13 - Tawaran Gadis Gila

52.3K 3.6K 14
                                    

Tak ingin memperburuk suasana hatinya, Dirga memilih untuk segera beranjak dari sana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tak ingin memperburuk suasana hatinya, Dirga memilih untuk segera beranjak dari sana. Melenggang tanpa merespon panggilan dari arah belakang adalah wujud menguatkan imannya agar tidak tergoda dengan bujuk rayu setan.

Agatha masih mengejar cowok itu, berusaha meraih pergelangan tangannya, namun ditepis kala keduanya berhenti pada koridor yang cukup sepi.

"Apa lagi? Lo menuntut kalimat terima kasih dari gue?!"

Gadis itu menggeleng.

"Lantas apa? Jangan bikin hidup orang---"

"Pertolongan gue tadi nggak gratis."

"Oh.. butuh duit?" Merogoh saku celananya sembari mengangguk lantaran Dirga baru mengerti maksud dari Agatha.

Ia pikir, gadis itu akan menolongnya secara ikhlas tanpa imbalan. Tapi nyatanya uang adalah segalanya.

"Gue bukan orang yang mencari uang dengan sebuah imbalan paksaan."

Melipat kedua tangannya di depan dada, semakin mendekat ke arah Dirga sembari berbisik sesuatu di samping telinga cowok itu, "dengan jadi pacar gue, itu tandanya lo udah berbalas budi sama gue."

Dirga refleks menjauhkan tubuhnya dari Agatha, mendorong bahu gadis itu cukup kuat, hingga sang empu sempat meringis di balik seringainya.

"The real cewek gila!"

Melenggang dari sana tanpa menoleh pada gadis yang butuh persetujuan darinya, kini punggung Dirga semakin menjauh dari mata elang yang saat ini setia menatapnya.

Agatha memberikan tawaran tersebut saat kesadarannya masih seratus persen. Ia tahu bagaimana reaksi Dirga setelah kalimat tersebut keluar dari mulutnya. Antara didorong jauh-jauh atau dibentak dengan umpatan kasar yang bisa Agatha dengar lewat tatapan mata keduanya.

Amarah serta rasa jengkel seakan menjadi satu setiap kali takdir Tuhan mempertemukannya dengan gadis gila itu. Hidupnya mulai tidak tenang setelah Agatha datang dan berusaha mendobrak pintu pada ruang di hatinya.

Entah sebuah ajakan lantaran benar-benar jatuh cinta dalam waktu sekejab, atau sebuah tawaran agar tidak menanggung malu akibat kejadian tempo hari.

From : 08xxxx

Gue cuma mau meminta tolong sama lo buat pura-pura jadi pacar gue, kok.

Satu pesan singkat dari nomor asing yang baru saja terkirim kala pelajaran tengah berlangsung membuat fokusnya teralihkan.

Mendongak guna memastikan guru pengajar sedang sibuk dengan laptop di depannya, agar Dirga dapat menyalakan ponselnya kembali. Memberikan balasan untuk nomor asing yang telah ia ketahui siapa pemiliknya tanpa bertanya, lalu kembali memasukkannya ke dalam saku kemeja.

To : Agatha

Cowok di Trijaya banyak, kenapa harus gue?

Duduk di bangku pojok belakang rupanya banyak keuntungannya. Selain dapat tertidur pulas setiap pelajaran, Agatha juga bisa mencuri-curi kesempatan dengan memainkan ponselnya. Membaca satu pesan balasan dari Dirga, sebelum jemarinya bergerak mengetik sesuatu.

To : Dirga

Iya, karena cuma lo satu-satunya cowok yang gue cipok di depan banyak orang.

Dirga menggeram, mematikan benda pipih tersebut tanpa membalasnya. Sementara Agatha tak ingin menyia-nyiakan kesempatan kala mendapatkan tanda-tanda bahwa Dirga telah menyadari jika nomor asing tersebut adalah gadis paling cantik di Trijaya.

Tentu Agatha akan menyombongkan diri.

From : Dirga

Kita perlu bicara berdua.

"Okay, babe," gumaman singkat sembari memberi balasan berupa emoticon face throwing a kiss. Tidak berharap menerima balasan serupa, dapat berbalas pesan dengan Dirga selama beberapa detik saja Agatha anggap sebagai langkah awal bagi dirinya menciptakan sebuah hubungan settingan dengan cowok itu.

Jika kalian berpikir Agatha telah menjilat ludah sendiri lantaran sedari awal kekeh tak akan mengejar-ngejar Dirga, itu benar. Akan tetapi, di balik paksaannya ... ia memiliki maksud dan tujuan lain. Tentunya bukan perihal hati.

"Ingat, Tha. Ini hanya pura-pura."

***

Berkumpul di aula utama guna berdiskusi mengenai pekan olahraga minggu depan. Kini tim futsal beserta sang kapten yang tengah berdiri pada barisan paling depan, menunduk pasrah kala si pelatih menepuk bahunya. Tak kuasa untuk mendongak, sekalipun pria itu memberi sebuah semangat baru untuk anak didiknya.

"Tidak masalah kan, jika posisi kamu digantikan oleh siswa lain?"

Sebenarnya Dirga tak ingin mendengar pertanyaan tersebut. Selama ini dirinya telah berlatih sesuai arahan dari coach Fandi serta melaksanakan tugasnya sebagai kapten dengan penuh tanggung jawab.

Tiga kali membawa timnya masuk dalam kualifikasi tingkat 1 pekan olahraga siswa se-provinsi, kerap mendapat gelar sebagai sang juara, dan juga beberapa turnamen tahunan yang selalu mereka ikuti tanpa absen.

Dirga masuk dan menjadi kapten kala Trijaya kehilangan pondasi pada tim futsal. Memberikan dampak positif hingga dikenal sebagai macan tidur yang patut diwaspadai ketika bangun. Semua itu tentu tidak terlepas dari kerja sama tim yang solid selama dirinya menjadi bagian di dalamnya.

Berjalan pasrah keluar area aula. Mengucek matanya guna menahan air mata yang hendak menetes, sementara tatapan bingung dari gadis yang berdiri di depan dinding pemisah sama sekali tidak ia sadari.

Agatha melihat serta mendengar interaksi dari dalam. Seluruh tim futsal tengah berkumpul membahas pekan olahraga mendatang. Seharusnya Dirga masih menjadi kapten sebelum berikrar tentang pertandingan terakhirnya.

"Dirga sengaja Anda keluarkan dari tim futsal?" Berjalan masuk tanpa permisi ketika coach Fandi tengah duduk pada bangku di tepi aula, Agatha memberanikan dirinya untuk mendekati pria itu sembari meminta sebuah jawaban.

Coach Fandi mengernyit sebelum akhirnya bangkit berdiri. Kebetulan anggota tim yang lain telah membubarkan diri masing-masing.

"Setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya. Begitu juga dengan Dirga, sudah sepantasnya gelar kapten tim futsal digantikan oleh juniornya."

"Gelar kapten dicabut beserta mengeluarkan dia dari tim inti? Bukankah, seharusnya Dirga masih dapat bermain walau tidak menjadi kapten lagi?"

Pria itu terdiam sembari memalingkan wajah dari siswi yang begitu berani mengahadang langkahnya.

"Anda tidak lupa kan, Pak, siapa orang yang berjasa membawa Anda mendapatkan pekerjaan di sekolah ini?"

Siapapun orang yang telah berbaik hati padanya, Fandi tidak akan pernah lupa. Teman semasa kecilnya yang memberikan pertolongan pada dirinya sebelum pihak Lentera melihat sebuah potensi besar calon pelatih baru untuk bergabung ... melatih tim futsal Trijaya.

Terhitung sudah berjalan selama lima tahun, dan tiga tahun terkahir ketika pertemuan pria itu dengan Dirga, tim futsal semakin berkembang dengan skill yang tak bisa dianggap remeh.

"Saya harap Anda tidak akan lupa dengan kebaikan Pak Sabara."

"..."

"Oh.. iya, dan jangan lupa bahwa saya anak dari pria yang sudah menyelamatkan pekerjaan Anda. Besar harapan saya, kita dapat menerapkan simbiosis mutualisme ya, Pak."

Berpikir sejenak dengan kalimat dari gadis di depannya, hingga dibuat terkejut sebelum langkah kaki gadis itu menjauh darinya. "Tarik Dirga ke dalam tim inti jika Anda menginginkan pekerjaan ini bertahan lama."


***


Seriously, Tha? [TERBIT]✅Where stories live. Discover now