62. Rumah Raksa

54.1K 4.9K 204
                                    

"Lo gak bisa jadi milik gua karena pada akhirnya salah satu dari kita akan menjadi milik Tuhan lebih dulu." -Kanagara

***

Alda menunggu kedatangan Raksa di depan rumahnya. Gadis itu berdiri menunggu sejak 15 menit yang lalu hingga suara motor yang ia kenali pun muncul, Raksa datang dan membuka helm full-facenya.

"Lama?" Tanya Raksa.

Alda menggeleng lalu mendekat. "Gak, gua cuma nunggu se abad doang." Balasnya membuat Raksa terkekeh.

"Gak lama dong," balas Raksa membuat gadis itu mendengus.

"Kalo menunggu menyenangkan artinya Cinta, Al." Kata Raksa menyerahkan helm kepada Alda. Entah kenapa melihat raut wajah Alda yang semakin kesal membuat Raksa gemas.

"Tapi bagi gua membosankan, apa tuh?" Sengit Alda membuat Raksa mengulum senyumnya.

"Berarti yang cinta bukan lo, tapi orang yang lo tunggu."

Alda mencebik. "Bullshit kayanya."

Cowok itu menghela napasnya, tangannya terulur membantu Alda memasangkan helm itu dengan benar. "Manusia yang lagi jatuh hati gak bullshit, cantik." Ujar Raksa menatap manik hazel itu dengan lekat.

"Tapi kenyatannya gitu kok."

"Berarti selama satu tahun kemarin lo bullshit?" Tanya Raksa yang sukses membuat Alda merasa kesal setengah mati.

"Makin hari lo makin ngeselin ya Sa." Desisnya menggeleng heran.

"Tapi lo sempat suka." Balas cowok itu lagi.

"Sa ih!"

"Apa sayang?"

Alda melotot semakin kesal. "Pala lo sayang, ogah." Hardiknya.

"Lo gak percaya? Perlu gua cium lagi?" Tanyanya hingga Alda tak segan menggeplak kepala Raksa dengan keras.

"Kalo omongan manusia bisa di percaya ngapain materai di jual?!" Sengit gadis itu.

"Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang No 13 Tahun 1985 Fungsi Materai digunakan sebagai pajak atas dokumen yang digunakan masyarakat dalam lalu lintas hukum untuk membuktikan suatu keadaan, kenyataan dan perbuatan yang bersifat perdata." Jawab Raksa membuat Alda membuka setengah mulutnya, ia tidak memprediksi bahwa Raksa akan memberikan jawaban yang sangat detail.

"Semau lo."

"Mau buat surat pake materai sama gua gak?" Tawar Raksa.

"Untuk?"

"Biar lo gak ragu sama hati gua yang lo curi." Lanjutnya membuat Alda terdiam menatap mata gelap obsidian itu.

Bukan tentang perasaan yang sudah hilang atau masih ada bekasnya. Tapi Alda sedang menghindari dari yang namanya rasa sakit, karena yang kemarin saja belum sembuh. Sialnya orang ini malah semakin membuatnya jatuh dan tidak membiarkannya pergi.

***

Hal yang membuat seseorang merasa bodoh adalah ketika mereka dikhianati oleh orang terdekatnya bahkan bisa saja keluarganya.

Gibran mengeraskan rahangnya seraya berjalan tergesa di rumah megah yang luas itu. Rumah keluarga besar Hatama. Cowok itu pergi mendatangi tempat ini untuk meminta penjelasan lebih atas apa yang ia dengar dari orang tuanya.

Bukan anak kandung mereka?

"Cih.." ia mendecih tersenyum miris.

Atensinya menelisik keluarganya yang seperti tengah berbincang di sofa panjang di sana.

KANAGARA [END]Where stories live. Discover now