40. Murid Baru Padja Utama

66.1K 5.5K 404
                                    

"Gak ada mesin penghitung yang mampu menghitung harga kemanusiaan." -Raksa Kanagara

***

Senin.

Hari paling sakral dalam dunia persibukan semua orang. Terbukti bagaimana riuhnya seluruh siswa siswi Padja Utama di lapangan sekolah ini, mereka berbaris di setiap deretan kelasnya masing-masing.

Upacara pagi dilakukan di bawah terik matahari yang semakin memanas. Hari pertama sekolah dan hari pertama upacara yang mungkin durasinya akan lebih panjang dari biasanya, mengingat ini adalah tahap awal di semester dua, membayangkan pidato kepala sekolah nanti membuat Alda langsung pegal berdiri, malah sudah membuat gadis itu malas untuk berada di sana, apalagi sahabatnya yang belum terlihat batang hidungnya sama sekali membuat Alda merasa kesepian.

Alda menyipitkan matanya, sedari tadi matanya berkelana mencari-cari sosok yang memang seharusnya ada di barisan kelasnya, namun nihil, orang itu tidak ada.

Alda langsung berjengit saat bahunya di tepuk, ia menoleh ke belakang dan mendapati Syabina yang bergabung di barisan dengan napas tidak teratur.

"Gua.. telat yah?" Ujar Syabina yang tampak kelelahan karena berlari ketika datang ke sekolahnya, tidak membuang waktu Syabina menitipkan tasnya kepada Divel dan langsung masuk ke barisan.

Alda mengerling malas. "Masih nanya?"

Syabina mendengus. "Lo harus tau kalo gua dapet fenomena langka hari ini,"

"Saking langkanya gua udah gak mau denger dongeng tidur lo lagi Bin." Balas gadis itu sedikit terkekeh.

"Gua telat bareng Divel, dan semua temennya," ujar Syabina membuat Alda membalikan badannya 30° ke kanan.

Alda mencondongkan tubuhnya kebelakang. "Terus-terus?"

Syabina terkekeh geli. "Liat aja nanti setelah ini." Jawab Syabina membuat Alda mendengus kesal merasa di gantung.

"Gua dendam kesumat sama orang tukang gantung, Bin." Desis Alda.

Syabina tersenyum geli, ia menunduk, secara tidak sengaja matanya menangkap sesuatu yang janggal di punggung tangan Alda. Syabina mencondongkan tubuhnya. "Tangan lo kenapa di plester?"

Alda terdiam, ia berdehem sedikit. "Kena air panas." Bohongnya, sebenarnya itu adalah jejak imfusan karena Alda di rawat kemarin.

"Tuh kan makanya hati-hati.. Kalo gak bisa masak mending beli aja." Balas Syabina.

Alda mengerling malas saat mendengar sahabatnya itu mulai cerewet lagi. "Gua rebus air doang gak mungkin beli, maemunah." Tekan Alda gemas.

Sedangkan Syabina menahan tawanya dan lanjut memperhatikan pembaca Undang-undang Dasar di depannya. Jujur ia cerewet karena benar-benar khawatir. Alda harus di jaga. Bagi Syabina, sahabat adalah segalanya.

"Berdiri."

Suara Pak Dino selaku guru BK cukup menarik atensi siswa-siswi Padja Utama. Semua mata menatap ke arah depan tepat dimana 7 siswa laki-laki dengan seragam yang keluar dari celananya itu tengah di giring untuk berbaris disana.

Seperti biasa, buronan favorit BK yang selalu berbuat ulah, Raksa dan teman-temannya.

Alda menyipitkan matanya. "Galuh?" Monolog Alda saat melihat sosok yang entah bagaimana bisa ada di sana. "Ngapain dia di sini?"

"Katanya murid baru." Bisik Syabina.

***

Sebut saja kesiangan. Begitulah alibi mereka ketika di tanyai Pak Dino saat terlambat datang ke sekolah.

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang