna silver dan membakar ujung rokok yang ia apit dengan mulutnya itu.

Kelpulan asap menguar bersamaan dengan asap dari mulut Raksa. Arza yang melihat itu menghela napas pelan. "Kita bicara sama kepala sekolah nanti, buktinya lagi gua lacak." Kata Arza.

Raksa merunduk menatap dasar gedung di bawah sana. Ia terkekeh kecil. "Banu gak mungkin nyebat, dia asma." Ujarnya.

"Nah itu yang ngeselin. Temen karib gua di tuduh yang enggak mungkin, basi banget mainnya." Desis Kenzo kesal.

Gibran menyandarkan tubuhnya di dinding rooftop. Ia menikmati semilir angin di sana, terkadang memang Gibran memilih diam di situasi yang serius karena sifat rusuhnya itu bisa merusak suasana.

"Gib," saut Kenzo yang melihat Gibran sedang menutup matanya.

"Sini Jo, titanic kan sama gua," balas Gibran membuat Kenzo terkekeh.

Kenzo mendekat, cowok itu berdiri di sebelah Gibran. "Nyanyi Za, nyanyi.." kata Gibran.

Kenzo semakin tertawa. "Hmm... mmm.. Hm... mmm!" Sendandung Kenzo menyuarakan nada dari film legendaris itu.

Arza yang melihat hal itu hanya mendesah pasrah. "ITS MY DREAM JO! NOT HER!" Kata Arza yang sontak dibalas tawa kompak dari mereka.

"HAHAHAHAHA! NOT HER!" tambah Gibran terbahak.

Divel terkekeh geli, teman-temannya memang paling bisa membuat mood siapapun naik. Jika Divel harus menjelaskan bagaimana temsan-temannya, mungkin mereka adalah definisi yang selalu ada.

Mereka adalah orang-orang yang dirinya butuhkan saat tidak ada manusia bumi lain yang bisa menolongnya. Mereka ada saat dirinya penuh luka. Mereka ada meski Divel menunjukan kekurangannya. Mereka tetap ada bahkan saat Divel datang dalam keadaan tidak baik. Terlepas dari setiap pertengkaran yang wajar terjadi, pada akhirnya mereka akan selalu ada di garis yang sama layaknya saudara.

Divel menoleh kepada Raksa, "Thanks udah ngajak gua buat kenal mereka." Ujarnya.

Raksa menatap temannya itu. "Udah takdir semesta." Balas Raksa yang menjawab segalanya.

***

Alda ikut meringis pelan saat ia mengobati wajah Rayhan yang penuh lembam akibat tinjuan dari Raksa.

Dengan telaten gadis itu menekankan kapas yang sudah di beri obat pada luka di wajah Rayhan. "Maaf," gumamnya sambil berhati-hati.

Rayhan tersenyum tipis. "Sekali lagi makasih, Al," ujar Rayhan.

Alda mengangguk dan tetap fokus pada aktifitasnya. Jujur saja pikirannya saat ini sudah melayang kemana-mana dengan beribu pertanyaan yang ingin ia lontarkan, namun mengingat amarah Raksa yang membludak tadi membuat Alda harus menahan pertanyaan itu, toh ia harus tahu batasaan privasi seseorang.

KANAGARA [END]Where stories live. Discover now