8 - Hukuman Setimpal

62.2K 4K 22
                                    

Masalah akan berlangsung sebentar lagi, jangan kemana-mana tetaplah, berdiam diri menyaksikan nasib malang dua murid yang tempo hari bergembira dirundung asmara tengah lapangan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Masalah akan berlangsung sebentar lagi, jangan kemana-mana tetaplah, berdiam diri menyaksikan nasib malang dua murid yang tempo hari bergembira dirundung asmara tengah lapangan.

Mengingat hal itu, Dirga malu sendiri. Padahal bukan dirinya yang memulai, tapi dalam rekaman yang beredar di grub angkatan, ia juga menikmati setiap sentuhan Agatha tanpa mendorong tubuh gadis itu dan memakinya di depan semua orang.

Iya, harusnya Dirga melakukan hal tersebut agar citranya menjadi suri tauladan bagi para murid tak sirna. Memang bodoh, Dirga yang tak tahu menahu perihal datangnya gadis itu justru ikut terseret dalam pusaran yang menjadikannya duduk di ruangan yang paling dihindari oleh hampir seluruh murid Trijaya.

Ruang Kepala Sekolah.

Sayup-sayup suara langkah kaki dari wedges seorang wanita mendekat, mengetuk pintu sebelum dipersilakan duduk di sebelah sang putra.

"Sebentar ya, Ibu, Bapak, kita menunggu pacar Dirga terlebih dahulu." Menekan kata pacar sembari melirik tajam ke arah siswa malang tersebut, Pak Obe---selaku kepala sekolah mulai memperlihatkan wajah serius walau sebenarnya tak akan pernah bisa lantaran sudah menjadi kebiasaannya sering bergurau dengan para dewan guru.

Hanya dewan guru, bukan para murid. Jadi, jangan harap akan selamat setelah berurusan dengan beliau.

"Permisi." Ketukan pintu serta langkah kaki yang baru saja memasuki ruangan sontak menjadi pusat perhatian. Berjalan mendekat ke arah Pak Obe, lalu duduk di kursi yang berada di hadapan pria itu sembari memasang tampang sedih agar dapat dimaklumi bahwa, "maaf Pak, orangtua saya berhalangan hadir."

Lagu lama. Pria itu hanya bisa menggeleng, sesekali mengusap-usap kumis tebalnya.

"Selalu saja begitu," gerutunya, mulai serius sebelum memberi isyarat pada Dirga untuk duduk di sebelah Agatha.

"Ibu dan juga Bapak dari wali murid Ananda Dirga sudah membaca isi email yang saya kirim kemarin, bukan?"

Arini dan juga Amar saling tatap, mengangguk secara bersamaan. "Iya Pak, kami sudah membaca isi email tersebut dan sangat menyayangkan perbuatan anak kami." Terdengar pasrah, menyesal, serta malu ketika anaknya mendapat masalah berupa skandal bak orang dewasa. Amar bahkan sama sekali tak pernah berpikir jika Dirga akan senekat itu ketika di lingkungan sekolah.

"Bagus. Jadi saya tidak perlu menjelaskan lebih rinci tentang kesalahan dari dua sejoli yang sedang dimabuk asmara ini."

Dirga mendongak. "Kita tidak terlibat asmara, Pak," protes cowok itu, mencoba berdalih meskipun tak akan mempan kala pria di depannya telah mengambil buku data siswa, memberikan sebuah catatan peringatan pada lembar yang tercantum murid di depannya.

"Tidak perlu berdalih, banyak saksi yang melihat aksi kalian. Jangan mencoba untuk membela diri kamu sendiri agar terbebas dari hukuman saya." Tersenyum miring, mirip seperti joker yang hendak merencanakan agenda busuk. Dan Dirga tahu arah hukuman mereka akan kemana.

Jika bukan skors, mungkin pengurangan nilai akademik dan juga penarikan bea siswa.

Namun, apapun konsekuensinya, akan Dirga terima. Ya, walau masih memiliki dendam dengan gadis yang saat ini hanya diam tanpa sebuah pembelaan.

"Boleh kalian berdua mundur terlebih dahulu, saya ingin berbicara dengan wali murid."

Bangkit dari duduknya, berpindah tempat pada sofa yang terletak di belakang kursi yang baru saja diduduki oleh keduanya. Memasang tampang kesal, bersidekap dada, dan memejamkan mata seolah berusaha kabur dari mimpi buruk yang menimpanya.

Tapi, ini bukan mimpi, Ga. Ini adalah sebuah kenyataan yang harus dilalui sekalipun Pak Obe resmi menjatuhkan sanksi sosial untuk mereka.

"Kalian berdua, mari ikut saya."

***

Menanggung malu serta menanggung beban atas kesalahan yang telah diperbuat. Jika dibilang pantas mendapatkan hal itu, nampaknya sah-sah saja.

Kata Pak Obe, sanksi sosial di Trijaya tidak akan memandang derajat orang tua para murid. Sekalipun berstatus sebagai pengusaha kaya raya yang mampu memberikan uang damai agar permasalahan selesai, pria itu akan menolaknya mentah-mentah karena ini semua sebagai efek jera dari perilaku tak terpuji anaknya.

Memasang tampang tertekan, sesekali melirik satu sama lain, lalu membuang muka sebelum berjalan pelan mengitari koridor setiap jenjang kelas.

Agatha dan juga Dirga dihadapkan pada situasi yang jauh dari prediksi awal. Mereka mengira bahwa sanksi yang diberikan Pak Obe berupa skorsing, akan tetapi selang beberapa menit, pria itu menugaskan mereka untuk membuat tulisan pada kertas yang telah disediakan.

Kami mengaku salah dan tidak akan berbuat mesum lagi.

Kami pantas mendapat hukuman karena kami telah berbuat mesum di depan umum.

Tulisan yang mereka tulis pada kertas manila berukuran lumayan besar, lalu dikalungkan ke leher dengan bantuan tali rafia kontan membuat keduanya terlihat seperti adik tingkat yang tengah mengikuti orientasi siswa.

Semua pasang mata tertuju pada mereka. Berjalan bersisian di sepanjang koridor, sesekali menunduk dengan mempertebal telinga masing-masing merupakan salah satu cara agar tidak terhasut dengan ejekan yang dilontarkan oleh murid lain.

Mengelilingi koridor hingga lantai atas, membayangkannya saja sudah malu hingga ubun-ubun, apalagi mereka berdua yang tengah menjalaninya?

Arini dan juga Amar tak habis pikir dan tak menyangka bila anaknya terlibat skandal di sekolah. Segala berbuat mesum di tengah lapangan, semakin membuat pria itu geleng-geleng kepala. "Mereka pantas mendapatkan sanksi tersebut, Ma."

"Tapi Mama kasihan sama Dirga. Dia harus menanggung malu dari ocehan teman-temannya. Mama benar-benar---"

"Udahlah, santai aja. Dirga harus menanggung akibat atas tindakan yang sudah dia lakukan di depan umum."

Arini masih tak terima anaknya mendapat hinaan dari beberapa pihak. Mengabadikan wajah rupawan tersebut pada kamera ponsel masing-masing, seakan ingin Arini teriaki bahwa wajah putranya limited edition.

"Ini mah, nggak seberapa sama hukuman yang Papa dapat ketika ketahuan pacaran di pesantren." Sontak gumaman Amar langsung mendapat pelototan tajam dari Arini. Wanita itu bahkan tak segan manabok lengan sang suami tatkala menutup mulutnya secara refleks.

"Oh.. ternyata kamu juga pernah berada di posisi seperti Dirga? Pantas aja ya, dari kemarin aku suruh kamu potong uang jajan dia nggak dituruti, ternyata kamu sendiri bibitnya!"

"Nggak gitu Ma, maksudnya aku dulu, tuh---"

"Males, ah!" Wanita itu segera beranjak dari sana. Ia bahkan masih menggerutu meskipun beberapa pasang mata di sekitarnya menatap bingung ke arah pasangan paruh baya tersebut.

"Cuma ketahuan pacaran Ma, bukan ketahuan ciuman kaya Dirga."

"Bapak anak sama aja!"


***



Seriously, Tha? [TERBIT]✅Where stories live. Discover now