Menantu

84 1 0
                                    


Menjadi seorang menantu bukanlah hal yang mudah. Apalagi harus tinggal di rumah keluarga suami. Harus banyak bersabar, pandai bersikap, sopan, dan masih banyak lagi PR-PR lainnya yang harus diselesaikan dengan baik agar kehidupan yang dijalani saat menjadi menantu berjalan dengan lancar.

Wajah Zaki tampak bahagia menyusun barang-barang yang baru saja diturunkan dari mobil pengangkut barang.

Sebagian barang ia masukkan ke dalam kamar, tempat sabun ia susun di kamar mandi, beberapa barang yang sudah ada di rumah ibu Zaki seperti perlengkapan dapur, untuk sementara tak mereka butuhkan, maka dengan sangat telaten Zaki menyimpan barang-barang itu di tempan yang aman. "Yang ini semua aku simpen aja ya?, nanti kalo kita udah punya rumah sendiri baru aku keluarin lagi. Kan di sini udah banyak perlengkapan rumah yang bisa kita pakai." Zahra mengangguk, membantu Zaki membereskan mana yang perlu dirapikan.

"Seneng bener kayaknya nih bang Zaki. Lihat tuh wajahnya bahagia." Goda Susi.

"Ia donk, tinggal bareng ibu."

"Halah, bilang aja abang seneng karna bisa nongkrong maen di kede kopi sampe jam berapa aja, makin dekat sih, haha."

Zahra tersenyum, menganggap pembicaraan dua adik dan abang sepupu sekedar guyonan renyah meski di balik senyum itu ia sudah bersiap untuk ditinggal, mungkin bahkan setiap hari sampai pagi.

"Alhamdulillah ahirnya kalian pindak kesini". Ibu Zaki datang membantu merapikan barang. "Kasian Zahra setiap hari harus menunggu Zaki pulang. Kalo begini kan, Zahra bisa tidur di kamar."

Zahra memandang wajah ibu Zaki dengan lembut, ada kehangatan disana. Ia menganggap ibu Zaki sangat perhatian dengan kesehatannya. Esok lusa, baru ia sadar bahwa kasih sayang seorang ibu yang sangat besar pada anaknya bisa membuat rumah tangga anaknya menjadi hancur.

"Zahra, kamu jangan sungkan-sungkan ya disini, mau makan ambil sendiri, mau nyuci jemurnya disana, mau apa aja silahkan, bebas ya. Kamu sekarang tinggal di rumah sendiri. Piring kotor gak usah dicuci, nanti ibu yang cuci, kamu jangan capek-capek, kan udah capek kerja setiap hari."

"Iya bu." Zahra melihat ibu Zaki seperti ibu kandungnya sendiri.

"Ye..ye... Tante Zahra udah pindah kesini, Aisyah ada temen donk solat ke masjid." Sorak keponakan Zaki, anak kedua kakanya Lena.

"Iya donk Aisyah, nanti kamu ngaji sama tante ya. Kita belajar bareng yang lain, biar seru."

"Iya tante nanti Aisyah ajak Nahla, Najwa, dan Dinda juga". Aisyah menyebutkan nama sepupu-sepupunya yang lain, anak kakak atau abang Zaki yang lainnya.

"Zahra, selamat datang ya... tante siap bantu apa aja yang kamu butuh, tinggal bilang aja ya nak." Tante Nia, adik dari ibu Zaki ikut mengungkapkan ucapan sambutannya pada Zahra.

"Jangan sungkan-sungkan, apa aja bilang, mau makan ambil, jagan malu-malu." Kakak Zaki Lena yang tak pandai basa-basi juga ikut komentar. Zahra sudah dekat dengan Lena, jadi dia tau sifat Lena yang tak pandai basa-basi tapi dia tau bahwa Lena sangat baik.

Hari-hari yang Zahra jalani bersama keluarga Zaki terasa sangat sempurna, dia bahagia karena keluarga itu menyambutnya dengan sangat baik. Sehari-hari ada Susi sebagai adik ipar yang Zahra sudah anggap seperti adik kandung. Kakak-kakak Zaki juga sangat baik, tante Nia selalu membantu Zahra memasak di hari minggu.

Tak jarang di hari-hari libur, keluarga Zaki mengajak Zahra pergi berlibur. Ibu Zaki juga selalu mengajaknya bepergian. Saudara-saudara Zaki di setiap weekend selalu berkumpul di rumah itu, menambah keramaian yang hangat di hati Zahra.

Hanya ada satu kesedihan Zahra. Zaki tetap dingin, tak pernah mau ikut berjalan-jalan, liburan. Dia selalu sibuk dengan teman-temannya dan tentu saja hp nya. Zahra merasa bahwa Zaki belum bisa menganggapnya sepenuhnya istri, yang wajib ia penuhi nafkah lahir dan batinnya.

Tapi Zahra masih bersyukur, karena masih ada keluarga Zaki yang baik padanya.

Sepatu Pengantin ZahraWhere stories live. Discover now